 
                            Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
   Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
  Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih? 
  ikuti terus kisahnya! 😉😉
  Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dukungan mama Alin
Hari sabtu Adit pulang lebih Awal, ia menghabiskan waktu untuk tidur sebagai pengganti kurangnya tidur semalam.
Adit segera mencari ponsel saat ia terbangun di jam empat sore. "Mama?" ucapnya saat ia mengetahui mamanya telah menelpon berkali-kali.
Adit segera menekan tombol telpon balik demi terhubung dengan sang mama yang tinggal di Bandung, karena memiliki usaha di sana. Mama Alin tinggal di Bandung bersama, Kiren, adiknya Adit. Sementara sang papa yang berasal dari Wonosobo telah berpulang ke rahmatullah sejak Kiren masih bayi. Adit tidak ingin meninggalkan rumah sepeninggalan sang papa, oleh karenanya ia tetap tinggal di sana sendirian, dan sesekali diantara mereka saling mengunjungi.
"Adit, kamu ke mana saja? mama jadi khawatir tahu tidak? ini hari sabtu kamu tidak sampai sore kan? kenapa berkali-kali mama telpon tidak kamu angkat?" Desis mama Alin di ujung telpon.
"Ma.. ma..!" Adit mencoba menyela. "Aku ketiduran sejak jam satu, mama..!" kata Adit.
"Apa? apa banyak kasus yang sedang kamu tangani, nak? kenapa kamu sampai kelelahan begitu?" Mama Alin begitu khawatir saat sang anak yang selalu jauh dari jangkauannya tanpa kabar.
Adit menghela napas. "Tidak mama..! Aku hanya tidak bisa tidur semalam."
"Tidak biasanya kamu begitu, Adit? memangnya apa yang sedang kamu pikirkan, nak?" Tanya mama sambil melayani pelanggan yang datang dan pergi di butik miliknya. "Ah, sepertinya mama tahu!" Goda mama Alin.
"Tahu apa ma?" tanya Adit.
"Kamu pasti terlalu banyak memikirkan Arumni, kan?"
"Jangan sok tahu, ma!"
"Hemm, memang mama tahu kok!" tegas mama. "Ayo beritahu pada mama, sudah sejauh mana kamu mendekati Arumni?"
Hening! Adit menahan senyum malu pada mama Alin. Mamanya memang selalu ingin tahu tentang anak-anakya, terlebih pada Adit yang jauh darinya. Meskipun Adit tinggal jauh, namun ia cukup dekat dengan sang mama.
"Kenapa diam?"
"Ma..!"
"Sejauh mana kamu mendekati Arumni?" Mama Alin kembali mengulang pertanyaan. "Pokoknya mama akan tanya terus setiap hari, titik! pokoknya sampai kamu jawab." desak mama Alin.
"Baiklah mama ku sayang.. yang selalu ingin tahu. Ibunya Arumni atau istrinya pak Arif sedang sakit, ma! kemarin aku menyempatkan diri menjenguk ibunya Arumni di rumah sakit."
"Bagus, nak! terus apa lagi?"
"Memangnya apa lagi? mereka sedang berduka apa aku harus mengatakan sesuatu pada Arumni?"
Mama Alin menepuk jidat. "Aduh!!" ucapnya. "Kamu ambil kesempatan dong, Adit! tunjukkan kepedulian mu pada mereka, beri mereka perhatian lebih, rebut hati Arumni dan keluarganya!" Mama Alin begitu bersemangat.
"Pelan-pelan mama!"
"Ah kamu, kalau Arumni disambar burung elang baru kamu menyesal! eh ya sudah dulu, Adit, mama agak sibuk nih, nanti sambung lagi, ya?"
Panggilan pun terputus.
