NovelToon NovelToon
Wanita Pelangkah

Wanita Pelangkah

Status: tamat
Genre:Tamat / Duda / Murid Genius / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.6M
Nilai: 4.9
Nama Author: Kuswara

Apa yang akan terjadi pada Jamilah setelah tiga kali dilangkahi oleh ketiga adiknya?.

Apa Jamilah akan memiliki jodohnya sendiri setelah kata orang kalau dilangkahi akan susah untuk menikah atau mendapatkan jodoh?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 Wanita Pelangkah

Jamilah sudah memasukkan baju-baju Emir kedalam lemari, yang baru dikeluarkannya dalam koper kecil. Hampir satu Minggu Emir meninggalkan rumah, makanya jadi banyak baju yang dibawanya pulang. Serta meletakan kembali koper kecil itu pada tempatnya.

Berpindah pada baju dan celana Emir yang digunakannya saat pulang. Sudah menjadi kebiasaan Jamilah untuk memeriksa setiap saku celana, kemeja atau pun jas Emir sebelum masuk mesin cuci. Tumben sekali jika kemeja Emir kali ini ada uang pecahan 100ribu sebanyak enam lembar. Dan beberapa kertas didalam saku jasnya yang Jamilah letakkan di atas meja riasnya.

Segera Jamilah membawa baju kotor Emir kebawah dan langsung meletakkannya didalam mesin cuci. Kemudian Jamilah membawa teh panas dan air putih hangat untuk suaminya. Lalu Jamilah meletakkan teh panas dan air hangat itu di atas meja yang ada di balkon.

"Aku sudah menyiapkan teh panas dan air putih hangat nya ada dimeja balkon." Ucap Jamilah saat Emir baru keluar dari kamar mandi.

"Terima kasih." Balas Emir lalu menuju ke balkon. Dimana balkon tempat favoritnya kalau sedang berada di rumah Pak Utomo.

"Uang dan beberapa kertas ada di atas meja rias saya." Beritahu Jamilah sambil menjemur handuk yang baru dipakai Emir.

"Jamilah..." Panggil Emir.

"Iya" Jamilah segera datang memenuhi panggilan Emir.

"Duduklah!." Pinta Emir menunjuk kursi sebelahnya. Jamilah pun menurutinya.

"Terima kasih kamu sudah sangat perhatian dan sayang pada Alexander. Tapi kalau boleh, sebaiknya kamu jangan terlalu berlebihan dalam memberikan semua itu. Takutnya Alexander akan selalu bergantung pada mu." Ucap Emir tanpa melihat wajah Jamilah.

"Kamu tenang saja, apa yang saya lakukan tidak akan menjadikan Alexander bergantung pada saya. Justru Alexander akan lebih mandiri dengan sikap dan tutur kata yang lebih baik lagi. Saya tidak pernah ingin mengambil posisi mu dan Isyana. Saya hanya mengisi kekosongan yang kamu dan Isyana tinggalkan pada Alexander." Jawab Jamilah datar. Jamilah harus mulai terbiasa dengan sikap Emir yang kadang masih suka berubah-ubah padanya.

Emir menoleh pada Jamilah yang terlihat sangat tenang. Tidak pernah sedikit pun terpancing emosinya untuk pembicaraan apa pun. Jamilah selalu bisa menyikapinya dengan baik.

"Terima kasih." Balas Emir. Jamilah tidak menanggapinya sama sekali.

"Kalau tidak ada yang ingin dikatakan lagi, saya mau kebawah menyiapkan makan malam." Jamilah bangkit berdiri, lalu meninggalkan Emir di sana. Emir menatap kepergian Jamilah sampai Jamilah benar-benar menghilang dari pandangannya.

Satu jam sudah berlalu, makan malam pun sudah selesai. Hanya sebentar saja Pak Utomo, Bibi Isti dan Jamilah berbicara mengenai cara perawatan yang baik untuk tanaman yang tadi siang datang. Setelahnya mereka masuk kedalam kamar masing-masing. Begitu juga Jamilah segera menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.

