Felisha Rumi adalah seorang siswi SMA yang mendapatkan gelar ratu sekolah. Kecantikan yang kekayaan yang ia miliki sangat menunjang hidupnya menjadi yang paling dipuja. Namun sayang, Felisha merasa cinta dan kasih sayang yang ia dapatkan dari kekasih dan teman-temannya adalah kepalsuan. Mereka hanya memandang kecantikan dan uangnya saja. Hingga suatu hari, sebuah insiden terjadi yang membuat hidup Felisha berakhir dengan kematian yang tragis.
Namun, sebuah keajaiban datang di ambang kematiannya. Ia tiba-tiba terikat dengan sebuah sistem yang dapat membuatnya memiliki kesempatan hidup kedua dengan cara masuk ke dalam dunia novel yang ia baca baru beberapa bab saja. Dirinya tiba-tiba terbangun di tubuh seorang tokoh antagonis bernama Felyasha Arumi yang sering mendapatkan hinaan karena bobotnya yang gendut, kulit yang tak bersih, dan wajah yang banyak jerawat. Terlebih ... dirinya adalah antagonis paling tak tahu diri di novel itu.
Bagaimanakah Felisha menjalankan hidup barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monacim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIUSIR DARI RUMAH
"Iiiiihhhh jelek banget muka gue!"
Cermin yang ia tatap membuat wajahnya sepenuhnya meringis. Felisha meraba wajahnya yang bergerindil dan terasa begitu rentan. Rambutnya mengembang dan berantakan. Felisha memegangi kepalanya sambil geleng-geleng
"Nggak bisa. Gue nggak bisa hidup dengan penampilan kayak gini. Gue harus rubah segalanya tentang tokoh bernama Felya ini. Bodo amat sama penulisnya yang kasih karakter buruk rupa gini. Cukup hati karakternya aja busuk, mukanya bagusan dikit dong."
"Gue harus tenang ... gue harus bisa menerima semuanya. Ini kesempatan hidup gue yang kedua. Gue bakal ubah alur ceritanya. Gue bakal bikin diri gue menjadi antagonis idaman. Bukan antagonis busuk yang dikucilkan. Nggak. Gue nggak bakal biarin itu. Felisha, lo sekarang udah tinggal nama. Sekarang nama lo Felya, okay?" monolog Felisha pada dirinya sendiri.
Mulai sekarang tak ada lagi yang namanya Felisha Rumi yang ada hanyalah Felya Arumi, sebab Felisha sudah mati. Memasuki kehidupannya yang baru sebagai Felya, Felisha mulai bersemangat untuk fokus mengubah penampilannya jauh lebih baik dulu dengan mengandalkan hadiah yang diberikan sistem untuknya. Hadiah pertamanya adapah sebuah cream wajah ajaib yang ada di atas meja rias.
"Ini kali ya hadiah dari sistem. Emang bisa bikin jerawat gue ilang?" terka Felya meragu. "Coba ah. Kali aja beneran ajaib nih krim muka."
Felya membuka penutup kemasan refil cream wajah itu. Ia usapkan gel berwarna putih susu pada wajahnya. Seketika jerawat merah itu memudar dengan sendirian. Benar-benar seperti melihat sebuah keajaiban, Felya tersenyum lebar menatap dirinya di cermin.
"Ahaaaaa! Muka gue beneran mulus pakai ini cream muka. Mantap banget dah," serunya heboh. Felya menoleh ke atas sambil mencari tempat fokus yang tepat untuk berbicara pada sistem.
"Eh, Mbak Sistem! Kasih gue misi lagi dong. Masa gue cuma dapat krim muka doang buat jerawat. Gue mau lemak badan gue hilang. Nggak ada yang namanya lipatan lemak lagi. Gue mau langsing kayak badannya Felisha dulu. Gue mau gitu. Ya?"
Tak ada sahutan dari sistem, membuat Felya berdecak kesal. Ia segera menjauh dari sana menuju kopernya yang ada di atas kasur.
"Oke. Gue bakal buktiin kalau gue nggak bakal menyerah. Kalau biasanya protagonis selalu menguasai ending cerita, maka sekarang gue yang akan menguasainya. Gue nggak akan biarin ending gue seburik endingnya Felya di novel yang gue baca. Eh, tapi kan gue nggak sempat baca sampe ending?"
Di tengah kebingungannya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Felya menunggu siapa yang akan masuk. Ternyata yang masuk adalah Citra. Melihat wajah polos sang protagonis, membuat Felya merotasikan matanya.
"Felya, aku boleh masuk?" tanya Citra dengan suara yang lembut.
"Masuk aja. Ini kan rumah lo juga."
Citra melebarkan matanya tak percaya. "Aku boleh masuk? Beneran?"