**
Sore itu Arumni bersama kedua orang tua Galih duduk santai di ruang tengah. Bu Susi tampak lebih segar setelah menjalani pengobatan di rumah sakit, bu Susi juga mulai menerima kehadiran Rama sebagi cucunya. Berkat Arumni, meskipun belum sepenuhnya namun bu Susi tampak mulai menerima Mita.
"Bu, menurut ibu bagaimana jika minggu depan kita ke Jakarta?" ujar Arumni.
"Mau ngapain, Arumni?" saut pak Arif.
Bu Susi dan Arumni menoleh ke pak Arif. "Untuk menjenguk Rama, pak! usia Rama hampir dua bulan, sementara kakek sama neneknya belum pernah mengunjunginya? Apa kalian tidak merasa ingin sebentar saja memeluk Rama?"
"Arumni?" Bu Susi merasa tersentuh hatinya. "Kenapa kamu begitu baik pada orang yang sudah menyakiti mu, nak?"
"Iya Arumni, untuk apa kita ke sana?" sambung pak Arif.
"Pak, bu! memangnya siapa yang menyakiti ku? tidak ada, dan aku baik-baik saja. Yang menyakiti aku hanya pikiran ku sendiri, pak, bu! bukan mereka." kata Arumni.
"Kalian saja lah yang ke Jakarta. Bapak ngak mau, biar bapak tetap pergi mengajar saja, lagi pula Rama kan pasti punya kakek dan nenek yang lain?"
"Jangan begitu, pak. Mita sudah sangat sulit, tidak ada yang mendukung dirinya sama sekali, setelah pernikahannya dengan mas Galih, tidak ada keluarga yang mendukungnya. Bahkan mas Galih sering kali mengatakan ingin meninggalkan Mita dan juga anaknya. Mungkin bapak sama ibu tidak peduli dengan hubungan mereka, tapi coba pikirkan lagi, bagaimana sulitnya jadi Mita?"
Untuk sesaat suasana menjadi hening, mereka larut dalam pikiran masing-masing. Kedua orang tua Galih tidak merestui hubungan Galih dan Mita, namun saat melihat Rama hatinya sedikit tergugah. Mereka tidak rela menantunya disakiti meskipun oleh anaknya sendiri, namun keikhlasan Arumni dalam menyikapi berbagai ujian hidupnya, mampu meluluhkan hati kedua mertuanya untuk menerima segala ketentuan dari Allah.
"Baiklah, jum'at sore kita berangkat!" kata pak Arif.
Sudut bibir Arumni melengkung membentuk bulan sabit.
"Apa bapak yakin?" tanya bu Susi.
"iya, bu!" kata pak Arif sembari membuka buku yang sedang ia baca.
"Ya sudah kabari Galih sekarang, Arumni!" perintah bu Susi.
"Jangan bu! ini akan menjadi kejutan untuk mereka, kita menelpon cukup untuk bertanya kabar saja, jangan bicara tentang kedatangan kita ke sana. Mereka pasti akan senang mendapat kejutan seperti ini!" ucap Arumni sambil tertawa kecil.
Pak Arif dan bu Susi ikut bahagia, walaupun hati pak Arif sebenarnya tidak tega pada Arumni. Meskipun Arumni selalu menyembunyikan rasa sedihnya, namun mereka cukup tahu, seberapa berat hidup yang Arumni jalani. Oleh karena itu, kedua orang tua Galih selalu mengikuti kata Arumni.
**
Celana jeans berwarna biru muda dan kaos putih yang dipadukan kemeja lengan pendek dengan kancing terbuka, menambah kesan pada penampilan Adit, di malam minggu.
Aroma parfum maskulin menyeruak ke sudut ruangan. Namun ia sadar, untuk siapa ia berdandan segagah itu? ingin ke kedai pak Beni, namun kini tak seasyik kemarin sebelum Arumni keluar dari tempat pak Beni.
Akhirnya Adit memberanikan diri ke rumah pak Arif.
"Adit! kamu ke sini? sama siapa?" tanya pak Arif saat membuka pintu.
