NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Gasekil (Gadis Seratus Kilo)

Mengejar Cinta Gasekil (Gadis Seratus Kilo)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Karena Taruhan / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Idola sekolah / Cintapertama
Popularitas:20.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Raska adalah siswa paling tampan sekaligus pangeran sekolah yang disukai banyak gadis. Tapi bagi Elvara, gadis gendut yang cuek dan hanya fokus belajar, Raska bukan siapa-siapa. Justru karena sikap Elvara itu, teman-teman Raska meledek bahwa “gelar pangeran sekolah” miliknya tidak berarti apa-apa jika masih ada satu siswi yang tidak mengaguminya. Raska terjebak taruhan: ia harus membuat Elvara jatuh hati.

Awalnya semua terasa hanya permainan, sampai perhatian Raska pada Elvara berubah menjadi nyata. Saat Elvara diledek sebagai “putri kodok”, Raska berdiri membelanya.

Namun di malam kelulusan, sebuah insiden yang dipicu adik tiri Raska mengubah segalanya. Raska dan Elvara kehilangan kendali, dan hubungan itu meninggalkan luka yang tidak pernah mereka inginkan.

Bagaimana hubungan mereka setelah malam itu?

Yuk, ikuti ceritanya! Happy reading! 🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

1. Super Cuek

Matahari siang itu benar-benar tidak bersahabat. Panasnya seperti dendam masa lalu.

Lapangan sekolah mendidih. Angin pun malas lewat. Rumput terlihat ingin resign dari tugasnya sebagai pelindung tanah. Namun jam pelajaran olahraga baru saja dimulai.

“Baik, anak-anak! Hari ini kita ambil nilai lari maraton!” seru Pak Danu, guru olahraga bertubuh layaknya atlet pensiun yang sempat mencoba jadi calon legislatif, tapi gagal karena kalah modal buat serangan fajar.

“Siap!” Pekiknya sendiri sambil meniup peluit.

Semua siswa bersiap di garis start. Kecuali satu orang.

Elvara Divya Putri.

Gadis seratus kilo penuh harga diri. Wajahnya cantik polos, pipi tembam, kulit putih, rambut dikuncir asal-asalan. Tubuhnya subur, makmur, dan kaus olahraganya sudah seperti menjerit minta tolong dari tadi.

Teman satu timnya tampak seperti ingin menangis. Bukan karena panas, tapi karena nasib.

Talenta Elvara: ranking satu sejak SD.

Kelemahannya: praktek olahraga.

Julukan seantero sekolah: Gasekil (Gadis Seratus Kilo).

Tapi Elvara? Cuek.

Kalau ditanya soal berat badan, jawabnya simpel:

“Ya udah lah. Berat gue cuma angka. Yang penting otak gue bertenaga.”

Sementara itu, teman-temannya menghela napas panjang. Dramatis. Seolah masa depan mereka bergantung pada nilai lari hari itu.

“Pak, kami protes,” keluh salah satu siswa, wajah hampir mewek. “Masa satu tim sama Gasekil lagi? Otomatis kalah, Pak. O-to-ma-tis.”

Yang lain ikut menghela napas, menatap Elvara seperti menatap sumber penderitaan nasional.

Elvara berdiri dengan tangan di pinggang sambil mengunyah permen jahe.

“Santai aja, Sis. Nilai praktik doang.”

“APA?!”

Salah satu teman setimnya hampir teriak. “Santai?! Ini masuk nilai RAPOR, Gasekil!”

Elvara hanya mengangkat bahu. Tidak merasa bersalah. Tidak merasa tertekan.

Dia chill.

Kayak hidup ini cuma tempatnya numpang makan bakso.

Di kejauhan, Raska Wijanata duduk santai di tribun.

Pangeran sekolah.

Rambut rapi. Seragam licin. Sepatu putih bersih. Kalau masuk drama Korea atau China, dia pasti jadi pemeran cowok kaya berhati dingin tapi sebenarnya penuh luka batin.

Namun soal akademik?

Ranking dua.

Dan siapa ranking satu?

Ya. Elvara.

Raska dikelilingi tiga temannya yang sok keren padahal hati rapuh.

“Eh, eh, liat tuh. Gasekil ikut marathon,” celetuk Gayus, yang tidak korupsi uang pajak, tapi korupsi uang warung ibunya buat nongkrong di kafe.

“Dijamin tamat timnya,” ujar Asep, anak juragan empang yang hobinya nyawer biduan tiap Sabtu malam.

“Auto kalah,” timpal Vicky, cowok berlesung pipi yang entah kenapa gonta-ganti pacar meski tampang standar hemat.

Mereka tertawa sambil menepuk bahu Raska.

Asep bersuara, “Bro, itu cewek yang bikin lo gagal ranking satu.”

