Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Rendra semakin melihat Zahra dengan jelas. Wajah dan senyuman itu, benar-benar Zahra.
"Zahra..." panggilnya.
Mendengar suara Rendra seketika Zahra menoleh. Mereka saling bertatap untuk beberapa saat. Ada sebuah getaran yang terasa di dada mereka.
Seketika Zahra menundukkan pandangannya. "Kamu kenapa?" tanyanya setelah melihat balutan perban di lengan dan betis Rendra.
"Gak papa. Gimana kabar kamu?" tanya Rendra. "Makasih kamu sudah memberikan barang itu pada Papa hingga aku bisa bebas dengan cepat."
Zahra menganggukkan kepalanya lalu dia duduk di kursi taman dekat kursi roda Rendra. "Lengan sama kaki di perban tapi bilangnya gak papa."
Rendra hanya tertawa, bunga yang hampir layu itu kini seolah bermekaran lagi di hatinya. "Sakit aku terlihat secara fisik dan pasti dengan cepat bisa sembuh, tapi kalau kamu? Penyakit kamu tidak terlihat, tapi aku tahu kamu sakit."
Seketika Zahra menatap Rendra. "Darimana kamu tahu penyakit aku?"
"Setelah aku bebas, aku langsung mencari kamu ke rumah sakit. Ternyata kamu sudah kabur dan Dokter memberikan hasil tes kamu. Aku gak nyangka kamu menderita penyakit itu." Rendra mengalihkan pandangannya dan menatap beberapa anak kecil yang sedang bermain dengan suster. "Aku sangat khawatir sama kamu. Mengapa kamu harus kabur dari rumah sakit?"
"Waktu itu aku juga gak tahu kalau aku sakit. Sebenarnya aku ingin kembali ke rumah Bu Titik, tapi aku pingsan di jalan dan ditolong Dokter Hendra." cerita singkat Zahra. Dia sangat bersyukur, dia ditolong oleh Dokter Hendra yang sangat baik.
Mendengar nama Hendra seketika Rendra mengeraskan rahangnya. Apakah Hendra mau bersaing juga dengannya? "Hendra?"
"Kenapa?" tiba-tiba saja Hendra muncul di sebelah Rendra.
Rendra menarik lengan Hendra kasar. "Kamu kenapa gak bilang kalau Zahra ada di sini?"
"Memang kamu kenal sama Zahra?" Hendra justru balik bertanya.
"Dia wanita yang aku cari itu. Anak buah aku sampai mencari Zahra di dua kota, gak tahunya malah di sini sama kamu."
"Aku gak tahu kalau dia wanita yang kamu cari." Kedua pria itu saling bertatap tajam.
"Jangan bilang kalau kamu..."
Hendra hanya tersenyum sinis, "Kali ini siapa pemenangnya."
"Sial lo!"
Zahra hanya mengernyitkan dahinya menatap mereka berdua. Sepertinya hubungan mereka berdua begitu dekat. Dia tak menyangka hidupnya tak pernah bisa lepas dari Rendra.
"Dokter, saya permisi dulu." Zahra akhirnya berdiri dan berjalan meninggalkan mereka berdua.
"Zahra, tunggu aku belum selesai bicara." Rendra berusaha untuk berdiri tapi kakinya terasa sangat sakit.
Zahra menoleh sesaat dan tersenyum. "Iya, nanti saja. Aku mau sholat dhuha dulu."
Mendapat senyuman dari Zahra saja membuat wajah Rendra berbinar. Detak jantungnya bahkan meningkat drastis.
Hendra kini duduk di kursi taman. Melihat gelagat Rendra tentu saja dia tahu perasaan Rendra saat ini. "Jadi kamu udah jatuh cinta sama Zahra?"
Rendra hanya terdiam tak menjawab pertanyaan itu.
"Zahra itu gak pantas buat kamu. Dia gadis baik-baik harus mendapatkan laki-laki yang baik juga." Hendra dengan sengaja membuat Rendra pesimis.
"Siapa laki-laki baik itu? Kamu maksudnya?"
"Yeah, you know that."
"Zahra belum tentu mau sama kamu."
"Emang dia mau sama kamu?"
