NovelToon NovelToon
Jodoh Setelah Hijrah

Jodoh Setelah Hijrah

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:10.9k
Nilai: 5
Nama Author: As Cempreng

Ana Arista, gadis berusia 22 tahun yang hijrah dengan mulai memakai hijab. Namun, dia harus menerima kenyataan pahit saat pernikahannya dibatalkan dua minggu sebelum pernikahannya, karena alasan hijabnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon As Cempreng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Tiga jam kemudian Hamdan dipindahkan ke ICU, setelah umi lebih dulu masuk ruang itu, kini gantian Anna. Abi sepertinya tak pake baju dan hanya diselimuti.

Di tengah suara monitor dan suhu yang membuat menggigil walaupun dia memakai pakaian tebal, tetapi seolah-olah dirinya terperangkap di dalam chiller.

Anna memperhatikan perban di bawah pu+in9 kiri abi. Sepertinya perban melintang itu yang mengarah sampai ke bawah ketiak adalah lokasi pembedahannya.

Dia berlutut. Kepalanya condong ke bahu Abi dan tetap menjaga jarak. Tangannya gemetaran saat memegangi pinggiran besi ranjang, takut menyentuh abi. Walaupun memakai sarung tangan, penutup kepala dan jas plastik tetapi tetap takut bila ia masih membawa kuman dan mempengaruhi kondisi abi.

"Abi ... Anna di sini. Semangat ya! Anna sayang Abi," katanya gemetar. Ia mendengar suara nafas berat dari selang ventilator yang tertanam di mulut abi.

Anna masih menatap bingung. Ada dua kantong mengembung, yang ujung selangnya terhubung ke bagian kiri tubuh Abi, di sekitar perban. Satunya berisi sedikit cairan keruh. Satunya hanya seperti pelampung kosong.

"Egh, Anna menerima Bang Azzam, tolong Abi semangat sembuh. Nanti Abi yang bilang ke Bang Azzam kalau Anna itu sudah nggak sabar ingin menjadi istri Bang Azzam. Cepet Abi bangun dong."

Anna menggigit bibir bawah dan menghapus air matanya. Ia sakit teringat Mas Alam. Ia tak mau bila abi berpikir dia masih memikirkan Mas Alam. Ia ingin abi berpikir bahwa dia telah move on. Anna menarik nafas dalam-dalam, bau disinfektan. Masih tercium dari balik masker dan chadarnya.

"Anna minta maaf Abi?" rintihnya dengan mata berkaca-kaca. "Kalau semua ini mungkin gara-gara Anna. Abi harus cepat sembuh ya? Anna sakit kalau lihat Abi begini. Harusnya Anna saja yang menggantikan posisi Abi."

Anna keluar dari ruang ICU dengan satu tangan memegangi dadanya yang begitu sakit. Tangan lain mengelap kelembaban di matanya hingga sarung tangan silikon itu basah. Dia duduk di tempat tunggu dari situ ada sekat kaca hingga dia bisa melihat ke ranjang yang diditiduri Abi.

"Ya Qohhaar, Ya Qoharr," batin Anna, ingin menghilangkan sesak di dadanya. Ia mengerakkan jemarinya pada biji tasbih. Sementara matanya melirik ke sebelah pada seorang ibu yang tertidur juga sama menunggu keluarganya. Ruang ICU itu berisi dua pasien TBC.

Sementara itu Damar terjaga karena suara decitan besi. "Mau kemana Bu Sarah?"

"Ke Masjid."

Damar melirik jam 2 pagi. Dia melirik Azzam yang masih tidur di sebelahnya dengan kepala terkantuk-kantuk sepertinya saking capeknya sampai suara kursi saja tak mampu membangunkannya.

Langsung Damar bangun dengan hati-hati lalu menyusul umi. "Saya ikut, Bu. Damar mau tahajud juga."

*

Ketika Azzam terjaga karena mendengar suara adzan subuh, dia bingung karena tidak ada siapapun di lorong. "Loh? Mana umi dan Damar!"

Suara pintu ICU terdengar berdecit ketika Azzam sudah berjalan menjauh, ia menoleh dan mendapati Anna keluar dari sana dengan celingak-celinguk.

