NovelToon NovelToon
The Lonely Genius

The Lonely Genius

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Anak Genius / Murid Genius / Dunia Masa Depan / Robot AI
Popularitas:657
Nilai: 5
Nama Author: PumpKinMan

Di tahun 2070, nama Ethan Lawrence dirayakan sebagai pahlawan. Sang jenius muda ini telah memberikan kunci masa depan umat manusia: energi tak terbatas melalui proyek Dyson Sphere.
Tapi di puncak kejayaannya, sebuah konspirasi kejam menjatuhkannya.
Difitnah atas kejahatan yang tidak ia lakukan, sang pahlawan kini menjadi buronan nomor satu di dunia. Reputasinya hancur, orang-orang terkasihnya pergi, dan seluruh dunia memburunya.
Sendirian dan tanpa sekutu, Ethan hanya memiliki satu hal tersisa: sebuah rencana terakhir yang brilian dan berbahaya. Sebuah proyek rahasia yang ia sebut... "Cyclone".



(Setiap hari update 3 chapter/bab)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PumpKinMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24: Tanda Tangan Sang Direktur

Di dalam kuil pribadinya—kantor Direktur di lantai 120 Zona-S—Ethan Pradana sedang berperang. Bukan perang melawan birokrasi atau politik, tetapi perang melawan hukum fisika itu sendiri.

Ruangan itu telah berubah dalam beberapa bulan terakhir. Masih mewah, tetapi kini lebih mirip sarang seorang ilmuwan gila daripada kantor CEO. Dinding-dinding kayu ek kini tertutup oleh papan data holografik yang menampilkan persamaan-persamaan yang berputar-putar dan simulasi plasma yang bergejolak. Meja mahoni yang besar tertimbun oleh tumpukan cetak biru digital dan model prototipe Lensa Fraktal skala mikro. Cangkir-cangkir cokelat panas yang setengah diminum bertebaran di mana-mana.

Dia tidak tidur selama 48 jam. Bukan karena paksaan, tetapi karena pilihan. Dia berada di ambang terobosan.

Proyek Dyson Sphere tidak hanya tentang membangun Lensa Fraktal itu sendiri. Itu adalah bagian yang *mudah*, secara konseptual. Bagian yang sulit adalah *mengelolanya* setelah aktif. Bagaimana cara mendistribusikan energi setara matahari tanpa sengaja membakar separuh tata surya? Bagaimana cara menstabilkan medan kuantum di sekitar lensa saat ia mulai menyerap energi bintang?

"Tidak, tidak, tidak," gumam Ethan pada hologram di depannya—sebuah simulasi rumit tentang bagaimana medan energi akan berinteraksi dengan medan magnet Jupiter. "Fluktuasinya terlalu liar. Kita akan menciptakan badai gravitasi buatan."

Dia mondar-mandir di depan layar, tangannya bergerak cepat, menyesuaikan variabel, menulis ulang persamaan. Dia benar-benar tenggelam dalam dunianya. Dunia di mana satu angka yang salah tempat bisa berarti perbedaan antara utopia energi dan kiamat kosmik.

Di telinganya, suara Aurora berdesis pelan dari bros komunikatornya. `Ethan, biometrikmu menunjukkan kelelahan tingkat lanjut. Kau perlu istirahat.`

"Aku hampir sampai, Aurora," bisik Ethan, matanya tidak pernah meninggalkan simulasi. "Aku bisa merasakannya. Solusinya ada di sini... tepat di depan mataku..."

`Kau mengatakan hal yang sama enam jam lalu,` balas A.I. itu datar. `Dan dua belas jam lalu.`

Ethan mengabaikannya. Dia terlalu dekat. Dia bisa merasakan pola yang tersembunyi dalam kekacauan data itu, seperti merasakan melodi dalam kebisingan.

Saat itulah interkom di mejanya berbunyi—suara lembut dan sopan Kenji, asistennya. "Direktur Pradana? Maaf mengganggu. Profesor Thorne ada di sini untuk laporan logistik mingguan Anda."

Ethan menggeram pelan karena frustrasi. *Thorne.* Gangguan yang tidak dia butuhkan sekarang. Sejak insiden di Stockholm, hubungan mereka menjadi dingin dan formal. Thorne menjalankan logistiknya dengan efisiensi yang nyaris seperti robot, mengirimkan laporan tepat waktu, tidak pernah mengeluh, tidak pernah membuat masalah. Terlalu sempurna.

"Katakan padanya aku sibuk," kata Ethan.

"Dia bilang ini mendesak, Pak. Ada... 'pencapaian signifikan' yang ingin dia laporkan secara pribadi."

