NovelToon NovelToon
Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Playboy / Diam-Diam Cinta / Harem / Angst / Bad Boy
Popularitas:17.7k
Nilai: 5
Nama Author: mooty moo

"Kak Akesh, bisa nggak pura-pura aja nggak tahu? Biar kita bisa bersikap kaya biasanya."
"Nggak bisa. Gua jijik sama lo. Ngejauh lo, dasar kelainan!" Aku didorong hingga tersungkur ke tanah.
Duniaku, Nalaya seakan runtuh. Orang yang begitu aku cintai, yang selama ini menjadi tempat ‘terangku’ dari gelapnya dunia, kini menjauh. Mungkin menghilang.
Akesh Pranadipa, kenapa mencintaimu begitu sakit? Apakah karena kita kakak adik meski tak ada ikatan darah? Aku tak bisa menjauh.
Bagaimana bisa ada luka yang semakin membuatmu sakit malah membuatmu mabuk? Kak Akesh, mulai sekarang aku akan menimpa luka dengan luka lainnya. Aku pun ingin tahu sampai mana batasku. Siapa tahu dalam proses perjalanan ini, hatimu goyah. Ya, siapa tahu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mooty moo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 - Sebuah Asap Mulai Muncul

Penyesalan adalah tali yang akan melingkar di lehermu hingga ajal menjemput. Ia akan mengetat dan mencekikmu tiba-tiba. Tanpa aba-aba, tapi kau tak berdaya. Terkadang ia akan mengendur, namun tidak pernah hilang.

Seorang perempuan duduk sendirian dibatas meja bar. Ia memakai celana jins dan kaus lengan pendek berwarna putih.

Baru minum tiga gelas, kepalanya seperti dipukul oleh musik disko yang terlalu berlebihan baginya.

Tangan kanannya menyangga kepala. Sedangkan tangan kirinya memegang perut yang serasa diaduk-aduk.

Tempat ini memang tak cocok untuknya. Sebenarnya ia tahu. Hanya saja, ada alasan mengapa ia nekat pergi ke klub sendirian. Jika kakaknya tahu, ia pasti akan dimarahi habis-habisan. Ia adalah Tasya.

Tak mampu bertahan, Tasya memutuskan untuk pulang. Meski harus jalan sempoyongan. Sialnya saat ia berjalan, ada seorang pria yang mendekatinya. Pria itu memaksa untuk memeluknya.

Merasa risih, Tasya mendorongnya dengan sisa tenaga yang dimiliki. Pria yang memakai pakaian seperti sedang berada di pantai itu pun terjatuh.

Sedikit kesal, ia bangkit dan hendak membalas "calon korbannya". Tasya memijat kepalanya dengan kanan. Ia mundur perlahan. Namun ternyata ada seseorang di belakangnya. Mereka bertabrakan.

Sementara itu, si pria mesum berjalan ke arahnya. Tasya sedikit panik, namun lelaki di belakangnya tiba-tiba merangkul pundaknya.

"Jangan ganggu kekasih saya! Pergi!"

"Sial!"

Pria itu mundur. Instingnya bilang jika tetap maju, sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Jelas badan pria yang merangkul calon mangsanya itu lebih kekar daripada dirinya.

"Kamu nggak apa-apa? Sendirian aja?"

Si penolong ini adalah Richard. Ia nampak sangat khawatir. Namun Tasya menepis tangan di pundaknya dengan kasar. Nampaknya sakit kepalanya lebih mendominasi.

"Makasih. Gue mau pulang."

Meski masih sempoyongan, Tasya tetap jalan. Setelah keluar dari klub, seseorang memegang tangan kirinya.

"Kamu pulang sama siapa? Kalau sendirian, biar saya antar."

Sekali lagi, si wanita menepis tangannya. "Nggak perlu. Gue mau pesan ojek online."

Segera, Tasya membuka tas selempangnya. Dengan serampangan, ia mencari sebuah ponsel. Namun setelah ketemu, layar benda kotak pipih itu tetap hitam. Tak mau menyala. Iya, baterainya habis.

