Kayshan shock mendengar diagnosa dokter atas Gauri, otaknya berpikir cepat untuk melakukan serangkaian prosedur medis demi kesembuhan sang anak.
Masalah timbul ketika Kay harus mencari ibu kandung putrinya. Geisha pasti akan menolak sebab teringat masa lalu pernikahan mereka. Gauri adalah pembawa petaka baginya saat itu.
Semua kian runyam manakala Gauri menolak tindakan medis dan menutup diri, Kayshan terpaksa mendatangkan seseorang untuk membujuk Gauri agar bersedia berobat sembari terus meyakinkan Geisha.
Siapa sosok lembut yang akan hadir? Mampukah dia membuat Gauri luluh? Apakah segala upaya Kayshan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25. JALUR DARAT
"Lele di rumahnya, Sayang. Dia memang sakit, kan. Kita doakan agar Lele tidak sampai di rawat," ujar Kayshan saat keduanya mulai memasuki lift menuju lantai tiga.
Ketika tiba kembali di kamar, sarapan Gauri juga alas mandinya telah siap. Kayshan pun mengangkat sang keponakan dari kursi roda ke atas brangkar.
Gauri gelisah. Dia ingin menolak ketika Kay mulai membuka kancing piyama untuk menyeka tubuh, tapi melihat Kamala sedang bersiap briefing pagi dengan staf menggantikan Kayshan, menghalau niat Gauri agar sang nenek membantunya.
Bahasa tubuh balita Ken, ditangkap oleh Kay. Sang paman pun menghentikan aktivitasnya. Dia duduk di sisi ranjang sambil tersenyum menatap wajah imut yang menunduk.
"Oyi, kenapa?" tanya Kay melihat keponakannya menunduk dan memainkan bola mata ke kanan kiri, tanda dia gelisah.
"Kata Lele, selain sesama perempuan dilarang bersentuhan. Kata Lele, Oyi harus pukul kalau ada yang berani pegang badan aku di sini, sini dan sini, siapapun orangnya. Ehm, tapi, tapi Daddy kaaan?" cicitnya lirih, seraya menunjuk dada, bagian in-tim juga boko-ngnya.
Kayshan kian tersenyum lebar, jika tak mencondongkan badannya, mungkin perkataan Gauri tidak terdengar jelas. Dia mengerti arti gestur si bocah.
"Daddy dan kamu itu mahram alias boleh bersentuhan, tapi yang dikatakan Lele benar. Oke, daddy panggil suster saja kalau gitu," ujar Kayshan, memencet bel guna memanggil suster wanita.
"Lele gak ada, ya?" imbuh si bocah.
Kayshan meraih telapak tangan sang keponakan. "Sehat dulu. Nanti daddy ajak Gauri ketemu Lele, kita main ke rumahnya," ucap Kay, memandang lekat manik mata bagai Ken.
Gauri hanya mengangguk, mode batu alias menutup mulut rapat, bakal digunakan lagi ketika suster tiba untuk membantunya. Kayshan memilih mandi dan bersiap duha sebelum menyapa para staf setelah Kamala selesai nanti.
...***...
Hermana Sentul.
Emran tiba di sana menjelang jam sembilan pagi. Efendi baru saja kembali dari ruangan dokter Nesya yang memeriksa Elea. Wajah pria pemilik As-Shofa itu terlihat murung ketika si putra sulung menyongsongnya.
"Buya, gimana?" tanya Emran, meletakkan tas besar di bangku begitu saja dan setengah berlari menuju Efendi.
"Kak, barang El dibawa semua, kan?" kata Efendi, mengabaikan pertanyaan putranya.
"Kumplit, disiapkan oleh Nana, khidmah El dulu. Dia kenapa, Buya?" desak Emran, berjalan di sisi Efendi seraya menggamit lengannya.
