Fatan dan Fadil adalah saudara kembar yang memiliki karakter berbeda. Fatan dengan karaktetnya yang tenang dan pendiam. Sedangkan Fadil dengan karakternya yang aktif, usil dan tengil. Namun keduanya sama-sama memiliki kepribadian yang baik. Karena dari kecil mereka sudah dididik dengan ilmu agama.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing.Pasangan keduanya berbanding terbalik dengan karakter mereka. Fatan dengan seorang wanita yang agak bar-bar. Sedangkan Fadil dengan seorang wanita yang pemalu.
Akankah mereka bisa bertahan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemuda Sholeh
Anisa Fitria Pratama putri dari Alan Dwi Pratama salah satu seorang pengusaha kuliner di Jakarta. Papanya masih memiliki hubungan saudara dengan Bapak kepala desa. Anisa datang ke desa tersebut untuk menyelesaikan tugas akhir kuliah berupa tesis tentang pengolahan buah dan sayuran menjadi berbagai macam produk. Rencananya ia akan tinggal di desa tersebut selama satu sampai dua bulan sampai tugasnya selesai.
Saat ini Anisa sedang menata baju-bajunya ke lemari plastik yang ada di kamar Raya. Karena lemari kayunya masih berisi baju-baku Raya yang tidak boleh dibawa ke Pesantren. Pak Kades memiliki dua anak, yang nomer satu adalah Raga. Saat ini Raga sedang menempuh pendidikan di TNI Angkatan Udara. Sedangkan yang nomer dua Raya, masih duduk di bangku SMA di pesantren. Sedangkan yang nomer tiga adalah Rafa. Rafa masih kelas satu SMP. Di rumah Bapak Kades juga ada orang tuanya yang perempuan karena yang laki-laki sudah meninggal. Ada satu asisten rumah tangga yang bertugas membantu memasak dan bersih-bersih.
Fatan menghubungi pihak pesantren untuk mengabari keadaannya yang sudah sampai di lokasi. Ia juga menghubungi keluarganya.
Adzan Maghrib berkumandang. Datang siap-siap berangkat ke Masjid. Jarak dari rumah ke Masjid hanya 100 meter. Fatan sangat senang karena rumah Pak Kedes dekat dengan Masjid, jadi mudah baginya untuk shalat berjama'ah di Masjid.
Seperti saat ini Fatan tengah shalat berjama'ah di Masjid. Ia bahkan tadarus Al-Qur'an di sana sambil menunggu waktu Isyak. Setelah selesai shalat Isyak, barulah ia kembali ke rumah Pak Kades. Rupanya Fatan sudah punya kenalan seorang anak muda yang biasanya nongkrong di depan rumah Pak Kades. Namanya Bahar, ia masih duduk kelas 3 SMA.
"Mas Fatan, saya pulang dulu ya?"
"Iya, Bahar."
Fatan pun melangkahkan kakinya pulang ke rumah Pak Kades. Sampai di rumah, ternyata Fatan sudah ditunggu Bu Kades.
"Ustadz Fatan, mari makan bersama kami. Kami sudah menunggu anda."
"Baik Bu, sebentar saya ganti baju dulu."
Fatan tidak enak hati untuk menolaknya. Ia segera berganti pakaian kokohnya dengan kaos lengan panjang. Cuaca di desa itu sangat dingin saat malam hari.
"Maaf sudah menunggu."
"Tidak apa-apa, mari silahkan."
Fatan duduk di samping Rafa dan kebetulan berhadapan dengan Anisa. Mereka makan malam berenam bersama Ibu Pak Kades juga.
"Beginilah makanan desa Nis, kalau Pak Ustadz mungkin sudah biasa di pondok."
"Ini enak kok Om, apa lagi temenya ini. Tante, kapan-kapan boleh ajarin aku masak ya?"
"Boleh saja, Nis."
Sesekali Anisa melirik Fatan. Fatan yang cuek menikmati makanannya dengan khusuk tanpa mengeluarkan suara. Setelah selesai makan malam, Fatan ingin membantu menaruh piring, namun Bu Kades melarangnya.
"Biar saya yang bantu." Sahut Anisa dengan tersenyum. Fatan hanya mengangguk sekali.
"Maaf Bu, apa Ibu punya minyak tawon atau salep?"
"Untuk apa Ustadz."
"Tadi tangan saya keseleo."
Anisa melirik Fatan. Ia tahu tangan Fatan begitu karena ulahnya.
"Kayaknya kosong, Ustadz.
"Saya ada salep, Ustadz. Sebentar saya ambilkan dulu." Sahut Anisa.
Anisa pun masuk ke kamar untuk mengambil salep yang dimaksud.
"Ini salepnya, Ustadz."
"Terima kasih."
Pak Kades mengajak Fatan ngobrol, mereka duduk di kursi depan rumah.
"Ustadz ndak merokok?"
"Kebetulan ndak Pak."
"Wah, jarang-jarang lho. Biasanya anak santri itu suka ngerokok."
