MAAF KARYA INI di REVISI. BARU SAMPAI BAB 6
Mauren adalah seorang putri dari keluarga kaya yang sedang tergila-gila menyukai adik dari seorang CEO berhati dingin dan tampan.
Suatu hari dia sengaja mengikuti adik sang CEO ke suatu night club. Maureen bertemu dengan Sean, sang CEO.
Mereka berdua beradu mulut, karena sang CEO tidak menyukai sikap Maureen kepada adiknya.
"Berhenti!" Maureen menghentikan seorang pelayan yang membawa dua gelas wine. "Kalo kamu bisa menghabiskan segelas wine ini, aku akan pergi dari sini tanpa mengganggu adikmu," tantang Maureen.
"Tapi, Nona. Wine ini milik-"
"Nanti saya ganti!"
Sang pelayan meneguk saliva-nya kasar. Tugasnya mengantarkan minuman yang berisi obat perangsang untuk seseorang gagal total.
Mau tau kelanjutan ceritanya? Yuk mampir dulu di cerita aku. Ini hasil karya original.
"CEO Posesif untuk Putri Agresif"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riri__awrite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketidakberuntungan
Benar saja apa yang di katakan Sean. Wanita itu menyunggingkan senyumnya ke atas. Perasaan Sean mulai tidak enak. Pria itu kemudian melirik gelas kosong yang telah tandas bekas jus alpukat itu.
"Kamu ... gila?!" Sean berdiri, berniat memuntahkan apa yang telah masuk di tenggorokan dan perutnya.
"Percuma. Obat itu akan bereaksi dalam sepuluh menit lagi. Tunggu saja." Alice menyilangkan kakinya, menatap angkuh kekasihnya yang telah menikah itu. "Aku tidak akan mengampunimu begitu saja, Sayang. Rasakan itu ... dan mari kita bermain malam ini."
Sean berdiri panik, dia sudah ada niatan untuk pergi keluar rumah sebelum pengawal pribadi Alice menutup pintu dari arah luar.
"Duduklah di sebelahku, Sayang. Kita ini sudah tunangan. Tidak akan ada yang salah," goda Alice seraya menepuk pelan sofa di sampingnya.
"Tidak. Aku harus pulang." Sean kekeuh ingin segera pulang sebelum semuanya terlambat.
"Aku akan memuaskanmu malam ini." Alice berucap dengan kekehan jahatnya. Membuat bulu kuduk Sean meremang. Wanita yang berprofesi sebagai model ini sangat berbahaya.
Tubuh Sean perlahan mulai bereaksi. Kulitnya merasa sensitif ketika Alice hanya menyentuh telapak tangannya. Dia benar-benar de javu dengan rasa ini. Aliran darahnya mendesir kencang. Kekasihnya berbohong dengan mengatakan sepuluh menit obat itu akan mulai bereaksi, nyatanya ini baru lima menit, namun Sean sudah panas dingin.
"Dosisnya ku tambahkan. Agar kau bisa bermain sepuasnya dengan ku. Kasar pun tidak apa," bisik Alice.
Wanita itu dengan sengaja meniup pelan telinga Sean. Area sensitif pria itu. Des*han dari mulut tipis itu lolos begitu saja. Sean tidak bisa menahan lagi.
"Alice ... aku tidak kuat," lirih Sean. Dosis obat ini pasti tinggi membuat pria itu bergerak kepanasan seraya membuka kemejanya.
"Aku pun akan membukanya." Alice membuka cardigan putih ketatnya, dan hanya melihatkan sebuah tanktop putih. Lengannya yang putih mulus terekspos begitu saja.
"Nona, ada seseorang yang mencarimu." Seorang penjaga tiba-tiba membuka pintu rumah Alice.
Alice berdecak kesal. "Ck, menganggu saja! Suruh dia menemuiku lain kali."
"Tapi dia membawa surat keputusan agensi."
