"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TOKOH BUNGA MILIK ZIA
...RINTIK HUJAN
...
Zia sedari tadi tak heti-hentinya tersenyum, hari ini tokoh bunga milik wanita tua itu resmi menjadi miliknya. Tokohnya pun segera dibenahi sedikit oleh suruhan Darren.
“Kau senang?” Tanya Darren. Menatap dari samping Zia yang tak pernah melunturkan senyumnya.
Zia mengangguk semangat, mengangkat sebelah tangan yang digenggam oleh Darren. “Senang banget mas, terimakasih banyak yah.” Ucapan tulus Zia.
Darren mengacak kepala Zia yang tertutup hijab itu, sangat gemas dengan istri kecilnya. “Mulai besok kamu sudah boleh buka tokoh bunganya, jika butuh sesuatu bilang ke saya.” Tutur Darren.
Darren sebenarnya tak mau jika Zia membuka tokoh bunga, lebih menyukai Zia dirumah yang menyambutnya pulang bekerja, membuatkan makanan enak dan masih banyak lagi.
Tapi, setelah dipikir-pikir lagi. Zia pati bosan dirumah saja, jadi dia memberi izin untuk membuka usaha tokoh bunga ini.
“Siap pak bos!” Zia memberi hormat pada Darren.
Darren tersenyum, entah sudah berapa kali dirinya tersenyum hanya melihat Zia seperti ini.
“Sekarang mau kemana? Saya harus keperusahaan.” Ujar Darren. Bisa-bisa Nando marah lagi padanya karena melewatkan meeting pagi ini.
“Mas Darren berangkat ajah, aku masih mau disini. Masih mau liat-liat mereke ngedekor, nanti aku bisa komplein kalau ada masalah. Heheh.”
“Kau ini, benar tidak apa-apa? Nanti pulangnya?”
“Gampang mas, sekarang mending mas Darren berangkat. Nanti Nando marah lagi.”
Nando memang sering marah pada Darren jika Darren melewatkan jam meetingnya, hanya waktu seperti ini saja Nando berani marah kepada Darren. Darren jelas diam saat Nando marah kepadanya, karena jelas dia yang salah karena terlambat.
“Baik lah, saya duluan. Jika butuh sesuatu hubungi saya, oke?”
“Oke mas!”
Darren mengecup lama kening Zia, suatu kebiasaan yang harus dia lakukan.
Cup
“Saya pamit, assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salaam mas, hati-hati yah.”
“Baik.”
Setelah itu Darren meninggalkan Zia bersama tiga orang yang dipercaya Darren untuk merenovasi sedikit tokoh ini.
Dari kejauhan, seorang yang melihat semua itu mengepal kuat tangannya.
“Kalau gue ngak bisa. Darren juga ngak bisa milikin lo Zia!”
***
Nando menatap bosnya jengah, menatap arlojinnya lalu menatap kembali Darren yang tengah bersiap-siap untuk meeting.
“Anda telat hampir sepuluh menit pak, dan mereka sudah lama menunggu anda.”
Darren mengangguk. “Saya tau Nando, saya harus menemani istrinya dulu. Makanya saya telat.”
Nando mendengus, hanya disaat seperti ini dia tak takut pada Darren. “Anda punya handphonekan? Kenapa tidak memberi kabar di room chet karyawan jika anda mengulur waktu?”
“Saya dari semalam sibuk Nando, sampai pagi ini pun saya belum pegang handphone saya.”
“Alasan saja.”
Darren menatap tajam Nando, namun Nando abai. Hanya Nando saja yang mampu berkata seperti itu.
“Cepat pak, jangan menambah waktu lagi.” Nando berjalan menghampiri Darren, lalu merampas dasi yang belum dipasang itu.
Zia tak sempat membantunya memasang dasi itu, karena terlalu semangat untuk melihat tokoh yang baru saja dibelinya.
“Ngak usah pake dasinya, nanti ajah.” Lanjutnya. Menyimpan dasi itu dimeja Darren, lalu mempersilahkan Darren berjalan duluan. Lalu dia mengekor.
“Sabar Darren.”
Melinda baru saja menyelesaikan pemotretannya, saat ini dia sibuk dengan ponselnya. Sedikit kesal karena Darren tak memberinya kabar atau hanya sekedar melihat pesannya.
“Kemana sih dia?” Kesalnya.
“Mel, lo udah liat berita?” Itu Winda. Sahabat satu-satunya Melinda yang selalu mengekorinya kemana pun.
Melinda menatap Windi. “Berita apaan? Gue sibuk, jadi ngak sempat liat.”
“Buset! Lo harus liat, lo digosipin banyak media karena lo keciduk jalan bareng pengusaha tajir Mel!”
“Ya bagus dong.”
Ya itu bagus untuk Melinda, namun tak baik untuk Zia dan mungkin juga Darren?
“Gue ngak nyangka, lo bakalan balik ke mantan lo yang udah tajir.”
“Hahah! Gue emang hebat.”
“Tapi? Siapa yang ngajak balikan dulu? Lo atau dia?”
Windi jelas bagaimana kisah cinta Melinda di masah lalunya, tahu juga tentang Darren yang menjadi mantan Melinda.
“Jelas dia, gue sebenarnya ngak nyangka ajah dia masih cinta ke gue. Padahal, gue yang ninggalin dia duluan dan udah maki-maki dia.”
Windi mengangguk setujuh. “Jadi, lo masih cinta ngak ke dia?”
Lama Melinda berfikir, lalu. “Jelas ngak, gue cuman mau porotin dia doang. Tapi kita liat ajah kedepannya nanti.”