Jamilah langsung duduk dimeja rias saat sudah sampai di dalam kamar. Ia melihat uang Emir dan beberapa kertas yang masih tergeletak dimeja riasnya. Jamilah membuka beberapa kertas, ada beberapa karcis parkir Primaya Hospital, ada satu lembar kertas kecil bertuliskan Hotel NY lengkap dengan alamat dan No. kamar hotelnya. Semua tanggal yang tertera pada beberapa kertas parkir itu sama dengan tanggal Emir sedang berada di Villa itu.

"Rumah sakit?. Apa Pak Emir sakit?. Atau siapa?. Hotel NY?. Apa hubungannya?." Jamilah merapikan semua itu dan meletakkannya dipinggir meja riasnya.

.

.

.

Sampai di sekolah, Alexander langsung menuju kelas. Sedangkan Jamilah langsung masuk keruangan guru. Masih ada sisa waktu setengah jam lagi sampai jam pelajaran pertama dirinya dimulai.

Jamilah segera mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan langsung menghubungi Juleha, yang saat ini tinggal di Jakarta.

"Assalamu'alaikum Kak Jami, ada apa?."

"Wa'alaikumsalam De. Kak Jami mau minta tolong, kalau kamu punya waktu luang tolong bantu Kak Jami. Untuk mencari tahu beberapa informasi yang sudah Kak Jami kirimkan pada mu."

"Iya Kak Jami, nanti aku kabari lagi kalau semua informasinya sudah aku dapatkan."

"Iya De, makasih sebelumnya."

"Iya Kak Jami, sama-sama."

Tut Tut Tut

Jamilah memegang dadanya yang berdebar lebih kencang saat ini. Tidak tahu dengan kenyataan yang seperti apa lagi yang sudah disembunyikan Emir dari dirinya. Jamilah harus kembali menyiapkan segalanya, jangan sampai ia gila menghadapi setiap permasalahan yang berasal dari orang-orang terdekatnya.

"Kenapa pagi-pagi begini sudah bengong?. Masih terbayang dengan semalam?." Goda Ibu Zahra menyenggol lengan Jamilan pelan.

Jamilah cukup memasang wajah yang tersenyum untuk menjawab apa yang ditanyakan rekan sejawatnya.

"Ibu Wiwin tidak masuk hari ini?." Ucap Ibu Zahra lagi sudah bersiap-siap. Sebab bel lima menit lagi akan segera berbunyi.

"Lalu yang menggantikan Ibu Zahra atau saya?." Tanya Jamilah.

Pandangan Jamilah dan Ibu Zahra kini beralih pada Pak Ginanjar yang baru masuk dan meminta mereka untuk menukar posisi kelas untuk mengajar.

"Ibu guru Jamilah tolong gantikan Ibu Wiwin untuk mengajar di kelas 6B!."

"Baik Pak kepala sekolah." Jawab Jamilah cepat.

"Kelas 5A biar Ibu Zahra yang mengajar." Ucap Pak Ginanjar lagi. Ibu Zahra pun mengiyakan.

Pak Ginanjar pun segera keluar setelah mengatakan hal itu. Sebab bel sudah berbunyi dan kedua guru itu harus segera mengejar di kelas yang sudah ditentukan.

.

.

.

Jamilah terbangun kala mendengar Emir yang sedang mengigau. Emir mengigau sepertinya bukan hanya sekali, keringat yang sudah membasahi seluruh baju yang dipakai Emir saat ini.

"Pak Emir...Pak Emir...bangun!." Suara lembut Jamilah tepat ditelinga Emir. Dengan tangan yang memegang pundak Emir. Emir belum mau membuka matanya.

"Pak Emir....bangun!. Pak Emir....bangun!." Tangan Jamilah berpindah mengusap punggung tangan Emir dengan lembut. Lagi-lagi Emir belum mau membuka matanya.

Jamilah memegang dahi Emir, ternyata Emir sedang demam cukup tinggi. Jamilah segera keluar dan pergi ke dapur untuk merebus air.

"Kak Jamilah sedang apa?." Bibi Isti yang baru turun pun cukup kaget dengan keberadaan Jamilah di jam segini berada di dapur.

