NovelToon NovelToon
TITIK BALIK : Senja Di Jakarta

TITIK BALIK : Senja Di Jakarta

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Kehidupan di Kantor / Wanita Karir / Cinta Terlarang / Romansa / Balas Dendam
Popularitas:13
Nilai: 5
Nama Author: FTA

kanya adalah seorang Corporate Lawyer muda yang ambisinya setinggi gedung pencakar langit Jakarta. Di usianya yang ke-28, fokus hidupnya hanya satu, meskipun itu berarti mengorbankan setiap malam pribadinya.
​Namun, rencananya yang sempurna hancur ketika ia bertemu adrian, seorang investor misterius dengan aura kekuasaan yang mematikan. Pertemuan singkat di lantai 45 sebuah fine dining di tengah senja Jakarta itu bukan sekadar perkenalan, melainkan sebuah tantangan dan janji berbahaya. Adrian tidak hanya menawarkan Pinot Noir dan keintiman yang membuat Kanya merasakan hasrat yang asing, tetapi juga sebuah permainan yang akan mengubah segalanya.
​Kanya segera menyadari bahwa Adrian adalah musuh profesionalnya, investor licik di balik gugatan terbesar yang mengancam klien firman tempatnya bekerja.
​Novel ini adalah kisah tentang perang di ruang sidang dan pertempuran di kamar tidur
​Untuk memenangkan kasusnya, Kanya terpaksa masuk ke dunia abu-abu Adrian, menukar informasi rahasia de

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FTA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Konfrontasi di kantor

Pagi Hari, di Firma Hukum S.K.P. & Rekan, Lantai 40.

Kanya memasuki firma dengan membawa dua beban yang sangat kontras: Kelelahan karena kurang tidur dan adrenalin karena berhasil lolos dari kejahatan. Dia mengenakan setelan pantsuit krem yang rapi dan sepatu stiletto yang memancarkan kepercayaan diri—sebuah perisai sempurna untuk menutupi kejahatan yang baru saja ia lakukan beberapa jam yang lalu.

Dia mencoba untuk bertindak normal, menyapa resepsionis, dan bahkan sempat berbasa-basi sebentar dengan Pak Wisnu yang terlihat lebih segar daripada semalam (sebuah detail yang Kanya catat, kenapa Pak Wisnu masih di kantor saat tengah malam?).

"Kanya! Kerja yang bagus di kasus Dharma Kencana. Aku dengar mosi penundaan sengketa untuk kasus Vanguard Group juga sudah diajukan pagi ini," sapa Pak Bram, muncul dari kantornya. Ekspresinya jarang sekali menunjukkan pujian, membuat Kanya lebih waspada.

"Terima kasih, Pak Bram. Saya harus mengalihkan fokus Daniel dari gugatan kepemilikan ke ancaman pidana. Itu satu-satunya cara kita bisa memenangkan ini," jawab Kanya, nadanya tegas, membuang semua keraguan.

"Langkah yang cerdas. Jaga momentum itu," kata Pak Bram, tatapannya menyiratkan rasa puas dan juga peringatan. "Oh, omong-omong, Bapak Laksmana mencarimu. Dia ingin bertemu di kantornya sebelum jam sepuluh. Katanya ada beberapa due diligence lanjutan yang harus ia serahkan padamu untuk kasus Vanguard Group."

Kanya merasakan jantungnya mencelos, tetapi wajahnya tetap tenang. Laksmana tidak pernah secara langsung terlibat dalam kasus Vanguard Group; ia adalah Partner Senior yang berurusan dengan dana investasi besar, seperti GIT—yang merupakan kunci rahasia R.V.

"Baik, Pak Bram. Saya akan segera ke sana setelah meninjau arsip Vanguard Group yang lama," Kanya berbohong, langsung menuju mejanya.

Di mejanya, asisten pribadinya, Dian, sudah menyiapkan tumpukan berkas. Kanya mengambil cangkir kopi pertamanya, mencoba menenangkan sarafnya. Dia harus tampil sebagai pengacara yang murni ambisius, bukan mata-mata yang panik.

Pukul 09:50 WIB.

Kanya berjalan ke kantor Bapak Laksmana, yang terletak di sudut paling mewah lantai 40. Kantor Laksmana adalah sebuah pameran kekuasaan: didominasi oleh kayu gelap, buku-buku hukum yang tebal, dan pemandangan cakrawala Jakarta yang hampir tak tertutup.

Laksmana adalah pria paruh baya yang tenang, dengan rambut yang rapi dan mata yang selalu mengukur lawan bicaranya. Dia mengenakan jas custom-made yang mahal dan memegang pena perak.

"Silakan duduk, Kanya," sapa Laksmana, tanpa senyum. "Kau telah bekerja dengan sangat baik. Pak Bram baru saja memberitahuku tentang mosi penundaanmu. Langkah yang brilian."

"Terima kasih, Bapak Laksmana. Saya hanya mencoba melindungi kepentingan klien kita," Kanya menjawab, memilih kata-katanya dengan hati-hati.

Laksmana menyandarkan punggungnya ke kursi eksekutif-nya dan menatap Kanya dengan intens. "Adrian adalah klien yang rumit, Kanya. Dia cerdas, tetapi dia juga memiliki banyak musuh. Aku khawatir Daniel dan Maya hanyalah ujung gunung es."

"Saya menduga begitu, Pak Laksmana. Berkas Vanguard Group menunjukkan ada masalah keuangan yang lebih besar di masa lalu," Kanya membalas, melempar bola panas kembali.