"Duduk dulu ... betul kata Reezi. El sudah lama merasakan keluhan di pinggang. Dokter Nesya tadi mengambil sampel darah juga urine. Buya takut, Kak," lirih Efendi. Kepalanya dia sandarkan ke dinding seraya memijit pangkal alis.
"Dia itu terlalu memforsir. Badan mungil gitu maksa ambil dua jurusan. Mana pake acara minggat berbulan-bulan pula," keluh Emran.
"Jangan diungkit. Dia menyingkir demi Eiwa, Farshad itu suka adik bungsumu, begitupun sebaliknya. Guncangan psikis, beban pada buya sebab gagal wisuda tahun lalu buat El kian stres. Kamu juga jaga kesehatan, pergi pulang Bogor Jakarta ngurus toko ... ingat istrimu Farah, dan dua cucuku butuh perhatian," pesan Efendi mengingatkan Emran.
Deg.
"Bu-buya tahu?" kata Emran, terkejut ketika Efendi mengangguk.
Emran menunduk. Dia ingat ketika Elea tiba-tiba menangis di pelukan setelah keluarga Farshad memilih Eiwa. Hanya Emran yang tahu masalah ini.
"Jadi gimana, Buya?" tanya Emran lagi, ikut gundah.
"Hasil lab akan keluar besok pagi. Buya nginep di sini. Kamu gantikan kajian bada isya nanti. Dan bilang ke Farshad, dia yang ngisi jadwal ngajar Buya sepekan ke depan ... murid As-Shofa gak banyak, harusnya sih kepegang semua," ucap Efendi.
Emran mencatat semua yang ayahnya perintahkan tentang mengatur jadwal kajian, ngajar, burdah, juga lainnya. Termasuk mengajak Nana untuk bergantian berjaga dan membawa perlengkapan Efendi
"Farah jangan ke sini. Fokus urus anak-anak saja. Buya butuh istrimu kalau Eiwa kenapa-kenapa. Maaf ya Kak, buya cuma bisa ngerepotin kalian," imbuh Efendi.
"Buya, gak pantes ngomong begitu," kata Emran.
"Orang tua juga bisa dzolim dan durhaka pada anak, Kak. Buya takut khilaf," tutur Efendi, menepuk pundak Emran pelan.
Keduanya lantas bangkit dari duduk manakala brangkar Elea didorong dua orang suster menuju kamar perawatan kelas satu di lantai empat. Emran pamit pulang kembali untuk menyampaikan amanah Efendi.
Efendi sengaja tidak memilih VIP agar dia tak merasa jenuh. Biasanya suasana di area kelas satu sedikit lebih ramai sehingga dia bisa sesekali berbincang dengan sesama keluarga pasien.
Menjelang Dzuhur, Emran telah kembali ke rumah sakit membawa semua keperluan Efendi juga mengajak Nana. Saat dia tiba, Elea sudah siuman.
Emran tertawa kecil. "El, move on dong. Ada Reezi, Sam, Aran sepupunya juga ... temanku, Chrisnandi masih jomblo, kamu pilih dah. Semua bibit unggul," kekeh Emran.
Elea mendengus kesal. Namun, tiba-tiba terlintas di benak untuk mencoba peruntungan apakah Emran kali ini juga peka atas kodenya.
"Gak, ah. Tidak ada nama dia, tapi sudah ku sodorin proposalnya langsung ke Allah," kekeh Elea.
"Siapa?" tanya Emran lirih.
Elea hanya tersenyum. Dia ingin menanti cinta itu datang dengan sendirinya. Bagai perjalanan penyatuan asmara antara sayyidina Ali dan sayyidah Fatimah.
Emran menggeleng kepala, mendengar ucapan El. Dia akan mencari tahu, siapa sosok yang ada di dalam hati Elea. Putra sulung Efendi itu lalu berpamitan sebab memiliki janji dengan beberapa customer di toko.
Pukul 13.30. Jakarta.