Fatan hanya membalas dengan senyuman. Senyuman yang jarang ia perlihatkan kepada lawan jenisnya kecuali keluarganya.
Tidak lama kemudian ada beberapa pemuda yang datang untuk ronda malam di rumah Pak Kades. Fatan pun memilih untuk bergabung dengan mereka.
Waktu sudah menunjukkan jam 11 malam, Fatan pun pamit kembali ke kamar untuk tidur. Sebelum tidur, Fatan mengoles tangannya dengan salep.
Jam 3 pagi, Fatan bangun.
"Subhanallah...dingin sekali di sini."
Ia pun segera masuk ke kamar mandi dan berwudhu' untuk shalat tahajud. Ia pun lanjut berdzikir dan membaca Al-qur'an sampai hampir waktu Shubuh. Fatan segera berangkat ke Masjid agar ia bisa mendapat barisan paling depan. Namun ternyata marbot Masjid justru meminta Fatan untuk mengumandangkan Adzan. Fatan pun melakukannya dengan senang hati. Suaranya yang indah membuat orang yang mendengarnya penasaran dan ingin segera datang ke Masjid.
Setelah selesai shalat Shubuh, Fatan pun pulang kembali ke rumah Pak Kades. Ia tidak biasa tidur setelah Shubuh, namun cuaca yang sangat dingin sangat mendukung untuk tidur lagi.
Matahari sudah menampakkan wajahnya. Namun belum ada tanda-tanda pintu kamar Fatan terbuka. Pak Kades sudah siap dengan seragamnya. Ia akan berangkat ke balai desa. Semua orang di rumah itu sudah selesai sarapan. Tinggal Fatan saja yang belum.
Ada seorang Ibu-ibu yang lewat dan menyapa Pak Kades.
"Sudah mau berangkat Pak?"
"Eh iya, Bu."
"Pak Kades, pemuda yang adzan Shubuh tadi siapa ya? Saya lihat tadi dia pulangnya ke rumah Bapak."
"Oh itu... Ustadz Fatan. Dia guru tugas dari pesantren Bu."
"Oh Pantesan Pak. Udah ganteng, sholeh lagi. Sayang anakku laki, kalau perempuan maulah tak jadikan menantu."
"Haha... Bu Siti ini bisa saja. Mari Bu, saya berangkat dulu."
"Iya Pak, monggo."
Anisa sudah keluar dari kamar. Ia sudah terlihat rapi dengan celana jeans dan tunik kotak-kotak.
"Nis, kamu sudah siap?"
"Siap, Tante. Jadi kita ke mana dulu ini?"
"Ke rumah produksi. Ibu-Ibu di sini biasanya mulai jam 8 sekarang jam 8 kurang lima menit."
"Kita jalan kaki, Tante?"
"Iya Nis, masa' mau bawa mobil? Tadi motornya dipake' Om-nya ke balai."
"Jauh nggak, Tante?"
"Lumayan paling jalan 500 meter."
"Waduh, nggak pa-pa deh ayo pake' mobil Nisa!"
Ceklek
Suara pintu terbuka. Nampak Fatan keluar dari dari kamarnya dengan memakai sarung dan kaos oblong warna putih tanpa kopiahnya. Ia bahkan belum cuci muka. Fatan mengusap rambut bagian atasnya. Meski baru bangun tidur, aura ketampanannya justru lebih mempesona. Anisa terpaku melihatnya.
"MasyaAllah, bangun tidur saja ganteng banget. Kalau tahu di pesantren ada cowok kayak dia, dulu aku bakalan nyantri juga, hehe.. ." Batin Anisa.
"Nis.. " Bu Kades menyenggol tangan Anisa.
"Eh.. iya, Tante."
"Eh, Bu... maaf saya kesiangan." Ujar Fatan.
"Tidak apa-apa Ustadz, lagian Ustadz juga tadi bangunnya pagi banget. Oh iya kalau mau sarapan silahkan, kami mau berangkat dulu."
"Ibu mau ke mana?"
"Ini nganter Anisa ke rumah produksi."
"Jalan kaki Bu?"
"Rencananya begitu, tapi ini Nisa ngajak pakai mobil."
"Pakai motor saya saja Bu!"
"Nggak pa-pa, Ustadz?"
"Nggak pa-pa, saya nggak ke mana-mana. Sebentar... "
Fatan mengambil kunci motornya.
"Ini Bu."
"Sebelumnya terima kasih, ustadz."
"Iya sama-sama Bu."
Anisa hanya memperhatikannya.
"Kalau sama aku irit banget ngomongnya!" Batin Anisa.
"Ayo, Nis!"
"Eh iya, ayo Tante."
Fatan kembali masuk ke kamarnya.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
selamat menempuh hidup baru semoga samawa
aamiin
siap" kondangan 🤭
Si pendiam ketemu bar bar, rame lah hidup lebih berwarna
Otw resepsi bersana Aa' Fadil & neng Karmeila /Angry//Angry//Angry/ Aa' Fadil dan Abang Fatan doa kalian diijabah /Pray//Kiss//Kiss/