NovelToon NovelToon
HAZIM

HAZIM

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Haryani Latip

Awal pertemuan dengan Muhammad Hazim Zaim membuat Haniyatul Qoriah hampir terkena serangan Hipertensi. Meski gadis itu selalu menghindar. Namun, malangnya takdir terus mempertemukan mereka. Sehingga kehidupan Haniyatul Qoriah sudah tidak setenang dulu lagi. Ada-ada saja tingkah Hazim Zaim yang membuat Haniyatul pusing tujuh keliling. Perkelahian terus tercetus diantara mereka mulai dari perkelahian kecil sehingga ke besar.

apakah kisah mereka akan berakhir dengan sebuah pertemanan setelah sekian lama kedua kubu berseteru?
Ataukah hubungan mereka terjalin lebih dari sekadar teman biasa dan musuh?

"Maukah kau menjadi bulanku?"

~Haniyatul Qoriah~

🚫dilarang menjiplak

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haryani Latip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perseteruan

                 Sesuatu yang di awali

          dengan sebuah kebohongan

        tidak akan pernah berakhir

                               bahagia

                               💮💮💮

Prang! Plak!

Ainul menjatuhkan secangkir kopi yang ingin di bawanya ke kantor. Ia benar-benar terkejut mendengar kalimat yang keluar dari mulut Zaim. Bahwa ternyata Aydan menyukai Haniyatul. Yakni sahabat baiknya sendiri.

"Za, coba ulangi sekali lagi," pinta Ainul. Hampir menangis.

"Hahaha! Zaim hanya bercanda, iya-kan Za," ucap Mukhlis. Sedangkan, Zaim tidak merespon perkataan Mukhlis tadi.

"Za, apa benar?" tanya Ainul.

Zaim menghindari kontak mata dengan sepupunya itu. Ia tidak ingin melihat wajah Ainul yang sedang sedih.

"Tidak mungkinlah. Bukankah Haniyatul sudah punya tunangan," ujar Mukhlis. Ia masih ingin menutupi kebenaran yang terkuak.

"Semua orang juga bisa menebak jika waktu itu aku sedang bercanda. Haniyatul tidak punya tunangan. Melainkan memiliki kakak laki-laki, berhenti berbohong, Lis,"

"Za," Ainul memelas. Ia berharap Zaim ingin mengatakan kebenaran dari ucapannya tadi.

Tapi, teramat di sayangkan sekali. Zaim malah buru-buru pergi begitu saja.

"Za! Za!" teriak Ainul. Tapi, teriakan Ainul tak juga membuat Zaim menghentikan langkahnya. Malah, lelaki itu semakin melajukan langkah kakinya.

Air mata Ainul menitik juga membasahi pipinya.

"Ainul, tangan kamu berdarah," lirih Mukhlis. Namun sayang, gadis itu tak mempedulikan lukanya. Hatinya jauh lebih sakit dari luka di tangannya.

                                 *

"Jika dalam keadaan darurat. Misalnya terluka, dan sebagainya. Lalu diobati oleh yang bukan mahram itu hukumnya mubah bahkan bisa wajib," jelas ustazah Laidah.

Haniyatul terus melihat ke depan. Memperhatikan dengan saksama penjelasan dari sang guru.

"Baiklah, tugas kalian yaitu catat halaman 12 dari A sampai B, dan dikumpul setelah mata-pelajaran saya," titah ustazah Laidah.

Setelah memberikan tugas pada muridnya. Ustazah Laidah pun pamit untuk pergi ke kantor.

Haniyatul menarik napas lega. Kini pandangannya beralih pula pada buku paket yang ada di hadapannya. Ia menulis beberapa kalimat. Lalu menghentikan tindakannya. Bangku kosong yang berada di sebelahnya di lirik sekilas.

"Kemana Ainul?" gumamnya.

"Han, tas Ainul mana?" tanya Suraya sambil berjalan mendekat kearah Haniyatul.

"Kenapa?" bukannya menjawab pertanyaan Suraya, Haniyatul malah balik bertanya.

"Ainul di ruang UKS sekarang, tas Ainul mana?" ujar Suraya. Ia melihat Haniyatul dengan raut wajah tak suka.

"Nih." Haniyatul memberikan tas berwarna cokelat pada Suraya. Gadis yang berada di hadapannya ini sungguh menyebalkan sekali. Setelah masuk kelas XII. IPA 2, Haniyatul menjadi satu kelas dengan Suraya dan Ainul. Kelas XII. IPA 2 terletak di gedung atas lantai dua. Tidak lagi berada di lantai bawa.

Tanpa mengucapkan sebarang kata, Suraya pergi begitu saja dengan tatapan tajam yang ditujukan pada Haniyatul. Tapi, Haniyatul tak pula menggubris tingkah gadis tersebut.

"Apa Ainul sakit?" gumam Haniyatul ia sempat kaget ketika mendengar bahwa Ainul berada di ruangan UKS sekarang. Namun, karena yang datang meminta tas Ainul adalah Suraya, maka rasa keterkejutan Haniyatul berubah menjadi rasa kesal dan tak ingin berlama-lama dengan gadis tersebut.