"Gue nggak suka becanda, Cit. Idup gue lagi apes. Nggak ada waktu buat ngelucuin lo," sahut Felya sambil menutup kopernya dari berbagai sisi.
Citra mendekati Felya. Felya sama sekali tak melihatnya. Masih sibuk dengan kegiatannya yang kini memasukkan beberapa pernak-pernik miliknya ke dalam tas kain.
"Aku minta maaf. Gara-gara aku, kamu jadi diusir dari rumah. Aku juga nggak nyangka Kak Zhaki bakal kelewatan batas ke kamu, Felya. Maafin aku, ya? Dada kamu baik-baik aja?"
Felya tertawa pelan sambil menatap heran Citra di hadapannya. "Lo nggak capek baik terus? Heh, asal lo tau. Gue ini punya potensi bikin hidup lo lebih menderita. Namanya juga antagonis, ya pasti jadi lawan protagonis mululah. Hati-hati lo sama gue."
"Tapi sekarang kamu baik tuh. Buktinya kamu ngizinin aku masuk ke kamar kamu. Sebelumnya kan kamu nggak pernah ngizinin. Ngobrol kayak gini sama kamu aja, kamunya yang nggak mau."
Barulah Felya sadar akan hal itu. Ia ingat isi novel yang ia baca sebelum berada di sini. Felya memang sebenci itu dengan Citra sampai apapun yang dilakukan oleh Citra selalu salah di matanya.
"Alah! Udah deh lo nggak usah ganggu gue. Sana pergi! Satu lagi, ingetin sama abang lo yang sialan itu. Gue nggak bakal tinggal diam setelah apa yang dia lakuin ke gue. Dia kurung gue di ruangan bawah tanah nyaris mau mati! Dan dia? Nggak ada minta maaf sedikitpun sama gue. So, liat aja nanti." Setelah mengatakan hal ifu Felya menarik koper dan menjinjing tasnya keluar dari kamarnya.
Di teras rumah ayahnya sudah menunggu. Ada Zakhi juga yang duduk di salah satu kursi depan teras. Felya sempat melemparkan tatapan tajam pada pria itu sebelum mengikuti ayahnya menuju mobil.
Di perjalanan menuju kosan, Felya merogoh ponselnya. Ia jadi penasaran dengan isi ponsel si gadis antagonis yang ia perankan ini. Ternyata banyak juga riwayat pesan yang ada di aplikasi chat itu. Dua satu group yang menjadi pusat perhatiannya.
"Sweet Pink?" Felya mencoba mengingat nama group itu. Hingga kedua matanya melebar ketika mendapatkan jawabannya. 'Ini kan geng terkenal di sekolah gue yang isinya cewek-cewek cantik dan pemberani. Tapi gue diterima dalam group itu cuma karena punya keberanian tinggi buat ngelakuin apa yang disuruh. Termasuk ngerjain si Citra yang jadi primadona di sekolah.' batin Felya.
"Menarik," gumam Felya tersenyum miring. 'Kalau gue berhasil jadi cantik, pasti gelar ketua geng bakal jatuh ke tangan gue dan Felya ini nggak bakal jadi anak bawang lagi.'
Akhirnya sampailah mereka di depan sebuah kosan cukup elit milik Prada. Felya turun dari mobil ayahnya sambil melihat-lihat sekitar. Ada tiga buah motor dan satu mobil di sana. Sepertinya kosan ini memang dihuni oleh beberapa anak muda juga.
"Nah, Felya. Kamu mulai sekarang akan tinggal di kosan ini. Tenang aja, fasilitas di kosan ini lengkap. Kamu bisa pilih kamar yang kosong. Kata yang mengurus kosan ini, ada satu kamar kosong di atas dan satu di lantai bawah terserah kamu mau pilih kamar yang mana," tutur Prada.
Felya mengangguk paham. "Makasih, Pah. Kalau gitu, aku masuk dulu."
"Ingat satu hal ini, Felya," ucap Prada menggantung. Membuat langkah Felya yang menjinjing tas dan menarik kopernya pun terhenti. "Papa nggak mau lagu dengar kenakalan kamu yang selalu membuat masalah dengan saudara-saudaramu terutama dengan Citra. Papa nggak segan-segan coret kamu dari kartu keluarga, biar kamu hidup jadi gelandangan sekalian. Papa nggak bakal toleransi lagi lain kali. Inget itu!" cetus Prada sebelum memasuki mobilnya. Perlahan mobil sang ayah meninggalkan lingkungan kosan tersebut, membuat Felya berdecih dengan sinis melihatnya.
"Gue juga nggak sudi kok satu keluarga sama orang-orang yang nggak mau menerima gue. Gue akan buktikan kalau gue bisa mandiri dan menjadi idaman. Sebentar lagi, tunggu aja," ucap Felya pelan penuh dengan keyakinan.