“Hahah! Lo emang ngak tahu dirinya.”
***
Setelah meeting. Darren mendapat kabar dari Antoni yang mengatakan kepada agar segera melihat berita terkini, tanpa pikir panjang Darren mengecek di komputernya.
Lalu.
“Sial! Bagaimana bisa ini sampai kemedia?”
Berita pagi ini, dikabarkan Melinda model cantik yang tak pernah terdengar menggandeng sosok laki-laki yang diketahui berinisial DA pengusaha sukses diusia mudah. Mereka terlihat menghabiskan waktu makan siang disalah satu restaurant mewah.
Berita itu juga menampilkan foto dirinya yang menggandeng mesra Melinda, namun itu hanya dari sisi Melinda saja. Gambar itu hanya memotret dari sisi Melinda, dirinya tak begitu jelas dalam gambar itu. Namun dia tetap takut.
Takut dengan ayahnya.
Darren mengusap kasar wajahnya, walaupun Zia jarang bermain ponsel dia tetap takut. Zia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membawa novel dan buka tebal yang Darren sendiri tahu itu.
Lalu ayahnya. Aron pasti marah besar kepadanya jika mengetahui sifat brengsek anaknya ini, lalu bundanya? Jelas pasti melebihi murka ayahnya.
Namun dia harus bagaimana? Dia masih mencintai Melinda, namanya masih memiliki tempat dalam hatinya. Lalu Zia? Dia merasakan kenyamanan saat bersama istrinya, menjahili istrinya, senyum dan suara lembutnya membuat dia merasa nyaman.
Egois memang. Jika memilih melepaskan salah satunya, dia tak memilih siapapun. Zia adalah orang baru dalam hidupnya, sekaligus adalah istrinya. Lalu Melinda adalah mantan masa lalunya yang masih memiliki tempat dalam ruang hatinya.
“Sayang.”
Darren tersadar dari lamunannya. Itu Melinda yang datang dengan gaya glamornya, tanpa tahu malu Melinda duduk di pangkuan Darren. Memeluk Darren manja.
“Melinda, duduk benar.” Ujar Darren. Dia sedikit tak nyaman dengan posisi ini.
Melinda menggeleng kuat. “Ngak! Kamu keman semalam? Pesan aku ngak kamu balas? Telpon aku juga ngak kamu angkat, kamu kemana?” Cecar Melinda.
Darren bernafas dengan kasar. “Saya sibuk Melinda, saya tidak punya waktu untuk.”
“Karena istri kamu? Iya?” Sela Melinda. Segera bangkit, lalu berdiri menatap tajam Darren.
Darren tentu kaget, darimana Melinda mengetahuinya?
“Kenapa kamu kaget? Aku tahu kamu udah nikah, jadi ngak usah kaget gitu.” Lanjutnya.
“Dari mana kamu tahu?” Tanya Darren dingin. Menatap dingin Melinda.
“Kamu ngak perlu tahu aku tahu dari mana, aku mau kamu pisah dari istri kamu itu!”
Brak
“Jaga mulut kamu!” Darren memukul meja didepannya.
Melinda tak takut, dengan berani menatap balik Darren. “Kamu belain dia? Aku mau kamu pisah secepatnya dari dia, aku ngak mau sampai media tahu kalau kamu itu udah nikah dan aku ngak mau dicap jadi orang ketiga.”
Kau memang jelas orang ketiga Melinda, butuh cermin besar?
“Tidak semudah itu Melinda.” Ujar Darren. Darren tahu rasa khawatir Melinda, dia seorang wanita berkarir. Jika ada berita miring mengenai dirinya, reputasinya bisa rusak.
“Kenapa? Tinggal kamu talak dia, segampang itukan? Atau jangan-jangan kamu udah suka ke dia?” Cecar Melinda.
Darren tak habis pikir dengan ucapan Melinda yang seteng itu. Menalak Zia memanglah mudah baginya, banyak alasan yang bisa dia gunakan untuk menjelaskan kepada kedua orang tuanya dan juga mertuanya. Tapi sekali lagi, tak semudah itu.
Kenapa?
Dia mulai nyaman dengan kehadiran Zia dalam hidupnya.
“Atau kamu emang cuman main-main dengan hubung ini?” Tanya Melinda lagi. Semakin memojokkan Darren.
Darren mengusap wajahnya kasar, lalu menatap dalam Melinda. “Saya bukan orang yang menghabiskan waktu untuk itu Melinda.” Jawabnya dengan tegas.
“Bagus, aku tunggu kabar secepatnya kamu pisah dari wanita sok suci itu.” Ucap Melinda. Meninggalkan Darren dalam ruangan yang tiba-tiba saja panas.
Darren menatap punggung itu menghilang dari balik pintu, mendudukkan kembali tubuhnya. Membuka satu-persatu kancing kemejanya hingga dia merasa lebih baik.
“Pisah dari Zia? Bahkan pernikahan ini jelang tiga bulan.” Ujar Darren pelan. Membuka dompetnya, menatap foto ukuran 3x4. Itu Zia dengan seragam sekolahnya.
“Bahkan saya masih menorehkan luka padanya, luka yang mungkin saja belum kering.”
Darren ingin egosi, ingin mempertahankan keduanya.
di lanjut Thor,,, penasaran 🤔
moga Darren cepat menyadari nya🤔🤭🤲
lanjut Thor. ku ingin si Darren hancur,, udah menyia yia kan berlian
yakinlah Lo bakalan nyesel Darren,,,
bikin tuan arogan bertekuk lutut 💪👍🏻😍