Benci jadi cinta, atau cinta jadi benci?
Kisah mereka salah sejak awal. Sebuah pertemuan yang didasarkan ketidaksengajaan membuat Oktavia harus berurusan dengan Vano, seorang idol terkenal yang digandrungi banyak kalangan.
Pertemuan itu merubah hidupnya. Semuanya berubah dan perubahan itu membawa mereka ke dalam sebuah rasa. Cinta atau benci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suci Aulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akal Bulus Okta
"Gue gak mau jadi jendes!!"
"Gak gak, ya kali gue yang cantik, bohai, pramugari gini jadi jendes sih?!"
Okta menggumam sambil mondar-mandir di depan cermin kamarnya. Membayangkan jadi jandanya Vano di umur 25 tahun, pliss deh itu gak banget!!.
Ini sudah pukul 7 malam, dan Vano belum pulang juga. Di telfon gak diangkat. Pikirannya jadi gusar. Menerka-nerka apa yang cowok itu lakukan bersama Kiara sampai selama itu.
Okta kemudian duduk di kursi meja riasnya. Ternyata capek juga mondar-mandir dari tadi, dia jadi menyesali kelakuannya sendiri. Perempuan melihat pantulan wajahnya sendiri di cermin. Sambik sesekali menolehkan kepalanya ke kiri dan kanan.
"Sebenernya kalo diliat-liat gue gak kalah cantik tuh sama si Kiara, cuma muka gue emang gak ada unsur bule-bulenya aja. Selebihnya mah, gue juga unggul kali. Badan seksi gini pantesan Irfan gamon, Vano aja yang matanya siwer!!"
Rasanya Okta kepengen mencongkel mata Vano terus mencucinya di air terjun. Supaya matanya gak burem, melek lebar-lebar dan sadar kalau dia punya istri spek Lalisa Manoban.
Jangan sampai gara-gara dia terlalu mementingkan Kiara, Okta jadi memilih balik kanan lalu kembali ke pelukan Irfan. Eh nggak deng, dia mau cari daddy tiri yang lebih keren untuk anaknya. Minimal yang perawakannya mirip Shawn Mendes.
"Kita liat aja Van, lo bakal nyesel karena udah nyuekin gue!" Okta mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi sambil tersenyum miring. Mari kita lihat siapa yang akan bertekuk lutut, dia atau Vano.
************
Pukul 9 malam Vano baru pulang ke rumahnya. Setelah mengantar Kiara ke Apartemen dan mampir sebentar ke agensi untuk mengurus show besok, akhirnya dia bisa istirahat juga.
Cowok itu memarkirkan mobilnya lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Sepi, tapi lampu masih menyala semua. Dalam hati dia bertanya dimana Okta, apa perempuan itu sudah tidur?. Mungkin iya, karena selama tinggal bersama Vano jadi tau kalau Okta termasuk orang yang *****, nempel molor.
Sebelum masuk kamar, Vano menyempatkan diri untuk belok ke dapur. Mengambil gelas dan mengisinya dengan air dingin dari dispenser. Satu gelas air tandas, lalu dia mengisi lagi untuk dibawa ke kamar.
Dia mulai menaiki tangga dengan langkah pelan. Tidak pakai toleh kanan kiri, takut kalau ada penampakan. Pintu kamar sudah di depan mata, Vano membukanya.
Ceklek.....
Suara engsel pintu terbuka, detik berikutnya suara gelas pecah terdengar, Vano shock berat.
Asli, ini lebih merinding dari melihat tante kun gelantungan di tiang jemuran. Di depan sana, tepat di samping ranjang Okta berdiri menjulang dengan memakai lingerie merah maroon. Tersenyum menggoda kearahnya seperti mengajak tidur bersama.
Seluruh badan Vano rasanya kaku. Bahkan gelas yang tadi dia bawa sampai jatuh ke lantai. Melihat Okta seperti itu membuat dia jadi semriwing sendiri. Berulang kali dia mengingatkan diri supaya,
"WARAS VAN, warass!!!. Gak boleh nafsu!!" ucapnya dalam hati.
Okta makin melebarkan senyumnya setelah melihat kedatangan Vano, seolah menantang. Perempuan itu berjalan melenggak-lenggok seperti catwalk. Sengaja membuat Vano tambah semriwing dengan mencepol tinggi rambut panjangnya.
"Lo nggak mau masuk?" Okta bertanya dengan cara bicara seperti biasa, tapi nada bicaranya terdengar seperti mendayu di telinga Vano. Perempuan itu berdiri di depannya, berulang kali Vano mencoba fokus untuk melihat wajah Okta saja dan tidak jelalatan untuk melihat belahan dadanya yang kelihatan.
"Van, lo sakit?" Okta meletakkan tangannya di dahi Vano yang berkeringat. Sentuhan kulit lembut itu membuatnya mengumpat dalam hati. Dia mundur selangkah dari sentuhan Okta,
"Gue tidur di kamar sebelah"
Vano segera pergi keluar kamar, menutup pintu dengan keras lalu segera masuk ke kamar sebelah yang kosong. Vano mengunci pintu kamar Itu. Gila, Okta sudah gila. Telat sedikit saja dia bisa kelepasan.
Nafas Vano terengah-engah, jantungnya masih betalu-talu sekarang. Padahal jarak kamar cuma beberapa meter, tapi rasanya dikejar Okta seperti dikejar rentenir.
Cowok itu mengacak rambutnya kesal, padahal ini sudah di kamar lain tapi tubuhnya masih semriwingan gak jelas. Vano memilih mandi air dingin, untuk menjernihkan badan dan pikiran. Masa bodo ini sudah malam. Lebih baik dia mandi malam daripada nanti tidak bisa tidur sama sekali.
Entah kesialan apa keberuntungan, malam-malam begini dia malah harus melihat pemandangan menguji iman. Sialnya lagi dia masih tidak tidur padahal sudah berendam selama 1 jam.
"Okta sialan" dia mengumpati perempuan yang sudah membuatnya seperti ini. Perempuan yang dia pastikan sekarang pasti sudah tidur nyenyak di kamarnya seperti tidak punya dosa.
Vano jadi pengen misuh. Tidak mungkin dia tidak tidur, besok ada jadwal grub dan wajahnya harus fresh. Segera saja dia mengambil pil tidur di laci. Meminumnya dengan dosis setengah. Sebelum tidur Vano menyempatkan diri mengirim pesan ke Okta supaya membangunkannya besok pukul 8 pagi, takut-takut kalau dia tidak mendengar alarm. Setelah pesan terkirim, dia memasang alarm di hp dan jam weker.
Bahkan saat dia sudah ingin tidur pun bayang-bayang Okta masih menghantui. Lekuk tubuhnya, senyumannya, dan leher jenjangnya. Sial, otak Vano kini dipenuhi unsur 21+
Tolong bangunkan dia kalau dia tidak bisa bangun besok pagi!
bener itu amp hamidun🤔
kasian tuh sana sini musti pinter nyari jln