“Saingan lo bukan cowok ganteng lain, tapi Gasekil,” tambah Gayus.

Vicky ikut manas-manasi, “Lo kalah sama cewek yang kalau lari napasnya kayak babii marah.”

Raska tidak menjawab. Tapi mata­nya berkedip cepat.

Sakit. Menusuk. Dalam.

Elvara mendengar semuanya.

Tapi ya… tetap cuek.

Ia cuma mengedip sekali, lalu balik mengunyah permen jahe yang pedesnya hampir selevel mulut ibunya kalau menegur pelanggan yang ngutang gak bayar-bayar.

Fokus hidup Elvara cuma tiga:

Belajar.

Ranking.

Bantu warung Ibu biar kuota internet lancar jaya dan tidak buffering cuma gara-gara nyangkut di pohon mangga.

Dunia boleh gonjang-ganjing.

Raska boleh kebakaran jenggot.

Satu lapangan boleh ribut seperti pasar senggol.

Tapi selama nilainya aman, warung masih laku, dan permen jahe masih ada di saku, hidup Elvara baik-baik saja.

“Siap… LARI!” teriak Pak Danu.

Peluit melengking.

Semua siswa langsung melesat seperti dikejar Shopee Flash Sale.

Elvara juga ikut melesat. Tapi versi lambat.

Sangat lambat.

Se-lambat adegan slow-motion dengan soundtrack mellow padahal matahari cerah terik.

Ritme larinya:

Tap…

Tep…

Tap…

Heh…

Heh…

“Gue… capek…”

Napasnya terdengar seperti kipas angin tua yang sudah 12 tahun tidak ganti oli dan hampir pensiun dini.

Teman-teman satu timnya di garis finish mulai membaca doa keselamatan agar napas Elvara tidak putus di tengah jalan.

Tim lawan sudah merayakan kemenangan kecil-kecilan.

Siswa lain nonton sambil makan es lilin, santai seolah ini hiburan gratis antrean panjang.

 

Sepuluh menit kemudian…

Napas Elvara resmi terdengar seperti kipas angin rusak yang digoyang-goyang.

Peserta lain udah selesai, minum, bahkan ada yang sempat selfie.

Elvara?

Masih di tikungan ketiga.

Teman satu timnya menatap dengan ekspresi, “Kenapa hidup gue gini amat, Tuhan…”

Peluit Pak Danu hampir berbunyi lagi buat kelas berikutnya.

Akhirnya, Pak Danu, dengan langkah seorang bapak yang pasrah pada takdir, menghampiri Elvara. Ekspresinya sayang… sekaligus sedih.

Seperti bapak yang melihat ayam peliharaannya berusaha terbang.

“El, kamu ini anak cerdas. Nilai akademik kamu luar biasa. Guru-guru bangga. Tapi kesehatan juga penting. Coba nanti diet ya. Sayang kalau masih muda udah kena masalah.”

Elvara berhenti, menghapus keringat pakai lengan baju.

“Siap, Pak. Saya usaha.”

Nada setenang menjawab soal pilihan ganda.

Lapangan hening.

Lalu…

Muncul suara yang jelas-jelas dikirim semesta untuk bikin keributan.

Roy Wijanata.

Bukan Roy yang ribut soal ijazah palsu. Tapi adik tiri Raska, yang mulutnya kalau dibiarin bisa memecah perdamaian dunia.

Wajah Roy begitu licik dan tenang. Kayak kucing yang sok manis padahal baru saja nyolong ikan di dapur.

“Gaseras itu satu-satunya cewek di sekolah ini yang nggak ngefans sama lo Raska,” ucapnya sok polos tapi niatnya busuk.

Gayus langsung menimpali, “Gimana mau ngejar cinta kalau lari aja ngos-ngosan?”

Tawa meledak.

Roy tersenyum makin puas. “Semua siswi lain klepek-klepek lihat lo Raska. Tapi dia? Dingin. Gimana mau disebut pangeran sekolah kalau masih ada rakyat jelata yang kebal pesona?”

Vicky menambahkan, “Gasekil itu cewek pertama yang punya mental anti-pesona pangeran. Langka banget.”

Semua mata otomatis menoleh ke satu orang.

Raska.

Pangeran sekolah itu jelas kaget, tapi gengsinya setinggi Monas, jadi dia cuma mendengus pura-pura nggak peduli.

Asep bersiul. “Bener juga sih. Masa pangeran sekolah masih ada yang kebal? Aib, Bro.”

Roy makin menjadi-jadi. Ia melipat tangan, menaikkan dagu dengan gaya sok bangsawan yang baru saja menang audisi sinetron.

“Kalau Gasekil aja, cewek yang bahkan nggak ada satu pun makhluk hidup di sekolah ini yang naksir dia, cuek sama lo…” Roy sengaja jeda, menatap teman-temannya yang sudah siap ngakak.