Emran tergesa memasuki toko sebab Kayshan telah menunggunya. Dalam perjalanan dari Bogor tadi, dia telah memberi kabar pada beberapa calon pelanggan perihal keterlambatan janji temu.
Sebagian membatalkan kunjungan mereka dan mengganti di hari lain, tapi beberapa bersedia menunggu membuat Emran harus menemui mereka sekaligus.
Ketika dia tiba dan masuk kantor, Kayshan menyalami pertama kali.
"Assalamualaikum, Bang. Saya Kay," sapa Kayshan, bangkit mengenalkan diri menyambut pemilik toko.
"Wa 'alaikumsalam ya, Akhi. Punya Mas Kay, sudah aku siapkan, silakan dilihat dahulu," ucap Emran menunjukkan sampel empat produk di dalam keranjang.
Kayshan kembali duduk dan melihat beberapa barang. Dia tiba-tiba teringat Elea kala melihat mukena, sederhana, tapi mewah.
"Saya mau ini, satuan boleh?" tanya Kay, mengangkat mukena.
"Boleh, Mas. Nanti di beri box jika ingin custom khusus ... ada lagi?" balas Emran, seraya meladeni tamu lainnya.
Saat duha tadi, Kay tidak sengaja mendengar kajian yang di isi oleh Farhan di Tazkiya FM tentang sedekah. Kisah seorang pemuda di jaman Nabi Ibrahim yang Allah panjangkan usianya sebab telah bersedekah, manakala malaikat maut datang memberi tahu Nabi Ibrahim bahwa usia pria tadi tak sampai esok hari.
Sebaik-baik pemberian adalah yang sempurna lalu lupa. Setelah memberi, tidak mengharap apalagi mendikte pencipta agar diberikan ganjaran atas apa yang telah di keluarkan. Karena sesungguhnya semua hal di dunia ini adalah pemberian dariNya.
"Bang, pesanan yang tadi, tolong kalikan dua, ya. Saya mau niatkan untuk seseorang," sambung Kay setelah merenung sejenak.
"Yakin?" desak Emran. "Ini aku buat masing-masing dua kodi, cukup?" imbuhnya lagi, diangguki oleh Kayshan.
Emran pun segera menuliskan semua pesanan Kay dan meminta anak buahnya menyiapkan. Karena Kayshan tidak dapat meninggalkan Gauri terlalu lama, dia meminta izin pada Emran untuk menyelesaikan urusan dengan staf toko.
Keinginan ngobrol dengan Emran, tertunda. Tapi sejak kunjungan ke sini, Kay jadi punya alasan untuk datang di lain waktu.
"Tolong tuliskan untuk Kenan Ghazwan bin Ghazwan Khalid dan Gauri Fizva bintu Kenan Ghazwan. Ini nanti terserah Bang Emran mau di salurkan kemana. Ke Majlis beliau juga boleh," ujar Kay saat membayar tagihannya di kasir.
'Untuk kamu juga, Elea Narasya. Lekas sehat ya, Habibati. Aku akan ke Tazkiya sore nanti,' batin Kay.
"Fadhol, Pak Kay. Yang pesanan kedua kemana?" ujar staf toko.
"Tolong bawa ke mobil saja ... Bang, saya cabut ya, syukron," kata Kay, melambaikan tangan pada Emran dari luar kantornya.
Emran bangkit, keluar kantornya lalu mengantar Kay hingga ke mobil. Dia juga meminta maaf tidak melayani dengan baik. Keduanya sepakat bertemu kembali lain hari.
"Lambat asal selamat," gumam Kay. Meninggalkan toko keluarga Elea.
.
.
..._____________________...
...Jangan minta Kay kek Pak Sam, yang sat set. Kay berproses dulu. Kisah keduanya bertolak belakang 😁....
aku sampai speechles lanjutin bacanya mommy, baru komen lagi di sini , gk kuat bangett😭😭😭😭😭😭
ehhh bener juga sihhh