"Bibi Isti..." Jamilah menoleh kebelakang, dimana Bibi Isti sedang berdiri menatapnya.

"Ini, Pak Emir sedang demam. Jadi saya mau kompres pakai air hangat." Jawab Jamilah lalu mematikan kompor sebab airnya sudah mendidih.

"Sekalian minum obat turun demam Kak Jamilah. Ada roti dimeja makan untuk ganjal perut Kak Emir sebelum minum obat." Bibi Isti mengambilkan roti yang dimaksudnya lalu memberikannya pada Jamilah.

"Terima kasih Bibi Isti, saya ke atas dulu ya." Pamit Jamilah dengan banyak bawaan kedua tangannya.

"Iya Kak Jamilah." Jamilah segera menaiki anak tangga dengan terburu-buru takut Emir semakin demam jika menunggu dirinya kelamaan.

Jamilah segera menempelkan handuk kecil yang sudah hangat pada kening Emir. Jamilah kembali mencoba membangunkan Emir supaya berhenti mengigau.

"Pak Emir...bangun!. Pak Emir bangun!." Jamilah mengusap punggung tangan Emir lagi. Hingga perlahan kedua mata Emir terbuka dengan sempurna. Dan Emir memposisikan dirinya duduk menghadap Jamilah.

Pandangan Jamilah dan Emir saling beradu, keduanya saling menatap dengan lekat, menyelami perasaan yang mulai menimbulkan getaran-getaran halus yang mengetuk hati keduanya.

Tangan Emir terulur, menyentuh wajah yang belum pernah disentuhnya. Merasakan kelembutan dari kulit wajah Jamilah yang tidak memakai polesan apa pun.

Jamilah diam membeku, merasakan keindahan perasaan yang untuk pertama kalinya, kini hadir mengisi relung hati Jamilah. Perasaan senang mendapatkan perlakuan Emir yang hangat seperti sekarang ini. Sentuhan pertama sejak pernikahan mereka begitu menyentuh sisi sensitive Jamilah.

Pun dengan Emir, perasan yang sudah mulai hadir. Yang ditepisnya sekuat tenaga kini muncul kepermukaan memperlihatkan wujudnya dalam bentuk cinta dan kasih sayang untuk Jamilah. Walau bibirnya tidak mampu menyampaikan apa yang saat ini dirasakan oleh Emir. Namun matanya mampu berbicara dengan bahasa cinta yang dimengerti oleh Jamilah.

"Makan dulu rotinya supaya bisa minum obat penurun demamnya." Jamilah menyodorkan roti itu dan Emir segera memakannya dengan tatapan yang tidak lepas dari Jamilah.

"Sekarang minum obatnya!." Jamilah dengan telaten memberikan pelayanan terbaiknya sebagai seorang istri. Emir pun sudah meneguk minum untuk menekan obat tersebut.

"Ganti baju mu, pasti tidak akan nyaman tidur dengan baju yang basah." Jamilah memberikan baju ganti pada Emir setelah mengambilnya dari lemari.

Emir seperti anak kecil yang masih suka dipakaikan baju. Emir pasrah saja saat Jamilah membantu melepaskan kaos yang menempel di badannya. Mengelap badan Emir yang lengket akibat berkeringat dengan handuk kering. Jamilah melakukan semua itu tanpa rasa malu atau pun canggung. Sebab mereka sudah menjadi suami istri. Dan terakhir Jamilah memakaikan kembali baju yang baru sebagai gantinya.

"Sekarang tidur lagi, dan mudah-mudahan besok pagi sudah turun demamnya." Jamilah membantu Emir merebahkan tubuhnya. Emir tidak berkata sedikit pun saat semua perlakuan manis Jamilah sudah berhasil meluluhkan pertahanannya sebagai sekarang pria.

"Kamu mau kemana?." Emir menahan tangan Jamilah yang hendak akan pergi dari sampingnya.

"Saya mau kembali ketempat tidur. Masih jam satu malam." Balas Jamilah sambil tersenyum.

