Camaraderie berarti rasa saling percaya dan persahabatan diantara orang-orang yang menghabiskan banyak waktu bersama.
Seperti halnya dengan dua anak manusia yang bertemu dan berteman sejak mereka kecil, namun karena tuntutan pekerjaan orang tua, mereka harus terpisah.
Mereka percaya bahwa dikemudian hari mereka akan bertemu dan bersama kembali, entah sebagai teman bermain seperti dulu atau sebagai teman hidup di masa depan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Muntea
Pekan depan akan dilaksanakan ulangan semester. Sudah sejak dua hari yang lalu Altair dan Ara pusing melihat anak-anaknya sibuk belajar, padahal itu adalah hal yang baik menurut orang lain.
"Saya sudah menelpon Air, meminta agar ia datang menjemput Ale dan membawa Ale liburan. Untuk twins, mas akan mengajak mereka ke lomba menembak di kodam." beritahu Altair.
"Kayaknya senang banget lihat anaknya dekat dengan Air." ledek Ara.
"Lebih baik sama Air kan daripada Gentayangan itu." Altair mencium pipi istrinya setelah mengatakan hal tadi.
"Modus terus. Udah tua juga."
"Dih, baru 42 yah."
Mereka berdua sudah kehabisan cara untuk mengambil alih fokus anak-anak mereka, jadilah Altair memilih cara yang tak biasa ini untuk membuat anak-anaknya me-rileks-kan pikiran.
"Kak, ada kak Air di depan." beritahu Ara saat Air sudah berada di teras rumahnya dan bercakap-cakap dengan Altair.
"Hah? Kak Air ngapain di sini?" heran Ale.
"Gak tahu, mama. Papa hanya minta mama untuk panggil kakak."
Ale lalu berdiri dan berjalan ke teras rumah.
"Ada apa, pa?" tanya Ale.
"Ini kak Air katanya mau ajak kakak jalan-jalan."
"Kakak sedang belajar, pa"
"Gak boleh lho nolak permintaan orang lain, apalagi orangnya juga sedang di rumah. Sana yah siap-siap."
Ale mengangguk pasrah dan kembali memasuki rumah.
"lihat sendiri kan gimana anak om?"
"Iya, om."
"Maaf yah sudah repotin kamu, padahal hari libur ini."
"Nggak masalah, om. Saya juga ada hal yang mau dibicarakan dengan Ale, belakangan ini diajak bertemu tapi Ale sibuk." ringis Air.
Air tidak perlu menunggu lama hari ini, sebab Ale bisa bersiap-siap ala tentara, hasil didikan Altair tentu saja.
"Hati-hati yah sayang. Belajarnya nanti lagi." Ara mencium kedua pipi anaknya.
"Have fun " Altair juga ikut mengecup kening anaknya.
"Bye-bye papa, mama."
"Pamit, om, Tante." ucap Air.
"Dasar anak muda, tahu aja cara ngambil hati orang tua." gumam Ara saat melihat Porsche Carrera yang dikendarai oleh Air.
"Heh, gak mempan itu. Kamu jangan mudah luluh yah, sejauh ini saya menganggap mereka hanya berteman." Altair menimpali.
"Mas ini gimana sih? Plin-plan sekali. Tadi aja hubungin anak orang. Terus katanya juga tadi mending anaknya sama Air saja."
"Gak sekarang, Ra. Anak aku masih kecil itu." judes Air.
"Dih."
Altair mencubit pelan kedua pipi istrinya sebelum berlari memasuki rumah.
Sementara di jalan, terjadi keheningan sepanjang jalan. Sejak tadi Air mengajak Ale bercerita, namun tidak ditanggapi oleh gadis itu.
"Masih gak mau ngomong yah?" Air menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan yang memperlihatkan keindahan sawah di batas kota.
"Kak Air kenapa sih?"
"Aku kenapa?"
"Kak Air kan yang bikin kak Genta dan teman-temannya ke kelas dan minta maaf ke aku?"
"Kalau iya, kenapa?"
"Kenapa kak? Kak Air gak perlu repot untuk itu."
"Karena aku gak mau orang-orang melihat kamu rendah, Sha." ujar Air.
Ale menghela napasnya mendengar jawaban Air.
"Masih bagus saya yang bergerak, kalau om Altair, gak tahu lagi deh." ujar Air lagi.
"Jangan bilang ke papa deh." Ale mencubit lengan Air, yang membuat lelaki itu dengan cepat menahan tangan Ale.