Mereka kini terdiam dan sama-sama menghela napas panjang. Dulu mereka juga pernah jatuh cinta dengan wanita yang sama, tapi tidak ada yang bisa mendapatkannya. Rendra yang sedari dulu hidupnya penuh dengan bahaya, jelas saja tidak ada yang mau mendekatinya. Rendra hanya memanfaatkan wanita bayaran ketika ingin kencan, sedangkan Hendra, dia begitu sulit mengungkapkan sebuah perasaan hingga sampai saat ini dia masih saja sendiri.
"Apa sakit Zahra bisa disembuhkan?" tanya Rendra pada akhirnya.
"Kamu juga sudah tahu penyakit Zahra?" Hendra kembali menatap Rendra. Sahabatnya itu memang penuh dengan kejutan.
"Justru aku yang tahu lebih dulu. Kali ini aku merasa menjadi manusia yang tidak berguna saat tidak bisa membantu Zahra."
Sudah lama Rendra tak memakai hati dan perasaannya dalam menghadapi segala hal. Sepertinya Rendra memang sudah mulai berubah. "Semua penyakit itu akan sembuh jika Allah menghendaki. Setidaknya kamu bisa membantu Zahra lewat do'a. Dan aku akan mengupayakan yang terbaik untuk Zahra secara medis."
Do'a? Dada Rendra kini bergemuruh. Selama ini dia sangat jauh dengan Sang Pencipta bahkan dia tidak pernah bersujud dan berdo'a.
"Sebenarnya ada beberapa cara penyembuhan, melalui kemo atau tranplantasi sumsum tulang belakang. Kalau kemo itu sangat menyakitkan, aku takut tubuh Zahra justru tidak kuat melawannya. Cara yang paling bagus sebenarnya transplantasi sumsum tulang belakang, tapi kita harus mencari pendonor yang cocok." terang Hendra.
"Ya sudah, ambil saja sumsum tulang belakang aku."
"Seseorang yang tidak memiliki ikatan darah persentase kecocokannya sangat kecil. Bukankah orang tua Zahra masih ada?"
Rendra membuang napas kasar. Dia kesal saat mengingat orang tua Zahra. "Orang tua Zahra sepertinya tidak peduli dengan Zahra."
"Kamu kenal?"
"Aku pernah tinggal di rumah abinya Zahra. Zahra diusir karena salah paham sama aku. Padahal Zahra itu anak yang sangat patuh pada orang tuanya. Aku udah berusaha untuk mengalah agar Zahra bisa diterima di keluarganya lagi tapi mereka tetap saja egois, tidak memikirkan perasaan Zahra." cerita Rendra. Andai saja ikatan hati juga bisa memiliki kecocokan yang tepat, dia rela rela mendonorkan semua sumsumnya untuk Zahra.
"Ya sudah biarkan Zahra tetap di sini. Nanti kita lakukan tes sumsum tulang belakang, siapa tahu memang ada yang cocok dengan Zahra."
"Oke, kalau seperti itu, aku juga akan tinggal di sini." Begitulah keputusan Rendra. Kali ini dia tidak akan membiarkan Zahra pergi lagi.
Seketika Hendra menatap tajam Rendra. "Enak aja. Setelah sembuh kamu harus pulang ke rumah kamu."
"No, aku akan tetap di sini." Rendra mengangkat alisnya sambil melipat tangannya. "Apa perlu aku memaksa kamu dengan tembakan?"
"Terserahlah, aku juga gak bisa usir kamu karena kamu salah satu donatur tetap di sini."
"Bagus!" Rendra menepuk bahu Hendra. "Dan satu lagi yang harus kamu ingat, Zahra milikku!"
Hendra menepis tangan Rendra yang ada di bahunya. "Selama janur kuning belum melengkung, Zahra bisa menerima lamaran siapa saja."
"Lamaran? Hei, jangan bilang kalau kamu..."
Hendra berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya lalu berjalan dengan santai meninggalkan Rendra.
"Melamar? Aku kalah sat set. Gak boleh kayak gini. Harus aku dulu yang mendapatkan Zahra."
💞💞💞
.
Like dan komen ya...
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya