Dunia Kultivator adalah dunia yang sangat Kejam dan Keras. Dimana yang kuat akan berkuasa dan yang lemah akan ditindas. Tidak ada belas kasihan, siapapun kamu jika kamu lemah maka hanya ada satu kata untukmu yaitu "Mati".
Dunia yang dipenuhi dengan Keserakahan dan Keputusasaan. Dewa, Iblis, Siluman, Monster, Manusia, dan ras-ras lainnya, semuanya bergantung pada kekuatan. Jika kamu tidak ingin mati maka jadilah yang "Terkuat".
Dunia yang dihuni oleh para Predator yang siap memangsa Buruannya. Tidak ada tempat untuk kabur, apalagi bersembunyi. Jika kamu mati, maka itu sudah menjadi takdirmu karena kamu "Lemah".
Rayzen, salah satu pangeran dari kekaisaran Awan putih, terlahir dengan kekosongan bakat. Hal itu tentunya membuat Ia tidak bisa berkultivasi. Ia dicap sebagai seorang sampah yang tidak layak untuk hidup. Banyak dari saudara-saudaranya yang ingin membunuhnya.
Tetapi tanpa diketahui oleh siapapun, Reyzen ternyata memiliki keberuntungan yang membawanya menuju puncak "Kekuatan".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RantauL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7. Kembali Pulang
"Setelah kau berhasil menyerap pecahan jiwaku ini, kau bisa membangkitkan 2 dari '12 Jendral Kematian' dengan meneteskan darahmu keatas petinya. Semakin kuat dirimu maka semakin banyak juga jendral yang bisa kau bangkitkan.
Dan satu hal lagi nak, kau harus bisa menjaga dimensi ini dengan baik, karena dimensi ini akan menjadi milikmu. Kau juga harus mencapai lantai 100 dari 12 menara yang ada dibelakang paviliun ini, dan membangkitkan '12 Jendral Kehidupan'. apa kau mengerti nak?" tanya kakek itu untuk terakhir kalinya.
"Baiklah guru, aku mengerti."
Ray Zen duduk bersila didepan gurunya, menutup matanya dan memfokuskan diri untuk mulai menyerap pecahan jiwa gurunya. Kakek itu dengan senang hati duduk didepan Ray Zen dan mulai menyatukan kedua telapak tangan mereka.
Cahaya keemasan terpancar dari tubuh mereka berdua. Cahaya dari tubuh Ray Zen yang awalnya redup, berubah semakin terang seiring dengan menghilangnya cahaya dari dalam tubuh gurunya.
Satu jam berlalu, tubuh gurunya benar-benar hilang tanpa menyisakan apapun. Ray Zen perlahan membuka matanya, rasa sedih mulai menghampiri dirinya, ia tidak menyangka pertemuan dengan gurunya akan berakhir seperti ini. Ia kembali teringat saat-saat berlatih, bercanda, dan tertawa bersama gurunya. Perlahan air matanya menetes. Rasa sedih yang ia alami benar-benar menyakitkan.
"Guru... Aku akan menjadi kultivator yang baik, melindungi orang-orang yang lemah, dan melenyapkan semua kejahatan. Aku berjanji itu padamu guru." teriak Ray Zen.
Karena terlalu sedih, ia tidak sadar kalau ruangan lantai enam yang sebelumnya gelap itu, telah menjadi sangat terang. Ia dapat melihat dengan jelas dinding dan setiap sudut ruangannya.
Setiap dinding ruangan itu diukir dengan sangat indah, dengan ornamen-ornamen mewah. Ruangan itu layaknya sebuah aula pertemuan, dimana didepannya terdapat altar yang cukup tinggi.
Disamping kiri dan kanan ruangan terdapat masing-masing 4 peti besar, berwarna hitam keunguan yang berjejer rapi, memancarkan aura membunuh yang kuat. Didepannya terdapat 3 peti yang juga memiliki warna yang sama, hanya saja dengan aura membunuh yang lebih kuat. Terdapat juga 1 peti paling besar yang berada diatas altar ruangan.
Ray Zen mendekati peti-peti itu, memeriksa setiap detailnya. Diatas setiap peti tertulis angka yang menunjukkan peringkat setiap jendral.
Saat hendak berjalan mendekati ketiga peti yang berada didekat altar, Ray Zen merasakan tekanan yang begitu kuat, membuat ia terhempas kebelakang, menabrak dinding ruangan. Darah segar keluar dari mulutnya.
"Sangat kuat."
"Sepertinya kekuatanku saat ini masih belum cukup untuk mendekati peti-peti itu." gumamnya sembari melihat 3 peti yang berada di dekat altar.
Ray Zen kemudian berjalan lagi, mendekati peti bertuliskan angka 12, yang berada disisi kiri ruangan. Ray Zen mengeluarkan belati miliknya, mengiris telapak tangan kirinya. Darah yang keluar dari telapak tangannya itu tepat mengenai peti yang bertuliskan angka 12. Peti itu seketika bergetar hebat. Membuat Ray Zen mundur beberapa langkah, menjauhi peti itu.
Bummm...
Ledakan yang sangat besar terdengar, peti itu terbuka, memperlihat seorang pria berwajah pucat pasi, berambut hitam panjang dengan mata hijau tua. Pria itu menatap kearah Ray Zen. Mata mereka bertemu, Ray Zen sedikit tertekan melihat tatapan tajam pria itu. Aura yang dipancarkan oleh pria itu juga sangatlah kuat. Jika saja Ray Zen masih lemah seperti dulu, mungkin ia telah mati hanya karena tekanan aura pria itu.
"Matilah nak!" pria itu berkata dingin dan segera melesat kearah Ray Zen.