Deg!
Hati Arumni tiba-tiba berdenyut kencang saat mendengar bapak mertuanya menyebut nama Adit.
"Sendiri, pak Arif. Bagaimana kabar ibu? apa sudah benar-benar sembuh?"
"Masuk dulu, Dit!" pak Arif mengajak Adit masuk dan membawanya ke ruang tengah, dimana Arumni dan bu Susi juga berada di sana. "Duduk, Dit!" perintah pak Arif.
"Assalamualaikum, bu!" ucap Adit sambil membungkuk mencium tangan bu Susi. "Hai Arumni!" katanya sambil duduk.
Bu Susi tersenyum bahagia melihat Adit datang kembali. Sedangkan Arumni hanya menampilkan senyuman yang patah, karena ingat pada ucapan Galih, mengenai Adit.
"Tolong, ambilkan minum untuk Adit ya, Arumni!" perintah pak Arif.
Arumni menganguk pelan, lalu berjalan ke belakang. Arumni sengaja berlama-lama di belakang, sambil menguping pembicaraan mereka. Tak ada yang aneh, arah obrolan mereka, "sepertinya mas Adit memang dekat dengan bapak mertua jadi dia juga baik sama aku." pikir Arumni.
Arumni pun berani keluar untuk menyuguhkan secangkir teh untuk Adit. "Silahkan diminum, mas!" ucap Arumni dengan sopan.
"Terimakasih, Arumni!" Senyum manisnya mengembang saat menerima secangkir teh dari Arumni. "Emm, tunggu dulu, Arumni!" ucapnya saat melihat Arumni ingin berjalan ke belakang.
Arumni menghentikan langkahnya lalu kembali ke tempat duduk semula.
"Emm, pak Arif, sebenarnya aku datang ke sini selain untuk menjenguk bu Susi, aku juga ingin minta ijin pada pak Arif untuk-" Adit menatap tajam Arumni saat mengatakan.
Deg! Arumni seolah tahu maksud Adit, "jangan-jangan yang dikatakan oleh mas Galih benar!" bisik Arumni dalam hatinya. Bola matanya jadi membulat sempurna.
"Sebenarnya aku ingin membeli sesuatu untuk seorang gadis, tapi aku belum tahu apa yang menjadi kesukaan para gadis, jadi jika pak Arif dan bu Susi berkenan mengijinkan, aku mau mengajak Arumni sebentar saja, mungkin tiga puluh menit atau paling lambat satu jam!"
Pak Arif dan bu Susi saling lempar tatap, sementara denyutan jantung Arumni semakin kencang, napasnya seolah memburu. Bu Susi menganguk pelan.
"Ya sudah, mumpung belum terlalu malam, pergilah. Tapi ingat, kembalikan Arumni dengan utuh ya, Dit?" kata pak Arif.
"Tapi, pak!" pekik Arumni.
"Tidak lama kok Arumni. Bantu aku, ya?" ucap Adit memohon.
"Pergilah Arumni. Lagi pula beberapa hari ini kamu terlalu sibuk memikirkan banyak hal, apa salahnya jika pergi bersama Adit sebentar untuk melemaskan otot-otot yang tegang, iya kan bu?" kata pak Arif.
"Iya, Arumni. Bantu nak Adit untuk mencari sesuatu, siapa tahu gadis itu jadi beruntung karena kamu!"
Mendengar ucapan mereka sebenarnya Arumni tidak terlalu suka, karena jika Galih sampai tahu, sudah pasti akan marah padanya. Namun ada dorongan dari hatinya ingin bersama Adit.
Arumni pun mengiyakan ajakan Adit!
...****************...
Semoga Arumi menemukan kebahagiaan dgn pria lain.
Komandan sdh nunggu janda mu tu Arumi.
karna alasan galih sdh menikah diam diam, kan beres
malah seperti nya kau lebih berat dgn Si Mita daripada dengan Arumi