"Tidur disini bersama saya!, saya tidak bisa tidur sendiri setelah bermimpi buruk." Emir menarik perlahan tangan Jamilah. Membawanya duduk disampingnya.

"Berbaringlah!." Perkataan Emir seperti sugesti yang tidak bisa ditolaknya. Tentunya selain karena Emir sangat berhak penuh atas tubuh Jamilah. Namun sampai saat ini, Emir lah yang tidak mau menyentuhnya. Padahal Jamilah sudah siap lahir batin kalau sampai hal buruk itu terjadi setelah ia kehilangan mahkotanya. Setidaknya ia berikan pada orang yang sudah berstatus suaminya.

Kini keduanya sudah dalam posisi berbaring dengan wajah yang yang berhadap-hadapan. Sofa besar itu mampu menampung dua raga yang sedang mencoba untuk saling membuka diri lebih jauh lagi.

Kedua mata Jamilah terpejam, untuk pertama kalinya Emir mengecup kening Jamilah dengan status mereka sebagai suami istri.

Perasaan hangat itu mengalir dengan begitu sangat deras, memenuhi aliran darah mereka untuk waktu yang cukup lama. Degup jantung keduanya saling berpacu dengan sangat cepat, bersahutan seirama dengan rasa bahagia yang kini membuncah.

Kecupan itu perlahan turun pada kedua mata Jamilah yang masih terpejam. Kemudian Emir membawa tubuh Jamilah dalam dekapannya.

"Izinkan saya selalu untuk bisa memelukmu seperti ini." Bisik Emir tepat pada bibir Jamilah. Nafas keduanya begitu nyata menerpa wajah masing-masing.

1
Patrish
tetangga nyinyir ga usah dibagi Mak.. nanti malah bikin emak sakit hati
Patrish
aku gemes sama emak emak yang lambenya turah.... swmpat sempatnya mereka pagi2 ngumpul di depan yoko cuma mau menjatuhkan mental Julia.... lhakalo emaknya kaya' gini suaminya apa ya ga pusiing
Patrish
masih tersisa satu nama Yulia mungkin itu jodohmu.. ARKAM.. 😀😀😀😀
Patrish
harusnya Arkam malu dengan pernyataan Yulia... tapi dasar kulit badak... ya tetep saja..
Patrish
tetangga yang aneh... bisabisanya sampai cek ke rumah pak Utomo... kurang kerjaan banget.... payah!!
Patrish
ini novel rapi amat.. persoalan dikupas tuntas satu per satu.. pertama dengan Tiffani... kedua dengan Isyana... sekarang Alexander dan Arkam.... tinggal nunggu kelanjutannya.. 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Patrish
itu namanya obsesi Arkam... bukan cinta... karena obsesi sifat jahatmu muncul.... apalagi memakai anak kecil untuk tujuan jahatmu....
Patrish
pak Emir kena penyakit Cauvade Syndrome....
Patrish
waaaah... Arwah Isyana bakal jadi arwah gentayangan nih.. pulang dengan menyisakan dendam... meracuni otak anaknya.... meninggal dalam keadaan tidak ikhlas
Patrish
pasti bukan karena bayaran dari Emir yang besar... tapi hati nurani perawat ini memang jernih
Patrish
bener bener racun nih si Isyana...
Patrish
waduh... kompor....
Patrish
tahan nafas.. takut Joy bangun🙈🙈🙈
Patrish
Arkam yang pemaksa...
Patrish
ada pemain baru nih.. Jordan... waah.. jangan jangan... 🤔🤔🤔🤔
Patrish
perempuan macam iblis dipelihra.. heran aku Mir.... kemana matamu
Nasechah
lanjutannya mana author, gemes ni ama pasangan juliet and arkam
Patrish
ini kampung macam apa sih... warganya liar seperti itu.. ga ada sopan sopannya sama sekali...
Patrish
dasar dokter ga tahu adat... mulut dokter kok lebar ... jaga etika dok😠😠😠
Patrish
naaahh... dua serigala licik.... janganjangan anak si Arkam🤔🤔🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!