"Makanya jangan ngambek, kemarin-kemarin juga hindari saya terus. Ditelpon gak diangkat, di chat juga gak dibalas." ibu jari Altair mengusap pelan punggung tangan Ale.
"Habisnya kak Air resek banget." ujar Ale.
"Iya iya. Saya minta maaf yah, karena kemarin sudah negur kakak kesayangan mu itu."
"Dih, ledek aja terus."
"Saya diam saja aja kalau begitu." ucap Air.
"Dih, gak gitu juga. Ini mau kemana sih?" tanya Ale.
"Kamu maunya kemana?"
"Jadi tadi kak Air bohong ke papa?"
Air mengangguk dan meringis.
"Dih. Aku aduin yah ke papa."
"Mau ke Muntea?"
"Dimana itu?"
"Bukit di pegunungan. Tempatnya adem."
"Ya udah, ayo deh."
"Tapi ganti mobil dulu yah."
"Iya iya." Ale tentu saja mengerti, mobil yang ceper seperti ini sangat tidak mungkin Air relakan untuk dipakai ke pegunungan. Jadilah mereka kembali ke apartemen dan berganti mobil.
"Orang kaya mah beda. Gonta ganti aja kerjaannya." cibir Ale.
"Yang digonta ganti kan mobil, Sha. Bukan cewek."
"Ngeles aja terus "
Butuh waktu dua jam untuk tiba di tempat yang Air maksud. Tempatnya memang adem dan cantik, tapi cukup ramai, mungkin karena sedang weekend.
"Kok aku baru tahu ada tempat ini?"
"Kan kamu baru di sini. Nanti juga pasti hapal sendiri." Air memarkirkan mobilnya di sebelah meja kayu yang disandingkan dengan kursi panjang. Ia lalu turun dan tak lupa membawa makanan yang tadi dibeli.
"Kamu di mobil saja. Bisa itu" ujar Air saat melihat Ale juga hendak turun dari mobil.
"Gak mau, nanti kak Air dikira datang sendiri, terus di dekatin"
"Cemburu mbak?"
"Belum cemburu. Sayang aja kan, Ale gak punya teman yang dipercaya oleh papa." Ale lalu menjulurkan lidahnya, mengejek Air.
Air terkekeh. Ia mengacak rambut Ale yang sudah duduk di depannya dengan posisi bersila.
Tidak sedikit orang yang melihat ke arah mereka. Selain karena ketampanan dan kecantikan keduanya, mungkin juga karena mobil yang dikendarai oleh Air tadi. Mobilnya mungkin terlihat biasa-biasa saja bagi orang sekelas mereka, tapi disini adalah tempat umum yang cocok untuk berbagai kalangan, sehingga tidak heran jika ada bisikan-bisikan yang tembus oleh pendengaran mereka.
"Madep sini, Sha!"
Ale tersenyum ke arah ponsel Air bersamaan dengan angin yang bertiup hingga membuat helai rambut Ale terangkat.
"Cantik gak?" Air memberikan ponselnya kepada Ale.
"Ih, timingnya pas ini." Ale berseru senang.
"Gantian deh, sekarang kak Air lagi yang aku fotoin."
"Senyum ih!"
"Senyum yang lebar!"
Ucapan-ucapan Ale barusan hanya menjadi angin lalu bagi Air.
"Mau bilang jelek kalau gak senyum, tapi kok yah jatuhnya bohong. " ungkap Ale jujur .
Air terkekeh. Tangannya terjulur untuk membuka bungkusan kripik singkong yang tadi mereka beli di supermarket.
"Mau yang singkong atau yang tempe?" tanya Air.
"Mau yang basreng kak."
"Sudah ku duga." Air lalu membuka bungkusan basreng dan mendekatkannya ke Ale.
"Kak, habis ini naik itu yah?" tunjuk Ale pada wahana ayunan gantung.
"Bisa?"
"Kan sama kakak" jawab Ale singkat.
"Iya" ujar Air.
"Untung saja gak pake rok" gumam Ale.
"Kalau saya lihat kamu pake rok, saya gak akan bawa kamu ke sini, Sha. Pasti cari tempat lain yang cocok dengan pakaian kamu."
"Wah, pengertian sekali kakak ini" puji Ale.
mksih ya kak jd ikut happy sama geng nya Alesha... 😍😍
kapan terbongkarnya ini kayaknya semakin seru 😁
Kapan nihh ale sama air nikah hehe 😂