Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melayani
"Layani aku malam ini."
Sesaat keduanya saling bertatapan dengan pikiran masing-masing. Lalu,
"Baiklah," Lika mengangguk setuju.
Uhuk, Evan terbatuk mendengar jawaban Lika.
Setuju, langsung setuju. Padahal tadi mengira bocah labil itu akan berteriak dan tidak terima.
Tapi semua ini di luar dugaan.
'Apa dia ingin bersamaku?' batin Evan jadi menebak-nebak sendiri.
Evan merasakan perasaan aneh yang menjalar, ada rasa marah juga kesal ketika Lika memikirkan pria lain. Karena rasa itu juga ingin mempertahankan posisinya.
"Om," panggil Lika. Dari tadi dilihatnya Evan malah melamun.
"Hmm," Pria tampan itu berdehem dan membenarkan posisi duduknya. Perlahan mulai menyalakan mesin mobil dan tidak lama mobil pun melaju.
Sepanjang jalan keduanya saling diam. Lika fokus pada ponsel, ia sedang mengirim pesan pada Boni. Mengabarkan bahwa besok akan mentransfer uangnya.
Dan Evan yang sedang menyetir itu, melirik-lirik wanita yang sedang asyik dengan ponsel.
"Loh, om. Kok ke sini?" tanya Lika ketika mobil berhenti. Ia melihat sekeliling yang ternyata parkiran apartemen.
Dari tadi fokus pada ponsel, hingga tidak sadar dibawa kemari.
"Tadi katanya mau makan?" tanya Lika kembali.
"Makannya di atas saja." ucap Evan seraya meraih ponsel. Ia memesan makanan secara online.
"Ayo naik!" ajak Evan melihat Lika sekilas lalu mengalihkan pandangan. Ia pun turun dari mobil dan membuang napasnya pelan.
Evan mendadak jadi gugup begini. Lika setuju untuk melayaninya malam ini. Yang berarti malam ini, ia akan mengunboxing si Malik. Mereka akan menyatu dalam peluh.
Sengaja juga membawa ke apartemen, karena unitnya kedap suara. Tidak akan terdengar jika si Malik menjerit nantinya.
"Om Evan, tunggu!" Lika mengejar pria tua yang berjalan duluan. Menyamakan langkah dengan langkah besar itu.
Di dalam lift, seperti biasa Lika menyembunyikan diri di dekat Evan. Ia takut tiba-tiba bertemu dengan David.
Dan Evan tersenyum kecil karena itu. Ia merasa senang Lika dekat dan menempel begini.
Dan,
Hap, Evan memeluk tubuh mungil itu. Membuat mereka makin menempel.
"Om Evan," Lika merasa risih dipeluk begini.
"Ada yang masuk." bisik Evan makin mengeratkan pelukannya.
Lika jadi diam saja dipeluk Evan. Pak tua sengaja begini untuk melindungi dirinya.
'Kenapa om Evan hangat sekali?' batin Lika yang kini mulai berdebar-debar.
Pelukan erat dari tubuh yang kekar. Juga wangi ditambah menghangatkan. Lika merasa nyaman dan terlindungi.
"Ayo keluar!" ucap Evan. Mereka telah sampai di lantai tempat unitnya berada.
Huft, Lika menghela napas lega setelah masuk ke dalam. Ia aman dari David.
"Kamu mau mandi?" tanya Evan. Mungkin Lika ingin membersihkan diri sebelum dijamah olehnya.
Lika menggeleng. Ia sudah mandi tadi di rumah.
"Baiklah, aku akan mandi sebentar." ucap Evan dan bergegas pergi. Kegugupan mulai kembali menguasai.
Lika merasa aneh melihat pak tua itu, sikapnya aneh sekali.
Tak lama Lika menghidangkan makanan di meja. Pesanan mereka sudah datang.
Disalinnya makanan dalam kotak ke piring-piring. Ia juga menuangkan air putih ke gelas lalu tidak lupa membuat secangkir teh hangat.
Evan suka minum teh hangat. Jadi agar pinjaman cepat cair, harus baik-baik pada pak tua itu.
"Om, ayo makan!" ajak Lika begitu melihat Evan keluar dari kamar.
Evan mengangguk dan berjalan ke arah meja makan.
"Silahkan, om!" ucap Lika menarikkan kursi untuknya dan mempersilahkan duduk.