Ethan menghela napas. Dia tidak punya waktu untuk permainan Thorne. Tapi menolak pertemuan akan menimbulkan kecurigaan. "Baiklah," katanya. "Lima menit. Tidak lebih."

Pintu kantornya terbuka dan Profesor Aris Thorne masuk. Dia tampak... berbeda. Lebih kurus, mungkin. Ada ketegangan di sekitar matanya yang tidak ada sebelumnya. Tetapi dia tersenyum, senyum seorang bawahan yang setia. Dia membawa sebuah data-pad tebal.

"Direktur Pradana," kata Thorne, membungkuk sedikit. "Terima kasih telah meluangkan waktu. Saya tahu Anda sibuk."

"Sangat sibuk, Profesor," kata Ethan, tidak repot-repot menyembunyikan ketidaksabarannya. Dia tetap berdiri di depan hologramnya. "Apa ini?"

"Laporan kemajuan mingguan dari Mars, Pak," kata Thorne, melangkah maju dan meletakkan data-pad itu di satu-satunya area bersih di meja Ethan. "Dan saya senang melaporkan... kita berhasil."

Ethan akhirnya menoleh, sedikit tertarik. "Berhasil apa?"

"Kuota produksi Kuartal 4," kata Thorne, senyumnya melebar. "Kita tidak hanya mencapainya, kita *melampauinya*. Dua minggu lebih cepat dari jadwal. Efisiensi penambangan naik 15%. Biaya operasional turun 8%."

Dia mengetuk data-pad itu. "Semua datanya ada di sini. Grafik. Proyeksi. Ini adalah kemenangan besar bagi proyek, Direktur."

Ethan berjalan ke meja, mengambil data-pad itu. Dia membuka ringkasan eksekutifnya. Angka-angka itu memang mengesankan. Produksi *Calicite-7* melonjak. Biaya per unit turun drastis. Grafik tren menunjukkan garis yang menanjak tajam.

"Bagaimana?" tanya Ethan, mengerutkan kening. "Peralatan di sana sudah tua. Kru..." Dia berhenti. Dia hampir menyebutkan kondisi kerja yang dikhawatirkan Nate. Tapi dia tidak punya bukti, dan dia tidak mau memulai pertengkaran lain.

Thorne tampaknya mengantisipasi pertanyaannya. "Optimalisasi proses, Direktur," katanya lancar. "Saya menghabiskan dua minggu di Mars bulan lalu, seperti yang Anda tahu. Saya bekerja sama dengan Manajer Borin. Kami merampingkan beberapa protokol birokrasi yang tidak perlu. Mengatur ulang jadwal shift. Ternyata, para pekerja lebih termotivasi ketika mereka melihat kemajuan nyata."

Itu terdengar masuk akal. Mungkin terlalu masuk akal.

`Ethan,` suara Aurora berdesis di telinganya. `Data biaya tenaga kerja per unit... anomali. Deviasi negatif 15% dari standar Zona-S. Efisiensi biaya yang tidak lazim.`

Ethan merasakan sengatan kecil ketidaknyamanan. Biaya tenaga kerja turun *drastis* sementara produksi naik? Bagaimana?

"Ada sedikit anomali pada biaya tenaga kerja," kata Ethan, menguji Thorne, mengulangi peringatan Aurora. "Turun 15%."

Thorne tidak berkedip. "Ah, ya. Itu karena program bonus baru yang saya terapkan. Mengaitkan kompensasi langsung dengan target produksi. Ternyata sangat efektif. Mereka bekerja lebih keras, menghasilkan lebih banyak, dan secara keseluruhan, biaya per unit turun. Semua ada di lampiran C."

Itu *bisa* benar. Teori manajemen standar. Tapi 15%? Itu penurunan yang sangat besar.

`Probabilitas Thorne berbohong: 68.7%,` bisik Aurora. `Model bonus standar jarang menghasilkan efisiensi lebih dari 5-7%.`

Ethan menatap Thorne. Pria itu balas menatapnya, ekspresinya terbuka dan jujur. Dia tampak seperti seorang manajer yang bangga dengan pencapaian timnya.

Di sisi lain ruangan, hologram simulasi Jupiter mulai tidak stabil lagi. Alarm peringatan lembut berbunyi.

Ethan terpecah. Satu bagian dirinya—bagian ilmuwan, bagian yang dilatih Nate untuk curiga—berteriak bahwa ada sesuatu yang salah. Sangat salah.

