Ica semenjak di tinggal oleh Azzam tanpa alasan akhirnya memilih menikah dengan pria lain, syukurnya pernikahannya dengan suaminya yang awalnya tak begitu di cintainya berjalan dengan harmonis dan bahagia.
Tapi ternyata Ica di tipu mentah-mentah oleh sikap baik suaminya selama ini, justru suaminya ternyata pria yang suka berselingkuh dan gonta-ganti pasangan untuk memuaskan nafsu birahinya.
Bagaimana dengan rumah tangga Ica dan suaminya selanjutnya?
Apakah Ica tetap bertahan atau justru memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Prang!!
Prang!!
"Astaga, Hendra. Kamu ini apa-apaan sih?" tanya Mamanya Hendra
Ketika mendapati putra kesayangannya itu duduk di kursi makan dengan raut wajah yang begitu merah, gerakan dadanya naik turun sangat cepat menandakan jika putra kesayangannya itu saat ini tengah di kuasai oleh amarah.
"Kamu ini kenapa sih? Gara-gara wanita itu? Kamu jangan menanggap kalau di dunia ini wanita cuma Ica aja, Hendra. Masih banyak wanita di luaran sana, yang jauh lebih pantas dan layak untuk menjadi pendampingmu"
Mamanya Hendra mendesah ketika melihat ada dua piring yang semula di atas meja, kini sudah pecah berkeping-keping dan berserakan di atas lantai. Mamanya Hendra memijit kepalanya, harus gimana menyadarkan putra kesayangannya itu.
"Bukan masalah itu, Ma" ucap Hendra
"Terus kenapa? Cerita sama Mama? Ada apa?"
Hendra lalu menceritakan pada mamanya perihal dirinya dan Ica pernah membuat surat perjanjian pra-nikah, yang isinya jika salah satu pihak ketahuan selingkuh dan berujung perceraian maka seluruh harta jatuh ke pada pihak korban.
Mamanya Hendra tentu saja terkejut mendengar cerita yang keluar dari putra kesayangannya itu, bahkan Mamanya Hendra terdengar memekik dan mengatakan Hendra bodoh telah membuat perjanjian konyol menurut Mamanya Hendra.
"Hendra juga gak nyangka bakalan punya usaha sendiri dan berkembang pesat, Hendra gak pernah kebayang kalau Ica akan mengetahui ini dan Hendra gak nyangka akan berada di titik ini"
"Bodoh kamu, Hendra. Bodoh, bisa-bisanya buat begituan"
"Kalau Hendra tau bakalan sesukses ini, tidak mungkin Hendra mau membuat surat perjanjian pra-nikah itu Ma. Tapi mau bagaiman lagi, semua sudah terlanjut"
Semakin lama suara Hendra terdengar semakin pelan, sebagai seorang ibu Mamanya Hendra tidak terima jika putra kesayangannya jatuh miskin. Mamanya gak mau semua aset milik putra kesayangannya itu, jatuh di tangan Ica wanita serakah menurut Mamanya Hendra.
Apalagi Mamanya Hendra tau selama ini putra kesayangannya lah yang bekerja keras bukan Ica, sementara Ica hanya numpang hidup jadi menurut Mamanya Hendra selayaknya semua harta jatuh ke tangan Hendra bukan justru pada Ica.
"Gak bisa gitu, Hendra. Pokoknya kamu harus ambil alih semuanya, ayo kita ke rumah kamu sekarang kita ambil dan amankan semua surat-surat penting"
"Percuma, Ma. Karena semua benda berharga sudah di bawa oleh Ica"
Mamanya Hendra melotot kemudian detik berikutnya menggelengkan kepalanya tak percaya dengan ucapan putra kesayangannya itu, bahkan Mamanya Hendra nyengir karena menyangka kalau putra kesayangannya sedang bercanda.
"Hendra serius, Ma. Hendra sudah kesana, Hendra masuk dari pintu belakang yang kuncinya sudah rusak. Hendra sudah cari kemana-mana, Hendra sama sekali tidak menemukan benda berharga satu pun"
"Ya Allah, Hendra..... Bodoh sekali sih, kamu ni" sungut Mamanya Hendra
Bukannya menenangkan putra kesayangannya itu, Mamanya Hendra malah marah-marah dan menyudutkan. Sejenak suasana jadi hening, Mamanya Hendra sedang memutar otaknya untuk mencari cara mengambil alih semuanya.
