NovelToon NovelToon
Dunia Dalam Mimpi

Dunia Dalam Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Mengubah Takdir
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Lekyusi Dj

Mimpi dan dunia nyata adalah hal yang berbeda. Tetapi bagaimana jika ada dunia di dalam mimpi? Seperti yang dialami oleh Devalina, takdir hidupnya seperti sebuah lelucon. Wanita yang terlahir dengan penuh kesempurnaan, kini harus menemukan letak ketidaksempurnaan dalam hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lekyusi Dj, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 25 BERTEMU KELUARGA BU SUMI

Bu Sumi ke depan lalu menarik Rani yang terjatuh di dekapan Delon.

Aku masih mencoba memahami yang kulihat, aku mulai merasa kesal melihat adegan di hadapanku.

“Dihh apasih Delon, kayaknya dia suka banget nangkep orang. Aku pikir dia hanya begitu padaku, ternyata ke semua perempuan dia lakuin hal yang sama.” Kesalku dalam hati

Suasana menjadi canggung, Bu Sumi meminta maaf kepada Delon dan juga kepada Ayah, Bunda.

“Non, maaf banget atas perlakuan Rani. Ibu bakal marahin dia nanti.” Kata Bu Sumi kepadaku.

“Bu Sumi kenapa minta maaf kepadaku? Lagian Rani tidak salah kok, dia hanya terlalu exited bertemu dengan kami. Jadi dia tidak memperhatikan langkahnya.” Kataku kepada Bu Sumi

Memangnya aku siapanya Delon sampai Bu Sumi meminta maaf kepadaku.

“Iya Kak, tidak apa-apa. Lebih baik coba lihat kondisi Rani mungkin saja ada yang terluka atau kakinya keseleo.” Kata Bunda

“Aku tidak apa-apa Nyonya, maaf karena membuat kalian semua panik.” Kata Rani dengan menyesal.

“Baiklah sayang, lain kali perhatikan langkahmu ya. Jangan karena kamu terlalu bahagia malah tidak memperhatikan di sekelilingmu.” Kata Bunda

Kami masuk ke dalam rumah, aku masih kesal dengan Delon yang terlihat seperti biasa saja.

“Kak, muka kamu kenapa kayak macan tutul gitu?” Tanya Endro

“Enggak” Jawabku singkat

“Kakak kenapa sih? Kok tiba-tiba kayak kesal gitu.” Tanya Endro

“Enggak kenapa-napa.” Jawabku

“Yang bener kak?” Tanyanya lagi

“Dek, jangan kayak Dora yang tanya terus. Udah diam aja, kakak lagi malas ngomong.” Kesalku

“Dihh, dasar cewek.” Kesalnya balik

Aku tidak menggubris omongan Endro, aku malah sibuk memperhatikan Delon yang sedari tadi hanya berbicara dengan Ayah dan Bunda.

“Nyebelin banget sih tu kutub, jelasin kek apa kek. Ini dia malah diam aja.” Kesalku dalam hati

“Maksudnya biar Rani enggak salah paham sama tingkahnya, bisa-bisa Rani salah paham dan baper lagi sama dia. Nanti yang ada Rani jadi korban buaya.” Kataku denial.

Aku mengalihkan perhatianku darinya dan melakukan sesuatu agar *mood-*ku tidak terlalu berantakan.

“Bu Sumi, aku bantu ya.” Kataku menawarkan diri saat melihat Bu Sumi yang sibuk di dapur bersama Rani

“Ehh, enggak usah Non. Udah Non duduk aja di dalam, disini ada Rani yang bisa bantu Ibu.” Kata Bu Sumi menolak.

“Enggak apa-apa Bu, lagian juga aku bosan duduk terus, di mobil juga aku duduk terus.” Kataku kekeh

“Ya sudah kalau begitu, maaf merepotkan Non ya.”

“Enggak lah Bu, aku malah senang direpotin.”

“Ohh ya Bu, Kak Rahma sama Bapak Agus dimana?” Tanyaku

“Abang lagi ngajarin anak-anak Mba, sebentar lagi ada ujian jadi Abang pengen kasih les tambahan untuk mereka. Sedangkan Bapak jam segini masih di kebun, mungkin sebentar lagi Bapak sudah pulang.” Jelas Rani

“Aku jadi enggak sabar ketemu sama kak Rahma, udah berapa tahun enggak ketemu jadi kangen sama kak Rahma.” Kataku exited

Tepat saat itu aku mendengar suara Kak Rahma dan juga Bapak Agus yang memberi salam bersamaan.

