Serena Halim, seorang Aktor papan atas yang mengalami Transmigrasi ke tubuh seorang Istri Pemburu.
Bagimana jadinya jika Serena yang kaya raya, tiba-tiba menjadi istri durhaka, yang hidup dalam kemiskinan di peradaban China kuno.
Note : Berdasarkan Imajinasi Author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak tahu diri
Satu Minggu setelah kekacauan di perjamuan, kini kekaisaran Linxi sudah kembali tenang. Para tamu undangan merasa linglung dan pulang tanpa ada hambatan tertentu, saat ini Permaisuri masih mendapatkan kurungan di istana dingin.
Kaisar menghukum bukan karena ingin menyingkirkan Permaisuri, tapi karena ingin meredam emosi Yuwen dan membungkam pergerakan Permaisuri.
Putra mahkota sendiri setelah sadar menjadi aneh, dia tiba-tiba merasa tertarik pada Shen Yue hingga beberapa kali sengaja caper dan mencari kesempatan untuk berpapasan.
He yang mengetahui itu pun menegur, dia tahu tabiat Kakak tertuanya yang sangat tamak dan hidung belang. Dulu kekasih He juga di jadikan Selir oleh Putra mahkota, dengan alasan He tidak layak menikah.
"Hentikan Kak, Kak Yuwen tidak sama dengan ku yang akan diam saja. Jangan semakin menyulut amarahnya, Permaisuri saat ini sedang di kurung jadi tolong tenangkan dirimu." Ucap He, saat berpapasan dengan Ru di lorong Paviliun.
"Samaa atau tidak, tidak ada wanita yang berani menolakku." Ucap Ru, congkak.
"Wajah Kak Yuwen jauh lebih tampan darimu, harusnya kau sadar akan itu." Ucap He menohok.
"Brengsek! diamlah, mau lebih tampan pun aku tidak peduli. Pangkatku lebih tinggi darinya, siapa yang tidak tertarik?." Sinis Ru.
"Sebenarnya apa yang membuatmu tiba-tiba seperti ini? kau terlihat aneh, bukankah sebelumnya kau juga membenci Istri Kak Yuwen." Ucap He, sedikit was-was.
"Kenapa dia begini? apa dia mengingat kejadian semalam?." Batin He.
"Entahlah, sejak perjamuan yang kacau semalam. Aku selalu terngiang wajahnya, mungkin aku tertarik karena suaranya yang merdu." Ucap Ru, tergila-gila.
"Selirmu sudah sangat banyak, seharusnya kau berhenti. Atau fokus saja mencari Putri Mahkota." Ucap He, merasa muak.
"Benar, Yue sangat cocok jika menjadi Putri Mahkota." Ru semakin menjadi.
"Yah, terserah mu saja." He memilih pergi, karena dia tau Kakak Iparnya tidak mungkin tertarik pada seonggok Ru.
Ru berdecih kesal, dia berjalan menuju Paviliun Phoenix. Berharap berpapasan dengan Yue dan dia akan menggodanya. Pikirannya sudah kemana-mana, membayangkan jika Yue jatuh dalam pelukannya dan Yuwen akan hancur.
Beberapa langkah menuju paviliun Phoenix, Ru mendengar suara merdu. Dia mempercepat langkahnya dan mengintip, giginya gemeletuk melihat pemandangan di depannya.
Yue, Yuwen dan Yi'er sedang bernyanyi dengan bahagia bersama di ayunan. Suara mereka berpadu menjadi satu, menghasilkan suara merdu yang indah dan memanjakan telinga.
Bila ku ingat lelah Ayah Bunda
Bunda Piara-piara akan daku
Sehingga aku besarlah
Waktu ku kecil
Hidupku amatlah senang
Senang dipangku-dipangku di peluknya
Serta dicium-dicium di manjakan
Namanya... Kesayangan
Yi'er tersenyum manis, ikut bernyanyi bersama orangtuanya. Lagu yang selalu orangtua nya nyanyikan padanya, lagu yang menjadi saksi tumbuh kembangnya.
"Yi'er sayang Ayah dan Ibu." Ucap Yi'er.
"Ibu juga sayang Yi'er." Ucap Yue.
"Ayah sayang Yi'er dan Ibu." Ucap Yuwen.
"Ayah, dulu impian Ayah itu apa?." Tanya Yi'er.