"Mana umi, Abang?" Anna mulai berjalan beriringan dengan Azzam.

"Loh, bukannya umi di dalam sama kamu? Abang ini baru bangun tidur dan tahu-tahu tidak ada siapapun."

"Aaa, apa udah di masjid ya?"

"Mungkin. Nna, Abang mau ambil tabung di mobil. Kamu mau kemana?"

"Anna ke masjid, sekalian ngeluarin sampel dahak." Anna tersenyum dari balik cadarnya teringat kemarin saat pemuda itu mengantarkannya ke laborat.

Azzam mengantar Anna ke masjid, setelah itu dia sedikit berlari ke mobilnya. Dia berusaha mengeluarkan dahak di mobil, tetapi dia kan tidak batuk.

Akhirnya, Azzam kembali ke masjid dan kebetulan sebelum wudhu saat dia ngos-ngosan, ia bisa mengeluarkan sebuah gumpalan dari tenggorokannya. Dia meludah ke tabung mini bertuliskan pagi. Entahlah ... liurnya kental berbusa tetapi bening, sedikit sekali dahaknya. Lagipula dia merasa sehat.

Lekas Azzam menyimpan kotak dahaknya di dalam dompet besar LV berwarna krem. Ia berwudhu dan masuk ke dalam masjid.

"Kamu tidak membangunkan aku, Mar?" Tanya Azzam saat Iqomah berkumandang.

"Tadinya aku berencana ke toilet. Tapi kepikir tahajud, ya sudah nunggu di sini sampai subuh." Damar memperbaiki posisi masker sambil menatap lurus ke sajadah.

Selesai sholat subuh, Damar keluar lebih dulu. Dia melihat Anna yang berjalan ke arah sandal. Ia celingak-celinguk dengan jantung berdebar lalu menghampiri Anna. "Ann, ini kartu perdana ada tiga."

Anna berpaling dari sandal jepit yang baru dipakainya, lalu menerima uluran plastik putih. Dilirik ke dalam plastik ada tiga kartu perdana bersampul kuning.

"Eh kamu beli kapan? Kan, kemarin aku bilang akan pilih nomor sendiri, tetapi ya sudah nggak apa-apa! Jadi berapa totalnya?"

"75 Ribu, tetapi nggak usah Anna!"

"Ih! Damar nggak boleh gitu? Kemarin kamu yang bayar makananku dan umi lho!" Anna membuka tasnya dan menyobek amplop dari Bu RT. Ada uang 200 ribu. Di ambil satu lembaran merah. "Ini tolong terima sekalian bayar makanan semalam aku dan umi."

Damar mengeluarkan dompetnya dan menerima uangnya. Ia tak mau membuat Anna marah padahal sejatinya dia sendiri ikhlas. "Kamu mau kemana?"

"Disuruh umi beli sarapan."

"Ayo, aku antar!"

Sekepergian Anna dan Damar, Azzam bangkit dari duduknya. Dia celingak-celinguk ke dalam masjid. Asli dia jengkel karena Damar setiap pergi tidak pernah memberitahunya. Dia keluar dari masjid dan bibirnya mengkerut karena tidak mendapati sandal Anna dan umi.

*

"Ndok, uangmu tinggal berapa?" Tanya Sarah saat Damar menjauh karena terima telepon. Dia melihat empat bungkus nasi di dalam plastik.

"Tinggal .. "Anna membuka tas dan mulai menghitung uang dari Bu Rini dan Bu RT. "Sisa 85 sama 100. Jadi, 185?" Dia melirik uminya yang memegangi uang 120 lalu uminya garuk-garuk kepala dengan alis berkerut. "Umi?"

"Umi malu, Na. Umi nggak mau pinjam uang ke orang. Kamu pulang saja biar umi tetap di sini. Kamu bisa jualan nasi bungkus di pasar nggak? Uangnya kudu kita puterin. Eh, siapa tahu kalau kamu di rumah nanti Bu Haji datang dan butuh tenaga. Kamu bisa gantiin ibu dulu kan?"

Anna mengangguk dengan tatapan kasihan. "Anna nurut saja, tetapi Anna belum pernah jualan nasi bungkus, Umi?"

"Hm, ya sudah, yang penting kamu di rumah saja. Uangnya diirit-irit ya? Yang 100 ini, Umi pinjam dulu boleh kan?"