"Mama sudah punya caranya, Hendra" ucap Mamanya Hendra dengan senyum sumringah ketika sudah mendapatkan cara jitu yang pastinya akan berhasil
"Apa, Ma?" tanya Hendra dengan penasaran
"Kita harus ambil alih hak asuh Mentari, dia kan sudah besar tentu mudah mendapatkan hak asuhnya. Ica tidak bisa jauh dari anak-anaknya, jadi tinggal milih mau kehilangan Mentari atau menyerahkan semua harta sama kamu"
Mamanya Hendra sangat yakin kalau Ica akan melepaskan harta demi mendapatkan kembali putri sulungnya, Mamanya Hendra tersenyum karena idenya sangat bagus. Setidaknya kalau bercerai, jangan sampai kehilangan semuanya.
Hendra terdiam, memikirkan setiap kalimat yang keluar dari bibir mamanya. Setelah cukup lama berpikir Hendra mulai membenarkan apa yang di katakan oleh mamanya, dirinya pun setuju dengan ide mamanya saat ini.
"Nanti biar Hendra ajak Ica diskusi, syukur-syukur kalau Ica masih mau balik lagi sama Hendra"
"Duh, Hendra. Jangan merendahkan harga dirimu hanya untuk Ica, bisa besar kepala tuh anak"
"Sudah deh, Ma. Untuk urusan itu, Mama gak usah ikut campur" kata Hendra dan tentu saja membuat Mamanya mendengus kesal
"Hendra juga lagi ada masalah, Ma. Hasil pendapatan minimarket di bawa kabur semua oleh Rifky, nilainya ratusan juta"
"APA?" pekik Mamanya Hendra
Tiba-tiba pandangannya terasa berkunang-kunang, mengabur dan detik berikutnya gelap bersamaan dengan tubuhnya yang terjatuh di lantai. Membuat Hendra terkejut kemudian bergegas di dekatinya tubuh Mamanya yang tergeletak di atas lantai.
Dengan cepat Hendra menggendong tubuh mamanya dan membawanya menuju kamar, namun sebelum melangkah pergi Hendra meminta ART membersihkan pecahan piring yang berserakan di atas lantai.
"Aduh, kenapa pakai acara pingsan segala sih?" gerutu Hendra dengan perlahan membaringkan tubuh Mamanya di atas ranjang.
"Harusnya hari ini aku ke kampung halaman Ica, untuk membawa Ica pulang. Gara-gara si Rifky brengsek dan Mama yang pingsan jadi batal semua rencanaku"
Hendra merasa kesal dan akhirnya meminta ART untuk menemani mamanya yang masih dalam keadaan pingsan, setelah ART datang Hendra memilih pergi dan bergegas berjalan tergesa-gesa menuju ke arah pintu utama.
Hendra masuk ke dalam mobil milik Mamanya yang masih terparkir di dalam garasi, tanpa menunggu lama Hendra segera melajukan mobil yang di kendarainya dengan kecepatan cukup tinggi keluar meninggalkan rumah mamanya.
Hingga akhirnya hanya membutuhkan waktu setengah jam Hendra telah sampai di kediaman yang dirinya tau adalah milik Rifky, Hendra menggedor pintu utama rumah sembari berteriak dengan suara lantang meminta di bukakan pintu.
Namun percuma tidak ada respon sama sekali, padahal setau Hendra rekan kerjanya itu memiliki seorang istri dan tiga orang anak yang tinggal di rumah megah ini. Kedua tangan Hendra berkacak pinggang, dirinya hanya bisa mondar-mandir di depan pintu.
"Permisi, Pak. Maaf Bapak cari siapa ya?"
Tiba-tiba saja suara dari belakang menyita perhatian Hendra, begitu Hendra menoleh. Terlihat seorang wanita yang seusia dengan Ica berdiri di depannya, masih muda jadi Hendra yakin wanita di depannya bukan lah istri dari rekan kerjanya.
"Saya cari Rifky, Mbak? Apa Mbak tau dia dimana?"
"Ohh, Pak Rifky. Baru saja kemarin merek pindah"
"Pindah kemana ya, Mbak? Apa Mbak punya alamat barunya?" tanya Hendra secara beruntun
"Waduh!! Kalau soal itu saya kurang tau, Pak. Dengar-dengar mereka pindah ke luar pulau, tepatnya di mana saya kurang tau"
"Jadi rumah ini dikosongkan?" tanya Hendra sekali lagi
"Setau saya, Pak Rifky dan keluarganya ngontrak. Ini bukan rumahnya, Pak" jawab Wanita itu membuat Hendra mendesah dan semakin merasa bodoh telah tertipu dengan Rifky