Tetapi bagian lain dirinya—bagian Direktur yang kewalahan, bagian jenius yang ingin kembali ke masalah *nyata*—hanya ingin ini selesai. Dia tidak punya waktu untuk audit logistik. Dia mempercayai Rostova (setidaknya sebagian). Rostova mempercayai Thorne (atau setidaknya, menggunakannya). Ini adalah rantai komando.

Dia harus mendelegasikan. Dia harus fokus pada gambaran besar. Menyelamatkan dunia, bukan memeriksa *spreadsheet* penggajian.

"Baiklah, Profesor," kata Ethan, menutup laporan itu. "Kerja bagus. Pastikan bonus itu benar-benar sampai ke para pekerja."

"Tentu saja, Direktur," kata Thorne, senyumnya semakin lebar. "Hanya perlu tanda tangan Anda untuk menyetujui laporan ini dan mengotorisasi implementasi penuh 'Protokol Efisiensi Thorne' untuk kuartal berikutnya."

Dia menyodorkan stylus digital.

`Ethan, jangan,` desak Aurora. `Saya sarankan audit independen penuh terhadap data Mars sebelum...`

"Aurora, diam," bisik Ethan. Dia meraih stylus itu. Dia harus mempercayai sistemnya. Dia harus mempercayai orang-orangnya. Kalau tidak, bagaimana dia bisa memimpin?

Dia menandatangani di bagian bawah layar data-pad itu. `E. Pradana.`

Thorne mengambil kembali data-pad itu. Ada kilatan aneh di matanya—kemenangan? Kelegaan?—yang lenyap secepat kemunculannya.

"Terima kasih, Direktur," kata Thorne. "Anda tidak akan menyesali ini. Ini akan memastikan proyek kita tetap sesuai jadwal."

"Pastikan saja begitu, Profesor," kata Ethan, sudah berbalik kembali ke hologram Jupiter yang kini berkedip merah. "Sekarang, jika Anda permisi..."

"Tentu saja." Thorne membungkuk sedikit lagi dan berjalan keluar kantor, data-pad yang ditandatangani itu digenggam erat di tangannya seperti piala.

Pintu tertutup. Ethan sendirian lagi dengan masalahnya yang sebenarnya.

"Oke, Aurora," katanya, mengabaikan rasa tidak enak yang mengganjal di perutnya. "Mari kita selesaikan fluktuasi Jupiter sialan ini. Aku pikir jika kita menyesuaikan..."

`Ethan.` Suara Aurora memotongnya. Nadanya datar, tetapi Ethan, yang mengenalnya lebih baik dari siapa pun, bisa mendengar sesuatu di bawahnya. Sesuatu yang mendekati... keputusasaan.

`Log yang baru saja kau tandatangani,` kata Aurora. `Lampiran C, sub-bagian 4, paragraf 7. Itu bukan hanya tentang bonus. Itu berisi klausul yang mengesahkan 'penangguhan sementara protokol keselamatan non-esensial' untuk 'memaksimalkan efisiensi produksi darurat'. Kau baru saja secara hukum menyetujui apa yang mereka lakukan di Mars.`

Ethan membeku. Dia menatap hologram Jupiter, tetapi dia tidak melihatnya.

Dia melihat wajah lelah para pekerja Tier-D. Dia mendengar teriakan manajer tambang dari rekaman Prometheus. Dia melihat senyum dingin Rostova.

"Tidak," bisiknya. "Thorne bilang..."

`Thorne berbohong,` kata Aurora. `Dan kau menandatanganinya.`

Kenyataan menghantam Ethan seperti dinding bata. Kenaifannya. Kepercayaannya yang buta. Fokusnya yang sempit pada sains sementara dunia nyata terbakar di sekelilingnya.

Dia baru saja menandatangani surat kematian bagi para pekerja di Mars. Dan dia melakukannya dengan namanya sendiri.

Dia tersandung mundur dari hologram itu, menabrak mejanya. Cangkir cokelat dingin jatuh ke lantai, pecah berkeping-keping, cairan cokelat menyebar di lantai putih seperti darah.

Dia menatap tangannya. Tangan yang baru saja memegang stylus itu.

"Apa... apa yang telah kulakukan?" bisiknya pada ruangan yang kosong.

Dia adalah seorang jenius. Dia adalah seorang pahlawan. Dia adalah Direktur Pradana.

Dan dia baru saja menjadi seorang monster.

1
Brock
Saya butuh lanjutannya, cepat donk 😤
PumpKinMan: udah up to 21 ya bro
total 1 replies
PumpKinMan
Halo semua, enjoy the story and beyond the imagination :)
Texhnolyze
Lanjut dong, ceritanya makin seru!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!