"Ih, itu juga uang Umi kenapa pakai pinjam." Anna menyerahkan uang pemberian Bu RT.

Dari kejauhan Damar memutuskan panggilan dan melihat kebingungan di wajah dua perempuan itu. Tatapannya meredup saat melihat Anna menatap uang dengan penuh arti saat akan dimasukkan ke dompet.

"Mar!" Azzam menarik tangan Damar. Dia mengajaknya duduk di kursi terdekat. "Bukannya nanti kalau Pak Hamdan pulang, harus diisolasi? Sedangkan kamar di rumah mereka hanya satu. Ayo, bantu aku cari kontrakan dengan rumah minimal dua kamar!"

"Kontrakan? Tapi umi mana setuju!?"

"Kalau masalah biaya biar aku?"

"Mana bisa, memang kamu siapanya mereka? Keluarga bukan! Lagian aku yakin umi menolak, apalagi Pak Hamdan yang orangnya paling sungkan dan pemalu. "

"Ini situasinya berbeda, Mar? Kita harus membantu agar mereka bisa memahami apa ini TBC. Apa kamu tidak kasian, atau kemarin sewaktu mereka di rumah tidur bertiga dalam satu kamar? Kasurnya saja kecil. Kalau Anna tertular gimana?"

Damar terdiam membenarkan ucapan Azzam. "Emm. Kalau begitu kita patungan!" Damar sendiri agak was-was dengan tabungannya sendiri.

"Sudah saya saja yang bayar! Pak Hamdan bisa kembali ke rumahnya sendiri kalau batuknya nanti sudah tidak menular. Bukankah 3 minggu ini waktu genting? Kita harus memantau mereka, belum lagi kalau nanti hasil kondisi terburuknya kalau sampai hasil tes dari umi dan Anna adalah TB Aktif? Kamu juga belum tahu hasilmu kan? Kalau aku si sudah vaksin TB, aku aman."

Damar mengelus dagunya dengan posisi membungkuk. "Aku mau tapi kita patungan. Aku tidak mau kamu membuat Anna bergantung padamu? Lalu kamu memanfaatkan itu untuk mendesak Anna agar menerima lamaranmu. Lagi pula kita tetap harus mendapat persetujuan dari mereka."

Azzam mengangguk setuju. "Tapi, kita cari nanti siang ya?"

Setelah Damar mengangguk, mereka menghampiri dua orang wanita itu.

Nasi bungkus yang dibeli Damar dibagikan, mereka makan dengan pikiran yang sibuk berkelana.

Setelah selesai makan, mereka berempat bergantian ke kamar mandi terdekat untuk mengeluarkan dahak sewaktu.

Pandangan Sarah terlihat semakin banyak beban setelah Damar dan Azzam menyampaikan niat baiknya, sampai Sarah minta waktu karena biar abi sendiri yang memutuskannya apa akan pindah kontrakan.

Anna mau tak mau ikut pulang dengan kedua laki-laki itu, dia harus menghemat uang. Setelah menyerahkan sampel dahak pagi dan sewaktu ke laborat, mereka bertiga ke parkiran.

"Anna, naik mobilku," pinta Damar terdengar terluka saat mereka berhenti di antara mobil box milik Damar dan mobil sedan sewaan Azzam.

"Mobilku saja ya?" Mata hitam jelaga Azzam melebar. Dia bergidik karena kejadian kemarin saat mereka begitu dekat.

Anna menggigit bibir bawah dalam kebingungan. Ia trauma naik mobil Damar setelah tadi malam yang menakutkan, tetapi dengan Bang Azzam, juga rasanya juga sulit bernafas karena kegugupannya.

"Anna!"

Mereka bertiga menoleh ke sudut parkiran.

1
Widi Widurai
kaya tau kisah inii.. tp dicritain siapa y 🤔
S. M yanie
semangat kak..
S. M yanie: sama sama kak, saling mendukung yah, karna aku baru belajar.
As Cempreng tikttok @adeas50: terimakasih kak yanie🙏 kakak juga semangat
total 2 replies
LatifahEr
Nyesek, Thor 😥
As Cempreng tikttok @adeas50: igh igk/Sob/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!