Boom...
Tinju mereka beradu. Menghasilkan gelombang energi yang sangat besar. Ray Zen mundur dua langkah, sementara Pria itu mundur beberapa langkah, mengambil jarak dari Ray Zen.
"Cukup Kuat." batin pria itu setelah merasakan kekuatan yang dikeluarkan Ray Zen.
"Dasar tidak sopan, berani sekali kau menyerangku secara tiba-tiba. Kau tidak tau diri rupanya." Kata Ray Zen datar, aura yang ia keluarkan semakin kuat, senyuman jahat terlihat jelas diwajahnya.
"Aura macam apa ini?"
"Rasakan ini..."
Ray Zen berlari dengan cepat, dalam sekejap ia telah berada didepan pria itu.
Bukkk...
Tangan kanannya yang dipenuhi dengan energi mendarat tepat di wajah pria itu. Pria itu terhempas cukup jauh, menabrak dinding samping ruangan.
"Uhukk..,"
Pria itu memuntahkan seteguk darah seger. Ia tidak sempat menghindari serangan yang diberikan oleh Ray Zen.
"Bagaimana bung, apakah kau masih ingin bertarung?"
Pria itu hanya tersenyum, "Jangan merasa kau sudah menang nak, lihatlah lehermu. Sebagai seorang Fighter kau masih begitu ceroboh." kata pria itu sambil menunjuk leher Ray Zen yang perlahan mengeluarkan darah segar.
Ray Zen memeriksa lehernya, benar saja, lehernya telah tersayat.
"Sayatan? Bagaimana bisa?" batinnya.
"Kau terlalu bersemangat untuk menyerang, sehingga kau lupa untuk bertahan dari serangan." jelas pria itu setelah melihat kebingungan dimata Ray Zen.
"Kuakui kau cukup hebat untuk seorang yang masih sangat muda, tetapi itu masih belum cukup untuk menjadi pemimpin kami "12 Jendral Kematian'.
"Hmm, benarkah?" tanya Ray Zen penasaran.
Ia mengusap lehernya, bersamaan dengan itu, luka sayatan dilehernya perlahan menghilang dengan sempurna.
Pria itu terdiam.
"Tipe Healer? Apakah pemuda ini kultivator tipe Ganda?" batin pria itu tidak percaya.
"Mau bertarung lagi?" ajak Ray Zen semangat.
"Sudah cukup nak, aku mengaku kalah, sekarang kau resmi menjadi tuanku. Aku akan melindungimu dan melakukan semua perintahmu." Pria itu berlutut dihadapan Ray Zen.
Ray Zen tersenyum puas. "Baiklah-baiklah. Kita tidak akan bertarung lagi. Bangunlah, kau tidak perlu berlutut. Sekarang kau harus menjawab pertanyaanku. Siapa namamu?"
"Nama hamba Berill tuan." jawab pria itu.
"Sepertinya kau sangat kuat, jika kau mengeluarkan seluruh kemampuanmu, mungkin kau bisa membunuhku." ucap Ray Zen.
Setelah itu, Ray Zen berjalan mendekati peti yang bertuliskan angka 11. Ia mengeluarkan kembali belati yang sebelumnya telah ia simpan. Ia pun kembali mengiris telapak tangan kirinya, membuat darah mengalir keatas peti itu. Berbeda dengan peti Berill tadi, peti itu tidak memberikan reaksi apapun.
"Tuan, peti ini membutuhkan darah dari telapak tangan kanan tuan." jelas Berill yang melihat kebingungan Ray Zen.
"Benarkah?"
Berill mengangguk. Ray Zen lalu mengikuti saran dari Berill. Ia mengiris telapak tangan kanannya, darahnya keluar dan mengenai peti itu. Benar saja, peti itu bergetar hebat, membuat Ray Zen dan Berill mundur beberapa langkah.
Bummm...
Ledakan keras terdengar, bersamaan dengan terbukanya peti. Didalam peti terlihat seorang pria dengan wajah tirus, berbadan kekar, kulit pucat, dan mata berwarna hijau gelap.
Pria itu perlahan keluar dari dalam peti. Aura dari setiap langkahnya sangat mengintimidasi. Ia berjalan kearah Ray Zen, lalu berlutut didepannya.
"Hormat hamba tuan." katanya dengan suara serak.
Ray Zen dibuat terkejut. Awalnya ia mengira akan bertarung seperti Berill tadi, untuk mendapatkan pengakuan. Tetapi ternyata tidak. Jendral yang satu ini langsung patuh padanya.
"Hei, pak tua, bukankah kau seharusnya mengetes dulu kekuatan tuan baru kita." Berill yang berada dibelakang Ray Zen terlihat kesal.
"Aku tidak bodoh sepertimu. Aku tau siapapun yang telah membangkitkanku dan melepaskan segelnya pastilah orang yang kuat, yang telah tuan kita sebelumnya pilih." jawab pria itu dengan suara seraknya.
"Tetapi tetap saja pak tua.."
"Sudah., sudah. Bangunlah pak tua! Siapa namamu?" Ray Zen menghentikan perdebatan mereka berdua.
"Nama hamba Kaliff tuan."
Ray Zen tersenyum puas. Sekarang Ia telah memiliki 2 pengikut yang sangat kuat.
"Baiklah karena kalian berdua telah menjadi bawahanku, maka kalian aku tugaskan untuk menjaga dan memelihara dimensi ini." kata Ray Zen, yang dijawab dengan anggukan oleh mereka berdua.
"Ayah, Ibuk, Kak Mei, Adik Ren, dan Adik Lia, aku pulang." lirih Ray Zen, lalu menghilang dari tempat itu.
... ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...