Alice langsung berdiri saat mendengar itu. "Kenapa suratnya langsung di antarkan kepadaku? Dia bisa menghubungi managerku dulu," gumamnya, kemudian memakai kembali cardigannya dan menatap sekilas Sean yang mulai mengucurkan buliran keringat di jidatnya.
Laki-laki itu bergerak gelisah. Hasratnya memuncak ingin segera dipenuhi.
"Alice, sialan ...." Sean mengumpat kesal seraya merogoh saku celananya. Berusaha menghubungi seseorang. Semoga langsung di jawab.
"Maureen, temui aku ... di apartemen."
Masa bodoh wanita itu akan datang atau tidak. Entah kenapa pikiran kalapnya menginginkan Maureen. Sean dengan gerakan cepat memiting leher penjaga yang sedang berdiri di depan pintu. Tangannya yang kekar mencekik leher penjaga itu dengan kuat.
"Antarkan aku pulang atau kau akan ku bunuh saat ini juga!" Tangannya bergetar. Tidak kuasa lagi menahan nafsu yang ingin segera dipuaskan lantas dia salurkan melalui cekikan.
"B-baik, T-tuan." Penjaga itu tidak bisa bernapas, kemudian Sean melepaskan cekikannya. Wajah penjaga itu memerah, karena kehabisan oksigen beberapa saat. Dia terbatuk-batuk saat tangan itu sudah menjauh dari lehernya.
Sean dengan cepat langsung menyeretnya menuju parkiran mobil melalui pintu belakang. Mobilnya berada di depan yang sialnya dekat dengan keberadaan Alice. Wanita itu tengah duduk di teras dengan seorang pria. Mereka berdua terlihat berbicara serius.
"Antarkan aku menggunakan apa saja! Cepat!" Sean mendorong tubuh penjaga itu. Niat ingin memberontak malah Sean tendang aset berharga milik penjaga pribadi Alice yang mengalami nasib sial.
Setelah penjaga itu mendapatkan mobil, Sean langsung naik menuju kursi penumpang di belakang. Tubuhnya lemas, namun dia paksa agar tetap kuat di mata pengawal itu atau dia akan dalam bahaya jika pengawal itu sadar dirinya sudah mulai terkulai lemah dengan segala nafsu birahi membuncah di dadanya.
...****************...
Wanita dengan blazer coksu itu menatap pantulan dirinya di depan cermin kamar apartemen Sean. Semua masih tetap sama saat dia pertama kali menjejakkan kaki di sini. Kamar dark abu ini sudah satu bulan tidak di tempati, namun terjaga kebersihan dan kerapiannya.
"-Kamu bahkan bisa meminta bantuanku yang berstatus sebagai suamimu ini! Tidak perlu membesarkan egomu itu untuk meminta bantuan."
Ucapan Sean yang penuh emosi kemarin kembali Maureen ingat. Rasa-rasanya jika didengarkan sepintas itu seperti amarah yang diluapkan kepadanya, namun Maureen menganggap ucapan itu adalah bentuk perhatian dari Sean. Jika memang benar begitu Maureen tidak akan menjadi janda muda sesuai perkiraannya.
"Mungkin aku harus meminta maaf kepadanya setelah ini," gumam Maureen.
Pintu depan tiba-tiba dibuka dengan kasar oleh Sean. Penampilannya acak-acakan. Kancing kemeja terbuka, rambut berantakan, dan keringat mengucur deras di pelipis pria itu.
"Kamu kenapa?" Maureen bertanya keheranan. Pria yang menyuruhnya untuk segera datang ke apartemen milik pria itu sendiri kini sedang berusaha mengatur nafasnya yang menderu. Tatapannya kemudian berubah menjadi sendu.
"Aku ... meminum obat itu lagi," ucapnya.
Maureen menekuk alisnya, masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Sean.