"Ayah ingin hidup bahagia, hanya itu saja." Jawab Yuwen.
"Apa sekarang Ayah Bahagia?." Tanya Yi'er.
"Iya, Ayah sangat-sangat bahagia." Ucap Yuwen.
"Kenapa? apa karena Ayah kuat?." Tanya Yi'er.
"Bukan, Ayah merasa sangat bahagia karena bertemu dengan Ibu dan memiliki putra seperti Yi'er." Jawab Yuwen.
"Hahahaha, kenapa Ayah mencintai Ibu?." Tanya Yi'er.
"Karena Ibu cantik, pintar, rendah hati, tulus dan yang paling penting Ibu selalu menerima dan berada di Sisi Ayah, bahkan saat Ayah tidak punya apa-apa." Ucap Yuwen, menatap Yue dengan penuh kasih.
"Kalau Ibu? apa Ibu mencintai Ayah?." Tanya Yi'er.
"Ibu sangat mencintai Ayah." Jawab Yue.
"Apa karena Ayah kuat?." Tanya Yi'er.
"Jujur, Ibu mencintai Ayah karena Ayah tampan dan baik hati. Ayahmu adalah laki-laki yang membuat Ibu merasa di hargai sebagai wanita, Ayahmu tidak pernah membentak Ibu. Dia selalu meminta maaf meskipun Ibu yang salah, kadang Ibu menangis karena merasa sudah jahat padanya. Ibu merasa sangat bersyukur dan berterimakasih karena Ayah sudah mencintai Ibu." Ucap Yue, matanya berkaca-kaca.
"Ibu bahagia?." Tanya Yi'er, tersenyum manis.
"Ya, Ibu sangat bahagia." Jawab Yue.
"Ayah jauh lebih bahagia." Ucap Yuwen, memeluk keluarga kecilnya dengan sayang.
"Tapi, kenapa kalian saling percaya? apa ada alasan kuat untuk itu? Bukankah kata Ayah kita tidak bisa percaya pada siapapun kecuali diri kita sendiri? Apa alasan Ayah dan Ibu saling percaya dan saling mencintai?." Yi'er dengan otak cerdas dan masa primanya, bertanya dengan penasaran.
"Karena kau lahir di dunia ini, Yi'er." Jawab Yue dan Yuwen bersamaan, menatap Yi'er dengan senyum manis.
"Aku?." Kaget Yi'er.
"Benar, kau adalah bukti cinta kami. Kelahiranmu adalah saksi nyata, besarnya Cinta Ayah dan Ibu. Besarnya cinta kami padamu, cinta itu tidak akan pernah padam dan akan terus meluap-luap." Ucap Yuwen, mengelus rambut Yi'er.
"Ukh... karena Yi'er?." Yi'er berkaca-kaca, bibirnya sudah bersiap menangis.
"Benar, karena Yi'er dan untuk Yi'er." Jawab Yue dan Yuwen, memeluk Yi'er.
Yi'er menangis terharu, merasa senang karena lahir menjadi anak Yuwen dan Yue. Dia hidup bahagia tanpa kekurangan apapun, dia merasa dunia ini sangat baik padanya.
"Saat besar nanti, Yi'er akan melindungi Ayah dan Ibu." Ucap Yi'er.
"Ibu akan menantikannya." Ucap Yue.
"Saat itu pasti Ayah sudah tua dan jelek ya?." Ucap Yuwen.
"Tidak, Ayah akan selalu tampan dan Ibu akan selalu cantik." Bantah Yi'er.
"Benarkah? apa Yi'er senang lahir menjadi anak Ayah dan Ibu?." Tanya Yuwen.
"YA!!." Teriak Yi'er, tersenyum bahagia.
Ru yang mendengar semuanya merasa kesal, marah dan iri. Kebahagiaan sempurna yang dimatanya tidak cocok untuk Yuwen, seharunya dia lah yang merasakan kebahagiaan itu.
Sore hari yang cerah, saat Yuwen sedang memandikan Yi'er. Yue duduk di gazebo taman Paviliun dengan tenang, dia masih belum memiliki pelayan pribadi. Dia lebih senang melakukan semuanya sendiri atau bersama suaminya saja, menurutnya keberadaan orang lain itu membuat matanya sakit.
"Yue." Ru datang dengan muka temboknya.