“…mending hapus aja gelar Pangeran Sekolah itu.”

Tawa pecah.

Gayus sampai tepuk paha.

Asep nyaris tersedak cilok.

Vicky mengangkat alis, seolah berkata, iya juga sih.

Raska merem sebentar.

Satu detik. Dua detik.

Itu bukan merem pasrah. Itu merem menahan amarah supaya tidak melempar Roy ke tempat sampah organik.

Di tengah semua keributan itu, Elvara hanya mengusap keringat, lalu menoleh sekilas ke arah mereka dengan tatapan paling datar yang pernah ada di sejarah umat manusia.

Tatapan itu berkata jelas: “Masalah lo, bukan hidup gue.”

Raska refleks melirik balik, entah kenapa merasa… kalah.

Tanpa beban, Elvara berjalan melewati kerumunan sambil mengipas-ngipas dirinya.

“Pak, saya minum dulu. Haus.”

Seolah dia bukan barusan jadi bahan gosip satu lapangan.

Seolah dunia nggak punya yang namanya pendapat orang lain.

Seolah hatinya bisa disetel menjadi mode: tidak peduli.

Semua orang terdiam melihat tingkah cueknya.

Level cuek yang bahkan Zen Master pun ingin belajar.

Pak Danu hanya menghela napas, bingung harus bangga atau stres.

Sementara itu, seorang siswi berbisik penuh kagum:

“Gila… ternyata yang punya mental baja bukan cuma tentara. Gasekil juga.”

***

Jam istirahat berbunyi.

Raska pergi ke belakang sekolah, tempat rahasia favoritnya, untuk belajar sambil menikmati angin semilir. Bukan perpustakaan seperti siswa teladan lain. Dan bukan kelas seperti Elvara yang hidup damai tanpa peduli omongan manusia.

Ia baru membuka halaman ketiga ketika ketenangannya pecah.

Gayus, Asep, dan Vicky datang tergopoh-gopoh seperti baru kabur dari debt collector.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Puji Hastuti
Lanjut kk
sunshine wings
😢😢😢😢😢🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Kak Nana... 🙏🙏🙏😁
sunshine wings
Alhamdulillah ya Rabb.. 🤲🏼🤲🏼🤲🏼🤲🏼🤲🏼
sunshine wings
cepetan Raska.. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻😢😢😢😢😢
sunshine wings
😢😢😢😢😢
anonim
Ternyata pak Nata memantau Raska terapi pada dokter Wira. Baguslah.

Pak Nata mengenal Asep, Vicky, dan Gayus. Mereka bertiga tidak mengenal pak Nata, papanya Raska.

Ketika pak Nata mendatangi mereka bertiga yang sedang makan cilok di taman belakang sekolah, tak tahu Om itu siapa. Baru setelah pak Nata memperkenalkan diri - menyebut nama, mengatakan - ayahnya Raska, ketiganya langsung kaget.

Ngomong-ngomong Raska-nya kemana ini. Apa sedang duduk berdua dengan Elvara ?

Lisa ini perempuan nggak benar, melihat sejarahnya menikah dengan pak Nata.
Sebagai seorang ibu juga membawa pengaruh negatif bagi Roy, anaknya. Pantaslah Roy kelakuannya nggak benar. Turunan ibunya.
sunshine wings
🤬🤬🤬🤬🤬
mery harwati
Udah enak itu Lisa & Roy dikasih kemewahan oleh Nata meski dibatasi, tapi apakah sepak terjang mereka diawasi oleh Nata? Jangan berpikir karena finansial dibatasi mereka lupa diawasi, hati² Nata, orang licik tetep akan mencari cara untuk sampe tujuan hidupnya 🫣💪
sunshine wings
😢😢😢😢😢😭😭😭😭😭
Tolong kembali Elvara.. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Fadillah Ahmad
Betul, Karna dokter punya kode etik profesi yang harus di taati, dan Dokter Wajib menjaga Rahasia pasiennya. 🙏🙏🙏
sunshine wings
😢😢😢😢😢
Fadillah Ahmad
Ya elah, si paling Sibuk 😁😁😁
sunshine wings
lho boleh tenggelam situ.. busuk ati.. 😏😏😏😏😏
Felycia R. Fernandez
kamu anak hasil dari gundik...
ya beda donk hasil dari anak wanita tercinta..
tapi dasar kamu dan emak mu sama sama gak tahu diri...
anak pertama yang seharusnya jadi raja malah terusir dari rumah sendiri...
itu pun kamu gak tahu diri juga
sunshine wings
😡😡😡😡😡
sunshine wings
😮😮😮😮😮😤😤😤😤😤
sunshine wings
🤣🤣🤣🤣🤣
sunshine wings
💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻🤣🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!