Haniyatul melirik arloji yang terpasang di tangan kanannya. Tidak lama lagi akan masuk jam istirahat. Ia berencana untuk berkunjung ke UKS dan melihat kondisi Ainul pada saat jam istirahat. Jadi, sekarang Haniyatul memilih untuk menyelesaikan catatan yang diberikan oleh Ustazah Laidah terlebih dahulu.

.

.

.

.

"Permisi!" ucap Haniyatul separuh berteriak. Di tangannya terdapat tumpukan buku-buku tulis dari para siswa yang akan dikumpulnya ke kantor dan diletakkan di atas meja ustazah Laidah. Padahal, ia bukan ketua kelas. Namun, entah mengapa ia lebih sering disuruh ketimbang ketua kelas.

"Assalamualaikum," ucap Haniyatul sembari mendorong pintu kantor berbahan kaca yang modelnya mirip seperti pintu di Indomaret.

"Walaikumsalam," sahut ustazah Laidah yang kebetulan sedang memfotokopi beberapa buku.

"Letakkan di sana saja." titah ustazah Laidah seraya menunjuk kearah meja kayu yang berukuran besar dan lebar dengan bunga di atas meja tersebut disertai dengan beberapa kertas yang berisikan tulisan.

Haniyatul pun melakukan apa yang di perintahkan oleh guru muda itu. Kemudian, ia beranjak pergi setelah menyalami tangan ustazah Laidah.

Setelah keluar dari kantor. Haniyatul pun bergegas ke ruang UKS. Ia berharap semoga saja Ainul masih berada di ruang UKS. Ia begitu penasaran dengan kondisi Ainul saat ini, karena tiba-tiba saja temannya itu sakit, padahal tadi pagi gadis itu baik-baik saja.

"Assalamualaikum, permisi," ucap Haniyatul. Ia menyapa seorang gadis yang lengkap memakai seragam PMI.

"Iya, mbak, ada yang bisa saya bantu?" tanya gadis berseragam PMI itu. Gadis itu meletakkan pulpen yang berada di tangannya dan menghentikan aktivitasnya dari mencatat sesuatu.

"Apa ada siswi yang bernama Ainul di sini?"

"Oh, mbak Ainul. Mbak Ainul baru saja pulang,"

"Kalau bisa tau, Ainul sakit apa?"

"Tangannya luka,mbak. Terkena serpihan kaca," jelas gadis berseragam PMI tersebut.

"Oh, lukanya parah?" Haniyatul terlihat khawatir. Ia berulang kali menyalahkan dirinya sendiri karena telat menemui Ainul di UKS.

"Hanya luka kecil, mbak. Satu, dua hari nanti pasti sembuh. InsyaAllah,"

"Aamiin, semoga ya, jika begitu saya pamit. Terima kasih dan Assalamualaikum," setelah pamit pada si gadis berseragam PMI. Haniyatul langsung bergegas kembali ke kelasnya.

                              *

Haniyatul berjalan perlahan menuju ke lapangan sekolah. Ia ingin menikmati senja saat ini, dengan angin sepoi yang bertiup dan menggerakkan jilbab putihnya. Ia memeluk erat-erat dua buah buku catatan yang berada di tangannya. Saat sedang berjalan, Haniyatul melihat kearah bunga Dahlia yang ditanam di pinggir lapangan. Bunga itu mekar  dengan indah disertai dengan warna kuning yang menarik perhatian. Tak perlu berpikir lama, gadis itu langsung mendekati bunga Dahlia yang sedang mekar.

Perlahan Haniyatul mengukir senyum di bibirnya. Namun, senyumannya hilang, diganti dengan wajah terkejut ketika melihat sosok Zaim berada di hadapannya. Pandangan lelaki itu dingin, tidak sehangat dulu, dan lebih parahnya lagi lelaki itu bahkan tidak tersenyum. Dan Zaim pergi begitu saja. Tanpa kata maupun sapa. Tidak, tidak seperti Zaim sebelumnya. Lelaki yang berada di hadapan Haniyatul tadi bukan Zaim yang gadis itu kenal selama ini.

Haniyatul melihat punggung lelaki itu berlalu menjauhinya. Dan anehnya, tindakan Zaim itu malah membuat Haniyatul sedih. Apakah ia pantas bersedih? Ia bahkan tidak memiliki perasaan apapun pada Zaim. Lantas atas alasan apa ia harus bersedih saat Zaim menjauh darinya? Bukankah situasi ini yang paling diinginkan oleh Haniyatul? Tapi, apa benar Haniyatul tidak mempunyai perasaan pada Zaim? Atau malah tanpa Haniyatul sadari ia sudah membuka pintu hatinya buat lelaki tersebut.

Dengan perasaan yang berkecamuk, Haniyatul pun melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat

parkiran sepeda.