Yue hanya menatap datar, tetap fokus menyeruput teh hangat dan menikmati pemandangan yang ada. Dia malas sekali melihat wajah Ru yang sok ganteng, diantara tiga pangeran, menurut Yue hanya Ru yang wajahnya paling standar.
Ru tetap tidak sadar dengan tatapan sinis Yue, dia tetap mendekat dan bahkan duduk di gazebo tanpa tau malu. Yue melirik jijik, bagaimana bisa ada manusia setidak tau malu ini di dunia.
"Apa kau sendirian? dimana Yuwen?." Tanya Ru, sok akrab.
"Memandikan Yi'er." Jutek Yue.
"Apa kau bosan, aku akan menemanimu disini. Suaramu sangat merdu, apa kau bisa menyanyikan lagu untukku? akhir-akhir ini aku merasa lelah." Ucap Ru.
"Apa kau tidak malu?." Ujar Yue.
"Ya?." Ru terkejut.
"Sudah berapa banyak pembunuh bayaran yang kau kirim untuk membunuh suamiku? bahkan juga membunuhku, apa kau masih memiliki wajah untuk berbincang santai denganku?." Tanya Yue, terlihat santai tapi menohok.
"Astaga, aku tidak pernah melakukan itu. Suamimu pasti berbohong, dia hanya ingin menjelekan namaku di depanmu." Ucap Ru, menyangkalnya.
"Benarkah?." Yue pura-pura bodoh.
"Benar, percayalah padaku. Suamimu itu tidak sebaik yang kau pikirkan, dia sudah membunuh pengawal dan pelayan di Istana dingin saat berusia 8 tahun, dia bahkan di kirim ke Medan perang di usia muda, karena kesulitan mengendalikan emosinya." Ucap Ru, kompor.
"Apa? apa Cintaku pernah berbuat seperti itu?." Yue pura-pura syok.
"Benar, aku tidak berbohong. Kau bisa bertanya pada Kaisar, Suamimu adalah monster yang pura-pura tenang. Dia sudah membunuh ribuan orang dan bahkan membunuh tunangannya sendiri." Ucap Ru, membeberkan fakta mengejutkan.
"Apa maksudmu?." Yue terkejut sungguhan.
"Apa dia masih belum memberitahumu?." Ru tersenyum smirk.
"Katakan padaku." Desak Yue.
"Semua pangeran pasti memiliki tunangan sejak kecil. Yuwen yang gila tidak pernah memikirkannya, dia hanya sibuk membuat kekacauan dan membunuh orang di Istana dingin. Sampai saat kembali dari medan perang dia terlihat tenang dan dingin, ketenangan yang menakutkan. Seharusnya setelah pulang dari Medang perang, dia menikah dengan tunangannya itu. Padahal mereka berkencan tapi saat kembali, tunangannya itu sudah menjadi mayat dan dia mengatakan secara gamblang jika dirinya sendiri yang membunuhnya." Ucap Ru, berkata jujur.
"Kenapa?." Yue berekspresi takut.
"Karena dia tidak mau menikah." Jawab Ru.
"Lalu, bukankah kau yang sudah membuat wajah Suamiku cacat? dia bilang tidak ada wanita yang mau dengannya." Lirih Yue.
"Benar, aku hampir melupakan itu. Dulu mungkin saat suamimu berusia 8 tahun, aku mengirim pembunuh bayaran untuknya. Siapa sangka mereka berhasil menghancurkan wajahnya yang menyebalkan itu, setelah kejadian itu Tunangannya mendekat padaku. Mungkin alasan Yuwen membunuh tunangannya karena dia cemburu, tapi karena malu mengakui dia mengatakan tidak mau menikah." Ucap Ru, terdengar merendahkan.
"Sok ganteng banget najis." Batin Yue, jijik.
"Apa yang kau lakukan disini?." Yuwen datang dengan ekspresi dingin.
Deg.
Yue dan Ru menoleh, Yue terkejut. Yuwen menatap berang ke arah Ru yang terlihat santai, Yue mengamati keduanya. Yuwen terlihat emosinya kacau, dia terlihat sangat marah dan banyak dendam memupuk di pancaran mata bengisnya.
Ru yang sudah menyulut api pertengkaran, pergi begitu saja tanpa merasa bersalah. Dia bahkan bersiul dengan riang, menunggu keributan apa yang akan terjadi setelah ini.
semua itu ada pada tempat nya dan porsi nya masing-masing.