“Nak Rahma udah lama kita enggak ketemu sekarang pembawaan diri kamu semakin dewasa ya.” Kata Bunda saat disalimi kak Rahma

“Tidak Nyonya, saya masih begini-begini saja belum ada yang berubah dari saya.” Kata Kak Rahma

Aku bergegas menyiapkan minuman lalu membawanya ke ruang tamu.

“Ehh ternyata ada Non Evalin juga disini.” Kata kak Rahma

“Dihh kak Rahma, siapa Non Evalin? Nama aku tu Devalina bukan Non Evalin.” Kataku

“Tapi-“

“Enggak ada tapi-tapi, mentang-mentang kita ketemunya udah lama kakak jadi lupa nama aku ya.” Kataku berpura-pura merajuk

“Ya sudah, Evalin.” Katanya

“Gitu dong, kakak tau aku udah kangen banget sama kakak. Udah lama banget kita enggak ketemu, biasanya dulu kak Rahma selalu jadi tutorku. Sekarang udah jadi guru aja, emang enggak salah penilainku. Kak Rahma emang

pintar jadi seorang guru.” Kataku memuji

“Kakak hanya menjalankan sesuai dengan kemampuan kakak, disini masih sulit mendapatkan pendidikan. Jadi kakak sebisa mungkin menyalurkan ilmu yang kakak punya untuk anak-anak desa, agar mereka juga bisa bersaing dengan anak-anak kota.” Jelas kak Rahma

“Mulia banget keinginan kak Rahma, kakak tau kan aku selalu menjadi fans nomor satu kakak.” Kataku dengan sungguh-sungguh.

“Ada-ada saja kamu, lagian kakak yakin sekarang kamu lebih pintar dari kakak. Kakak dengar kamu masuk di kampus impian kamu ya?”

“Iya gitu deh, ini juga berkat kakak. Kalau misalnya kakak dulu enggak ngajarin aku, mana mampu aku bersaing dengan orang-orang yang otaknya lebih encer dari aku.” Kataku

“Kamu selalu gitu, padahal kamu emang pintar dari dulu tapi enggak pernah mengakui itu.” Kata kak Rahma

Aku mendengar deheman dari Bunda.

“Kenapa Bun?” Tanyaku

“Kirain kalian enggak lihat kita disini, dari tadi kayaknya kalian hanya fokus ngobrol berdua aja.” Sindir Bunda

“Hehehehe, maklum Bun aku udah lama enggak ketemu kak Rahma.” Kataku sambil menyengir

“Iya deh iya, tapi pembicaraan kalian berdua harus terpotong sekarang. Minuman depan kalian bisa aja jadi dingin karena kalian aggurin.” Kata Bunda

Kami mendengar perkataan Bunda dan berhenti mengobrol lalu mulai menghabiskan sajian yang dibuatkan Rani.

“Enak banget Ran kue yang kamu buat, kayaknya kamu cocok kalau belajar buat kue.” Kataku

“Bunda setuju, nak Rani sebaiknya ambil jurusan masak aja nanti biar bisa ngembangin bakat buat kuenya.” Sambung Bunda

“Makasih banyak nyonya, Mba tapi Rani belum kepikiran sampai disana. Lagian Rani masih SMA, jadi masih fokus belajar dulu aja.” Katanya

“Bagus kalau kamu mau fokus belajar, tapi enggak ada salahnya kan kalau kamu bisa ngembangin bakat kamu. Aku yakin kamu pasti bisa jadi koki yang hebat.” Kataku meyakinkan Rani

Rani tampak sedang berpikir, kelihatan ada raut bimbang di wajahnya.

“Nak Rani tidak usah khawatir soal biaya, selama itu untuk ngembangin kemampuan Nak Rani saya bisa bantu membiayai semuanya.” Kata Ayah

Aku tersenyum bahagia mendengar yang dikatakan Ayah.