Terkadang aku berusaha untuk membohongi orang lain bahwa aku tidak pernah memiliki perasaan denganmu. Tetapi, sebenarnya aku sedang membohongi diriku sendiri, menafikan perasaanku sendiri, dan enggan menerima kenyataan yang sesungguhnya. Apakah aku egois? Atau sebenarnya aku gadis aneh, merasa paling tersakiti, padahal aku yang menyakiti.

"Han, coba bilang sejujurnya, kamu suka Zaim ya?" ucap Lindah.

Haniyatul menutup kasar novel yang berjudul Hurt karya Heri Putra. "Tidak!" dengan segera Haniyatul menafikan ucapan Lindah tadi.

"Serius?" kali ini Ainul pula yang bertanya.

"Iya," jawab Haniyatul dengan tegas.

"Yakin tidak menyesal?" Ainul membuka kerupuk kentang yang berada di tangannya.

Haniyatul terdiam. "Tapi tidak mungkin Zaim suka denganku, orang dia cuma bercanda. Kalian saja yang tanggapi dengan serius," Haniyatul melihat ujung sepatunya.

Ainul menelan habis kunyahannya. "Zaim serius kok."

"Tau dari mana?" Haniyatul menatap tepat ke manik mata Ainul.

"Ya, taulah, kami kan sepupu,"

Haniyatul kembali menatap ujung sepatunya. Ia tidak puas dengan jawaban dari Ainul.

"Han, aku bukan ingin menakut-nakuti. Tapi, kalau siswi-siswi di sekolah kita sampai tau Zaim punya perasaan denganmu, bisa-bisa kamu dibuli loh," ujar Lindah. Raut wajahnya terlihat serius.

"Lin, ngomong yang bener dong," Ainul protes karena ucapan Lindah itu seakan-akan ingin memprovokasi Haniyatul agar menjauh dari Zaim.

"Aku tidak asal bicara An, kamu ingat tidak kejadian sewaktu postingan anonim tentang Zaim dan Haniyatul yang dikatakan sedang pacaran? Waktu itu ceritanya tersebar di semua siswa dan siswi, dan bahkan Haniyatul sempat dibuli oleh cewek-cewek yang kononnya mengaku sebagai fans Muhammad Hazim Zaim," jelas Lindah. Gadis itu mengungkit kembali kejadian dulu yang sudah terlupakan oleh Ainul dan Haniyatul.

Haniyatul menelan salivanya. Zaim memang menjadi incaran banyak perempuan cantik dan kaya. Sedangkan Haniyatul, hanya gadis miskin yang ingin kehidupan sekolahnya aman-aman saja dan tidak menjadi buah mulut orang karena itu ia selalu berdalih tentang perasaannya pada Zaim, yang berujung pada sebuah kebohongan.

Tok! Tok! Tok!

Bunyi ketukan pintu membuyarkan lamunan Haniyatul. Ia menoleh kearah pintu kayu yang terbuka. Di balik pintu tersebut terlihat Aida sedang membawa secangkir susu hangat.

"Sebelum tidur diminum, biar tinggi dikit." Aida meletakkan secangkir susu hangat tersebut di atas meja belajar anaknya.

"Belajar tentang apa?"

Haniyatul bergegas menutup buku diarinya sebelum sempat ibunya membaca isi buku diari tersebut.

"Liat bentar doang," raut wajah Aida seakan memelas.

"Tidak bisa, bu," Haniyatul tersenyum sehingga menampakkan beberapa batang giginya.

_____________tobe continued__________

 

1
Ai
mampir, Thor
Tetesan Embun: terima kasih 🥰🙏
total 1 replies
👑Queen of tears👑
bakal sad boy ini zaim 🥴
👑Queen of tears👑
aku bersama mu aydan,,sm² penasaran 🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
nyeeessss/Brokenheart/
👑Queen of tears👑
huhf,,,😤
👑Queen of tears👑
ehmmm🧐
👑Queen of tears👑
kannnn rumit cinta segi delapan itu🧐😎
👑Queen of tears👑
menyukai dalam diam itu sungguh menyiksa kantong
👑Queen of tears👑
temannya aydan,,,mmm cinta segi delapan ini🧐
👑Queen of tears👑
banting Hani🤣🤣
👑Queen of tears👑
nikotin mulai keluar🤣🙈
👑Queen of tears👑
no Hani
but Honey hehehe gak sayang juga sih tapi madu hahahahaha 🤣✌️
👑Queen of tears👑
dingin..dingin tapi peduli m kucing😍
mmm...jdi pengen dipeduliin 🙈
👑Queen of tears👑
hmmmm,,aku mulai menemukan radar disini🧐🧐😎
👑Queen of tears👑
cinta pada pandangan pertama,,dari merangkak naik kemata/Drool/
Rinjani Putri
hallo KK author ijin tinggalkan jejak bintang ya disini
Tetesan Embun: silakan kak, makasih🤗
total 1 replies
Floricia Li
ketat bgt aturannya 😭
Floricia Li
lucu bgt hani 😭😭
Floricia Li
heh ngapain ditarik 🤣🤣
Floricia Li
lucuu bgt masi ada kunang kunang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!