Laksmana tersenyum tipis. "Ya, masalah keuangan. Itu sebabnya aku memanggilmu. Aku ingin memastikan bahwa firma kita, sebagai penasihat, tidak terkontaminasi oleh rahasia lama Adrian yang mungkin ilegal."

Laksmana mengambil napas. "Kanya, aku ingat beberapa tahun yang lalu, aku pernah menyimpan beberapa due diligence dari klien offshore lama. Salah satunya terkait dengan dana perwalian, yang kemudian menjadi sangat kontroversial di pasar Asia. Dokumen itu sangat sensitif."

Kanya menahan napasnya. Laksmana langsung menuju ke inti masalah: R.V. dan GIT.

"Saya tidak yakin pernah melihat dokumen spesifik itu, Pak Laksmana," Kanya berbohong dengan tenang.

"Tentu saja tidak. Itu disimpan di arsip mati di Lantai 42," Laksmana melanjutkan, suaranya tetap tenang, tetapi mata Kanya melihat kilatan di matanya—itu adalah ujian. "Aku punya kebiasaan buruk, Kanya. Aku suka memeriksa arsipku sesekali. Aku perhatikan, tadi malam... ada sedikit misalignment pada kotak arsipku. Mungkin itu hanya kebetulan, atau mungkin petugas kebersihan."

Laksmana berhenti, memberikan jeda panjang yang mematikan. "Kau lembur semalam, Kanya. Sampai subuh, bukan?"

Kanya tahu dia harus mengakui lembur, tetapi menolak tuduhan pencurian. "Ya, Pak Laksmana. Saya baru selesai membuat mosi penundaan dan menyusun gugatan balik untuk Daniel. Itu membutuhkan waktu. Saya tidak bisa tidur memikirkan bagaimana Daniel bisa mencuri $3 juta dari Vanguard Group."

Kanya mengalihkan fokus dari arsip Lantai 42 ke motif Laksmana dalam kasus $3 juta. Dia harus membuat Laksmana percaya bahwa dia hanya fokus pada Daniel.

"Namun, Pak Laksmana, saya menemukan keanehan dalam kasus Vanguard ini. Daniel mencuri dana untuk melunasi hutang perusahaan lamanya, PT. Cipta Graha Mandiri. Saya berencana menyeret PT. Cipta Graha Mandiri ke dalam gugatan pidana. Saya rasa ini akan memberikan tekanan terbesar pada Daniel dan Maya."

Laksmana menatap Kanya. Senyumnya menghilang. Kanya baru saja menyebut nama perusahaan yang mungkin pernah ia gunakan untuk bersekongkol dengan Daniel tujuh tahun lalu.

"PT. Cipta Graha Mandiri? Itu perusahaan kecil, Kanya. Fokuslah pada Vanguard Group. Jangan buang waktu kita untuk 'ikan teri'," Laksmana menyarankan, suaranya kini mengandung sedikit tekanan yang tersembunyi.

"Justru itu, Pak Laksmana. Daniel terlalu ceroboh untuk mencuri $3 juta hanya untuk 'ikan teri'. Saya yakin itu adalah pintu masuk untuk membuktikan bahwa motif mereka murni kriminal, bukan sengketa kepemilikan," Kanya berdebat balik dengan penuh keyakinan. Dia berhasil menempatkan dirinya sebagai pengacara yang gigih, bukan mata-mata.

Laksmana mengangguk, tetapi matanya masih mencari sesuatu di wajah Kanya. "Baik. Lanjutkan dengan strategimu. Tapi jika kau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan masa lalu offshore Vanguard Group yang tidak kau mengerti, datanglah padaku. Jangan pernah mengambil tindakan sendiri, Kanya. Aku yang membawamu ke firma ini. Jangan pernah melupakan itu."

Laksmana menyerahkan map tipis berisi dokumen hukum Vanguard Group yang baru dicetak. Di dokumen itu, ada beberapa clause mengenai akuisisi yang melibatkan Dana Perwalian Global—sebuah jebakan halus untuk memancing reaksi Kanya.

Kanya mengambil map itu dengan tenang. "Saya mengerti, Pak Laksmana. Saya akan selalu mengikuti prosedur."

Kanya meninggalkan kantor Laksmana dengan perisainya masih utuh, tetapi tubuhnya tegang seperti pegas yang ditarik. Laksmana tahu. Dia tahu Kanya telah berada di Lantai 42, atau setidaknya dia tahu Kanya sedang mencari sesuatu yang seharusnya tidak ia temukan. Konfrontasi itu adalah peringatan.

Kanya segera mengunci diri di kamar mandi eksekutif, menarik burner phone dari tasnya, dan mengirim pesan terenkripsi kepada Adrian.

Kanya: Laksmana baru saja memancingku. Dia tahu aku masuk ke Lantai 42. Dia memberiku dokumen Global Trust Fund. Dia sedang mengujiku.

Balasan Adrian datang cepat, nada darurat dan marah:

Adrian: Global Trust Fund adalah jebakan. Jangan sentuh dokumen itu. Kau harus menyerang sekarang. Gunakan bukti R.V. yang kau curi untuk membuktikan Laksmana adalah pemeras dan dalang kecelakaanku. Sekarang, Kanya. Sebelum dia menyerangmu.

Kanya menatap pantulannya di cermin. Dia tidak bisa langsung menyerang Partner di firmanya sendiri. Itu adalah bunuh diri. Tetapi Adrian menuntut tindakan segera. Kanya harus menemukan cara untuk menggunakan bukti itu tanpa langsung menghancurkan dirinya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!