Istri Kecil Tuan Jonathan

"Aku juga tidak tahu, Nay," jawab Jonathan jujur. "Tapi yang jelas, aku tidak merasa terganggu denganmu seperti awal-awal pertemuan kita."

"Mungkin karena kita sudah menikah dan tidur di tempat tidur yang sama, aku menjadi terbiasa dengan kehadiranmu di hidupku. Aku juga merasa bertanggung jawab atas dirimu. Karena itu, jika aku melarang mu melakukan sesuatu, itu adalah salah satu bentuk kepedulian kepadamu."

"Kamu sendiri?" tanya Jonathan balik. "Bagaimana perasaanmu kepadaku saat ini?"

"Aku juga tidak tahu," jawab Nayla. "Yang jelas, Kak Jo tetap saja orang yang dingin seperti kulkas sepuluh pintu dan menyebalkan karena sudah menggodaku."

"Hahaha," tawa Jonathan pecah membuat Nayla menatapnya dengan tatapan heran.

"Aku sedang mengatai mu, Kak Jo, bukan memujimu. Kenapa kamu malah tertawa seperti itu?"

"Perkataanmu yang membuatku tertawa," ucap Jonathan.

"Kak Jo benar-benar hebat dalam membuat orang lain menjadi kesal," ucap Nayla yang kemudian menyingkirkan tangan Jonathan yang sedang berada di tubuhnya.

Setelah itu, Nayla langsung melangkahkan kakinya dan pergi memasuki kamar mandi. Bukannya khawatir, Jonathan malah tersenyum seperti orang g*la.

"Sepertinya aku sudah tidak waras lagi. Entah kenapa, sejak aku menikah dengan wanita itu, aku jadi sering tertawa tidak jelas sendiri," ucap Jonathan bermonolog seraya menggelengkan kepalanya.

"Sepertinya aku harus segera memeriksakan diriku ke dokter kejiwaan. Jangan sampai jiwaku terganggu dan benar-benar menjadi gila."

"Dasar pria kulkas 10 pintu. Bisa-bisanya dia membuatku kesal setiap hari," omel Nayla didalam mandi.

"Saat aku berbicara serius, dia malah menganggapnya seperti lelucon. Awas saja. Aku tidak akan mau lagi berbicara dengan kulkas 10 pintu itu."

"Enak saja dia mau menghamiliku padahal dia selalu membuatku kesal. Jangan harap aku mau dit*duri olehnya. Hamil saja sana sendiri. Memangnya dia pikir, hamil itu gampang."

Setelah puas mengomel, Nayla pun akhirnya membersihkan dirinya. Ketika keluar, terlihat Jonathan yang sedang menatap layar ponselnya. Tanpa memperdulikan Jonathan, Nayla langsung berjalan ke arah walk in closed.

"Dia saja sibuk sendiri. Bagaimana bisa aku mencintainya kalau dia saja tidak bisa meluangkan waktunya untukku. Dasar kulkas 10 pintu!" Nayla kembali mengomel.

"Nay," panggil Jonathan yang ternyata menyusul Nayla ke walk in closed.

"Tolong pikirkanlah permintaanku tadi. Aku janji, aku akan berusaha untuk menjadi suami yang lebih baik lagi untukmu."

"Hem," jawab Nayla dengan malas.

"Apa dia benar-benar serius ingin memiliki anak denganku?" tanya Nayla bermonolog ketika Jonathan pergi dari sana.

"Tapi, kasihan juga dengan Kakek. Bagaimana kalau hanya karena anak penyakit Kakek menjadi lebih parah?"

"Tapi, apa aku bisa mengurus anak saat ini? Apa aku bisa menyerahkan diriku kepada pria kulkas 10 pintu itu?"

"Bagaimana ini? Kenapa rasanya aku akan serba salah? Apa yang harus aku lakukan?"

Kini, Jonathan dan Nayla sedang berada di ruang makan seraya menikmati sarapan mereka.

"Kak, apa Kakak yakin kalau Kakak bisa mencintaiku nantinya?" tanya Nayla setelah keduanya menghabiskan sarapan mereka.

"Aku akan berusaha, Nay," jawab Jonathan. "Walaupun kemungkinan terburuknya tidak, tapi aku akan tetap memperlakukanmu sebagai seorang istri. Aku akan tetap menjalankan semua kewajibanku sebagai seorang suami."

"Benarkan? Apa Kakak janji kalau Kakak tidak akan selingkuh di belakangku? Apa Kakak janji kalau Kakak tidak akan membuangku setelah berhasil menikmati tubuhku? tanya Nayla lagi.

"Kakak janji, Nay," jawab Jonathan dalam mode serius.

"Baiklah," ucap Nayla memutuskan seraya mengeluarkan air matanya. "Aku akan mengizinkan Kakak melakukannya. Aku melakukannya hanya karena Kakek, bukan karena Kakak."

"Tapi, aku ingin Kakak memenuhi beberapa persyaratanku. Apa Kakak bisa?"

"Katakan saja apa persyaratanmu," jawab Jonathan. "Jika aku bisa, aku pasti akan menurutinya."