Ia membuang ponselnya. Perutnya yang serasa dikocok mencapai batasnya. Akhirnya ia muntah!

Setelah mengeluarkan seluruh beban di perutnya, ia jongkok dan menyandarkan kepalanya pada dengkul. Kemudian melingkarkan kedua tangannya ke kaki. Merengek dan menangis seperti anak kecil.

Richard yang melihat hal ini menghela napas dalam-dalam. Ia mengambil ponsel Tasya yang layarnya sedikit retak. Kemudian berjalan menghampiri sang gadis.

"Kamu bisa pakai jaket saya dulu."

Richard mengelus pelan rambut Tasya. Bak gayung bersambut, Tasya menuruti perkataannya. Saat ini hatinya sangat rapuh.

“Ca, lo kenapa?”

Dari arah kanan, Kalaya datang tergopoh-gopoh, napasnya ngos-ngosan. Ia langsung datang ke bar usai mendapat drunk text dari adik Akesh itu. Namun setelah memutari isi bar tiga kali, ia tidak menemukan gadis itu. Ia menjadi panik. khirnya ia memutuskan untuk keluar dan menghubungi sang kakak.

Belum sempat memencet tombol memanggil, ia melihat sosok wanita yang familiar.

Richard pun mengernyitkan dahinya. Meski tidak tahu namanya, namun si dosen mengenal wajah itu. Ia sering melihat Kalaya mondar-mandir di kampus budaya.

Caca sudah tidak menangis lagi, namun bekas air matnya masih membuat wajahnya basah. Wajahnya yang memerah membuat Nala sadar jika gadis itu mabuk.

“Saya bukan orang jahat, tadi saya hanya berniat membantu.”

Sorot curiga di mata Nala pun mereda. Entah bagaimana ia merasa lelaki di depannya itu berkata jujur. Setelah mengucapkan terima kasih, Nala dibantu oleh Richard memapah Caca sampai ke mobil Nala.

***

Mendapat telepon dari adiknya malam-malam seperti ini, Akesh langsung bergegas. Kebetulan jarak antara asrama dan hotel tempat menginap Tasya tak begitu jauh.

Ia bahkan lupa memakai pakaian hangat: masih memakai celana kolor dan kaus lengan pendek. Maklum, ia tengah bersantai di kamar.

Maka ketika adiknya telepon tapi tak ada suara, ia bergegas melacak posisi Tasya dari melalui akun google.

Akesh mengemudi dengan kecepatan 110/KM. Beruntung malam ini jalanan tidak macet. Sesampainya di hotel, ia naik lift, menuju lantai lima. Mencari nomor kamar Tasya.

Setelah masuk, ia sedikit bingung. Pasalnya adiknya tengah menangis sesenggukan ditemani Nala.

Gadis itu kini tengah meringkuk di tepi kasur. Memeluk kaki dan membenamkan wajah di dengkulnya. Usai mematung beberapa saat, ia melangkah perlahan mendekati adiknya. Ia ikut duduk di sebelahnya. Kini posisi tiga orang itu duduk sejajar, Tasya ada di tengah.

"Kalau butuh teman cerita, telinga kakak siap sedia. Tangan kakak juga siap bantu adek apapun itu."

Akesh pun mendekap Tasya. Membuat gadis itu berhenti terisak. "Kalau aku minta sesuatu, apa Kakak bakal ngabulin?"

Tasya melepas pelukan Akesh. Tangannya memegang pundak kakaknya. Menatapnya lekat-lekat.

"Tentu."

Tasya tersenyum. "Ntar aja aku minta sesuatunya. Yang penting Kakak udah janji, kan?"

Sang adik menyodorkan jari kelingkingnya. Tentu saja Akesh menyambutnya.

Ia tak ingin bertanya lebih lanjut jika sang adik enggan berbagi. Dirinya hanya perlu memastikan bahwa Tasya tahu jika ia akan selalu ada untuknya sehingga ia tiak merasa kesepian.

"Adek sana cuci muka sama gosok gigi dulu. Setelah itu tidur."