Meski merasa aneh diperlakukan begitu, tapi Evan akan bersikap biasa saja.
"Silahkan, om Evan yang tampan." Lika menyodorkan teh hangat. Mengatakan hal itu dengan wajah tersenyum manis. Padahal sejujurnya dalam hati merasa jijik memuji begitu.
Evan pun melihat teh sejenak, mengingat si Malik isengnya minta ampun. Bukan memberikan teh manis malah teh asin. Agaknya trauma mulai melanda.
"Manis loh, om. Aku tambahkan gula!" Lika seperti mengerti kenapa teh hanya dilihati saja.
Evan pun mencicipi sedikit lalu meneguk hingga habis. Teh itu masih aman.
Saat ini Lika tidak boleh iseng pada Evan, karena membuat pak tua itu marah bisa berakibat fatal. Pinjamannya akan gagal.
"Ayo, om. Makan dulu!" ucap Lika. Ia mengambilkan nasi untuk Evan.
"Silahkan, om." ucap Lika kembali setelah mengisi piring dengan nasi dan lauk pauk.
Hati Evan berdebar saat diperlakukan seperti ini. Manis sekali si Malik.
Evan pun melahap makanan dengan perasaan senang.
"Om, makan pelan-pelan dong!" ucap Lika mengutip nasi yang menempel di pipi Evan. Pak tua itu makan seperti bocah.
Dan Evan terdiam dengan perlakuan Lika. Hal kecil yang membuat hati jadi menghangat.
Setelah selesai makan, Lika pun segera membersihkan meja makan. Piring diletakkan saja di wastafel. Nanti saja dicuci, setelah pencairan.
"Om, aku pijat ya!" Lika pun memijat bahu Evan.
Pijatan Lika lebih seperti elusan bagi Evan. Tapi ia tidak komplen, karena hatinya sedang senang.
"Jadi om, kapan uangnya akan di transfer?" tanya Lika sambil memijat. Ia sudah bilang pada Boni akan mengirim uangnya besok.
"Setelah kamu melayaniku." ucap Evan. Ada rasa kesal ketika mengingat transferan. Lika mau melayaninya karena ingin membantu pacarnya itu.
Padahal Evan berharap, ini awal yang baik untuk hubungan mereka. Lika bisa menjadi istri seutuhnya tanpa memikirkan pria jelek itu.
"Loh, aku kan sudah melayani om Evan!" ucap Lika. Ia sudah menuruti dan kini tinggal menagih janji Evan.
"Kapan?" tanya Evan. Ia sama sekali belum menyentuh si Malik.
"Aku sudah melayani om Evan." ucap Lika. Ia berhenti memijat dan duduk berhadapan dengan pria itu.
"Kapan?" tanya Evan kembali.
"Ihh!" Lika jadi geram. "Aku tadi kan sudah melayani om Evan! Aku sudah membuatkan teh, menghidangkan makanan, aku juga memijat om loh!" jelas Lika dengan detil.
Menurut Lika, melayani ya seperti itu.
Dan Evan,
"Hahaha... Malik-Malik." Evan tertawa-tawa. Pantas saja Lika mendadak jadi lembut dan perhatian, ternyata melayani yang seperti itu yang dipikirkannya.
"Bukan seperti itu, Malik." Evan masih terkekeh. Lika sudah berumur 20 tahunan, masih tidak paham ucapannya.
"Jadi?" tanya Lika dengan wajah bingung. Ia sudah melayani Evan, tapi bukan seperti yang dilakukannya. Jadi seperti apa?
"Hmm," Pria itu berdehem. Sepertinya ia harus bicara secara detil dan jelas agar Lika mengerti dan tidak berpikiran lain.
"Berhubungan badan." ucap Evan. Lika pasti mengerti.
Lika loading sesaat. Melayani yang dimaksud pak tua itu ternyata seperti itu.
Dan tidak lama,
"Akhhh! Akhhh! Akhhh!"
.
.
.
gmn hayo Lika, jadi gak minjem uang ke Evan untuk transfer Boni? 😁
Van, tolong selidiki tuh Boni, kalau ada bukti yg akurat kan Lika biar sadar tuh Boni hanya memanfaatkan dan membodohi nya doang
makanya jangan perang dunia trs, romantis dikit kek sebagai pasutri 😁