“Tidak Tuan, kami sudah berhutang budi banyak dengan keluarga Tuan. Kami tidak ingin membebani Tuan lagi.” Kata Bapak Agus

“Jangan merasa kalian membebani saya, ini juga saya lakukan karena kalian sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Jadi Rani juga menjadi tanggung jawab saya, Bapak Agus tidak usah merasa terbebani seperti itu. Keluarga Bapak juga sudah berjasa untuk keluarga saya, jadi kita sudah sewajarnya saling membantu.” Jelas Ayah

Aku bangga mendengar yang dikatakan Ayah, memang begitulah yang aku harapkan. Ayah selalu menjadi panutanku.

“Terimakasih banyak Tuan.” Kata Bapak Agus

“Jadi Nak Rani, saat ini jangan terlalu dipikirkan ya,  kamu fokus saja dengan sekolah kamu. Jika memang nanti kamu sudah memutuskan bisa langsung memberi tau Bu Sumi agar nanti bisa disampaikan ke saya.” Kata Ayah

“Iya Tuan, terimakasih banyak.” Kata Rami

Kami menghabiskan waktu cukup lama sampai makan malam tiba. Setelah selesai makan malam, Ayah dan Bunda memutuskan untuk beristirahat karena perjalanan yang membuat keduanya kelelahan. Begitu pula dengan Bu Sumi

dan Bapak Agus, mereka juga sudah beristirahat menyisahkan kami anak-anak muda yang masih duduk di ruang tamu.

“Rani masuk kamar duluan ya mba, masih ada tugas dari sekolah yang perlu Rani kerjakan.” Kata Rani berpamitan.

“Aku juga udah ngantuk kak, tadi di mobil aku enggak bisa tidur.” Kata Endro

“Ayo kak Rahma antarkan kamu ke kamar kakak, kakak juga masih ada kerjaan yang harus kakak selesaikan.” Ajak kak Rama

Endro hanya mengangguk, dia tidak ada tenaga lagi untuk menjawab.

Aku memutuskan keluar rumah dan duduk di teras sambil menikmati pemandangan malam ala perdesaan yang sangat berbeda dengan yang di kota.

“Tenang banget disini, aku pengen lebih lama disini, bisa merasakan ketenangan ini.” Gumamku

Aku merasakan ada sesuatu di bahuku dan kulihat Delon sedang memakaikan kain ke bahuku. Aku memasang wajah kebingungan melihat tingkahnya.

“Angin malam tidak bagus untuk kesehatan.” Katanya lalu dia duduk di kursi sebelahku.

“Makasih, tapi sebenarnya kamu tidak perlu melakukan ini.” Kataku

“Itu dari Bang Rahma, dia yang nyuruh saya kasih kainnya ke kamu.” Katanya

“Ohh, aku pikir ini inisiatif kamu sendiri.” Gumamku kecil.

“Kenapa?” Tanya Delon

“Tidak apa-apa.”

“Kenapa kamu mau ikut bersama kami kesini?” Tanyaku memecah keheningan

“Pak Tomi yang meminta tolong kepada saya menggantikan Mang Dadang mengantar kalian.” Jawabnya

“Tapi kamu kan bisa menolaknya, apalagi kamu juga baru kenal dengan Ayah, atau jangan-jangan kamu sengaja mau karena pengen dapat kepercayaan Ayah kan?” Tanyaku curiga

“Berpikirlah sesukamu, saya tidak akan menjawabnya.” Katanya dingin

“Ya kalau kamu jawab kayak gitu makin yakin saya kalau kamu emang lagi cari muka aja sama Ayah.” Kataku mulai kesal.

Dia tidak menjawab pertanyaanku, dia malah fokus memandangi langit.

“Tidak usah curiga dengan saya, sebaiknya kamu lihat ke langit.” Katanya tidak memalingkan wajahnya.

Aku menggerutu kesal padanya tapi tetap menuruti perkataannya.

Aku takjub melihat pemandangan indah di langit. Lihatlah bulan yang berkilau menerangi lautan awan yang bersembunyi di balik gelapnya malam.

“Wahh, ini indah sekali.”

Aku terpesona melihat langit dan tanpa sadar menyunggingkan senyumku.

“Langit memang indah tapi kamu lebih indah.”

1
Ayang
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!