Tasya menurut. Namun setelah keluar dari kamar mandi, ia masih melihat sang kakak duduk di sofa. Ia pikir kakaknya akan pulang.

"Kakak sama Nala nginep sini ya? Sini bagi selimut, biar Kakak tidur di sofa."

Ketika adiknya dan Nala sudah mendengkur pelan di atas bed, Akesh menyalakan ponselnya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

***

Pukul delapan pagi, Akesh terbangun karena suara Tasya dan Nala beberes sedikit berisik. Ia mengucek-ngucek matanya. Kemudian bangun dan melipat selimut.

"Adek udah mau pulang?"

"Iya Kak, udah terlalu lama di sini. Mama juga udah balik ke rumah."

"Berangkat jam berapa nanti?"

"Jam 11 siang."

"Udah beli tiket pesawatnya?"

"Aku mau nyoba naik kereta."

"Tumben?"

Pasalnya, sejauh ini Tasya tak pernah naik kereta.

"Penasaran aja gimana rasanya. Kata Nala naik kereta itu seru."

Padahal lelaki itu tahu kalau Nala tidak pernah naik kereta seumur hidupnya, namun ia hanya tersenyum mendengar pernyataan itu. Akesh tak menanggapi lagi. Setelah Tasya selesai, ia pergi mandi. Kemudian pukul setengah sembilan mereka turun ke restoran hotel untuk sarapan.

"La, sebelum gue semalem nyampe sini apa Caca cerita sesuatu ke lo?"

"Enggak kok Kak, dia cuma nangis dan gue nemenin di sampingnya."

Kehadiran Caca kembali ke negara ini padahal baru saja beberapa hari balik ke Australia bersama papanya saja sudah aneh. Namun masalah ini tidak bisa ia pecahkan kecuali tanya langsung ke papanya. Mungkin ia harus segera menelepon papanya itu. Untuk sekian lamanya, setelah ia hanya menyimpan nomor papanya saja, tanpa saling bertukar kabar.

Setelah selesai, Akesh dan Nala mengantar adiknya ke stasiun. Kali ini naik mobil Akesh.

"Nanti kalau udah nyampe rumah kabari Kakak, ya."

"Siap, Bos!"

“Jangan lupa telepin gue juga, Ca,” sambar Nala.

Sebelumnya, mereka berhenti di pinggir jalan. Nala membeli banyak jajanan basah untuk bekal adik Akesh itu. Semua yang ia beli belum pernah Caca makan sebelumnya.

1
Bilqies
typo kak
mooty moo: makasih kak🤭
total 1 replies
Bilqies
cemburu nih
Bilqies
semangat terus kak
piyo lika pelicia
1 bunga untuk mu
piyo lika pelicia
hii pacar ku tetanggaku ya kes 🤭
piyo lika pelicia: hhh 😂
mooty moo: wkwk judul sinetron yak
total 2 replies
melting_harmony
Luar biasa
mooty moo: makasih 🌻🌟
total 1 replies
Bilqies
waah rupanya ada benih benih cinta yang muncul nih
mooty moo: yuhuuuu
total 1 replies
Bilqies
suka yang manis aku mah 🤣🤣🤣
mooty moo: eneg kalo kebanyakan kak 😆
total 1 replies
Durrotun Nasihah
/Rose//Rose//Rose/
mooty moo: 🌻🌻🌻🌻🌻
total 1 replies
Bilqies
🌹 untukmu Thor
mooty moo: makasih🌟
total 1 replies
piyo lika pelicia
semangat ☺️
piyo lika pelicia
5 langkah langsung nyampe yaa ☺️😂
piyo lika pelicia
satu bunga untuk kamu
piyo lika pelicia
mengawasi dirinya.
piyo lika pelicia
hhh calon mantu yang baik ☺️😂
Bilqies
lanjut thor
mooty moo: siapppp
total 1 replies
piyo lika pelicia
apa ayah Nala gak setuju ya 😮
piyo lika pelicia
nah kan Akesh 😂
piyo lika pelicia
hh Nala nakal
piyo lika pelicia
sahur 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!