"Obat perangsang." Sean bersandar di dinding, kepalanya mendongak ke atas berusaha menahan nafsu yang bergejolak. Jakunnya naik turun saat menelan saliva-nya sendiri.
"Tidak. Aku tidak mau-"
"Aku tidak akan melakukannya padamu," ucap Sean lantas berlari menuju kamar mandi.
Maureen bisa menebak apa yang dirasakan oleh pria itu. Dia pasti tersiksa beberapa saat jika nafsunya tidak terpenuhi. Namun, apalah daya, Maureen tidak mau disetubuhi Sean lagi tanpa keinginan pria itu sendiri. Apalagi dia masih mengandung anak Sean.
Pintu kamar mandi terbuka setelah satu jam lamanya. Maureen yang sedang asik memainkan ponselnya segera menaikkan pandangan menatap Sean. Matanya membulat ketika pria yang dia lihat hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Maureen langsung mengalihkan pandangan.
"Maaf aku membuatmu berada di sini. Aku takut menyetubuhi wanita lain yang tidak ku kenal."
Maureen hanya bergeming, tidak tahu akan membalas apa. Sikap Sean akhir-akhir ini membuat dia bingung sendiri. Padahal Maureen yang akan mengubah sikapnya menjadi peduli untuk mengambil hati pria itu, namun sepertinya tanpa dia berusaha lebih keras lagi pria itu sendiri yang memakan umpannya.
Tidak ada maksud apa-apa. Hanya saja Maureen tidak ingin diceraikan begitu saja oleh Sean. Dia tidak mau setelah anaknya lahir mereka berdua akan berpisah dan saling merebutkan hak asuh anak. Hubungan ini perlu di jaga.
"Alice meneleponku berulang kali, tapi sengaja tidak aku jawab." Mata pria itu menatap layar ponselnya. Sorot matanya tidak bisa diartikan oleh Maureen.
"Mengapa kamu meminumnya?" tanya Maureen to the point.
"Wanita itu sendiri yang memberikan. Aku dibodohi oleh dia." Sean menatap Maureen. "Aku tidak bisa melakukan hal seperti padanya."
Ingatkan Maureen untuk tersadar setelah mendengar pernyataan itu. Apa tadi? Sean tidak akan menyetubuhi tunangannya? Itu berarti rasa cinta pria itu mulai-
"Karena aku tidak mau merusak dia apalagi karirnya." Lanjut Sean.
Oke. Aku terlalu berharap.
Ponsel di samping Maureen tiba -tina berdering. Tertera jejeran angka yang tidak dikenal menelponnya.
"Angkat," titah Sean penasaran.
Maureen dengan ragu mengambil ponselnya. Jarinya sangat sulit untuk menekan tombol menerima. Dia melirik lagi pada Sean dan langsung mendapatkan anggukan tegas dari pria itu.
Yakin dengan apa yang dia lakukan, Maureen men-loadspeaker ponselnya.
"Halo?"
Hening. Tidak ada sautan dari seberang sana.
"I-ini siapa?"
Hanya terdengar suara grusak-grusuk membuat bising satu ruangan.
"HALO?! HALO?! MAUREEN KAMU ADA DI MANA?!" Teriakan dari sebrang sana terdengar dua kali lebih keras, karena ponsel Maureen dalam keadaan volume tinggi.
Mereka berdua saling menatap. Mereka sepertinya mengenal suara ini.
"SIAL! GERBANG RUMAHMU MENGAPA DITUTUP?! DI MANA PARA SATPAM?! AKU DIKEJAR ANJING KOMPLEKS YANG TERLEPAS!"
guk-guk-guk
Gonggongan anjing itu terdengar dari dalam ponsel.
Bola mata kedua insan yang masih saling menatap itu membulat lebar. "Devan?!" pekik Sean dan Maureen bersamaan saat menyadari bahwa itu suara Devan.
padahal aku udah sayang sama Sean 😭
hajarr aku dukung 😤
aku mampir lagi nih bawa like and subscribe 🤗