Hanum Khumaira, seorang wanita soleha yang taat beragama, terpaksa menerima perjodohan dari kedua orangtuanya dengan seorang perwira polisi bernama Aditama Putra Pradipta. Perjodohan ini merupakan keinginan kedua orangtua mereka masing-masing.
Namun, di balik kesediaannya menerima perjodohan, Aditama sendiri memiliki rahasia besar. Ia telah berhubungan dengan seorang wanita yang sudah lama dicintainya dan berjanji akan menikahinya. Akan tetapi, ia takut jika kedua orangtuanya mengetahui siapa kekasihnya, maka mereka akan di pisahkan.
Diam-diam rupanya Aditama telah menikahi kekasihnya secara siri, ia memanfaatkan pernikahannya bersama Hanum, agar hubungannya dengan istri keduanya tidak dicurigai oleh orangtuanya.
Hanum yang tidak mengetahui rahasia Aditama, mulai merasakan ketidaknyamanan dengan pernikahannya ini.
Konflik dan drama mulai terjadi ketika Hanum mengetahui suaminya telah menikahi wanita lain, akankah Hanun tetap mempertahankan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindah ke rumah baru
Saat menyantap sarapan pagi buatan Hanum, semuanya merasa takjub akan rasa dari makanan tersebut, terutama Tama, ia sampai nambah dua piring.
"Hey Tama, kau itu lapar atau rakus?" sindir sang Papah.
"Abis enak Pah, sudah lama juga loh aku tidak makan makanan seperti ini" jawabnya sambil menikmati ayam goreng serundeng.
Hanum pun sangat senang karena mereka semua menyukai masakannya.
"Ngomong-ngomong siapa yang masak nih? Soalnya aku sangat hafal masakan Bik Inah seperti apa? Kalau yang ini beda sekali rasanya!" tanya Aditama kepada keluarganya yang sudah selesai sarapan lebih dulu.
"Tuh, di sebelahmu yang masak semua sarapan ini!" tunjuk Ibu Kiran ke arah Hanum.
Sontak Tama langsung menoleh ke arah Hanum dengan ekspresi wajah tidak percaya.
"Jadi semua ini kamu yang masak, Num?" tanyanya tidak percaya.
Hanum mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.
"Wah, tidak kusangka masakanmu ini begitu nikmat, kalau bisa sering-sering ya masak kaya gini!" usul Tama.
"Bilang saja kak Hanum sama kak Tama, wani piro gitu?" kelakar Riana sambil menaikan kedua alisnya.
Hanum yang melihat sikap Riana seperti itu malah tertawa kecil dibuatnya.
"Kau ini, sangat menyebalkan Ana!" keluh Tama masih sambil menikmati ayam goreng serundeng nya.
Selesai sarapan bersama, Tama memohon ijin kepada kedua orangtuanya kalau hari ini ia dan Hanum akan pindah ke rumah baru.
"Loh kok pindah sih kak?" tanya Riana tidak percaya.
"lah memangnya kenapa? Masmu itu hanya ingin hidup mandiri bersama dengan Hanum." jawabnya.
"Hemmm....masa? Bilang saja gak mau di ganggu, biar bisa berduaan terus!" ejek Riana dengan tangan dilipat di atas dada, rasanya ia belum rela jika Kakaknya dan juga kakak iparnya pindah dari rumah.
"Nah itu kamu tahu, apalagi kau suka sekali mengganggu, kebiasaan malam-malam suka ketok pintu kamar!" protes Tama.
Pak Cahyo dan Bu Kiran langsung memelototi Riana.
"Riana, kamu itu kebiasaan sekali sifat usilnya gak pernah hilang, kalau kau ganggu kakakmu seperti itu, kapan mereka bisa memberikan Papah dan Mamah mu ini seorang cucu hah?" ujarnya sedikit menyentak.
Riana malah mengerucutkan bibirnya karena kesal atas perkataan dari Papahnya.
"Tenang saja Pah, aku dan Hanum akan secepatnya memberikan Papah seorang cucu, iya kan Num?" ujarnya sembari merangkul bahu Hanum.
Hanum pun menjadi gugup dibuatnya, ia terlihat salah tingkah.
"I iya M mas!" jawabnya sampai terbata.
"Kalau begitu, ayo cepat kalian segera pindah ke rumah baru, nanti Papah suruh mang Udin dan mang Asep buat bantu bawa barang-barang kamu!" perintah Pak Cahyo begitu antusias.
"Dih Papah, kok kesannya kaya mau usir putra dan menantu kita saja!" tegur Bu Kiran.
"Biarkan saja Mah, demi lahirnya cucu keluarga Pradipta, iya kan Tama?"
"Betul sekali, Papah ini begitu sangat pengertian!" jawabnya tersenyum lebar, sedangkan Hanum, ia terus saja menunduk malu.
Perumahan Kenari
Ditempat inilah Tama sudah menyiapkan tempat tinggal untuk Hanum, perumahan ini pun bersebelahan dengan rumah dinas para anggota Polisi lainnya yang sudah berumah tangga, ada juga asrama yang di tempati oleh para anggota yang belum menikah, seperti contohnya Kompol Damar, meskipun ia dari kalangan orang berada, tapi dirinya sudah terbiasa hidup sederhana dan ia pun lebih memilih untuk tinggal di asrama.
"Wah, rumahnya bagus juga ya Mas!" ucapnya kagum, Hanum terus saja mengitari area rumah baru mereka, sedangkan Pak Cahyo dan istrinya merasa tempat ini terlalu sederhana untuk ditempati putra dan menantunya.
"Aditama, kau tidak salah memilih rumah seperti ini untuk kau tempati? Kenapa kau tidak bilang sama Papah saja? Nanti akan Papah belikan rumah yang mewah seperti rumah yang kita tempati!" protes Pak Cahyo.
"Pah, justru Tama sangat bangga karena bisa memiliki rumah dari hasil jerih payah Tama sendiri, kan Papah tahu kalau gaji polisi itu tidaklah besar." jawab Tama dengan serius.
"iya, Papah jiga tahu Tama, tapi kan keluarga kita punya usaha tekstil dan juga perkebunan, apa kata keluarga kita nantinya jika kamu dan istrimu tinggal di tempat seperti ini? Papah juga pasti sangat malu dengan kyai Zakaria, karena putrinya tinggal di tempat seperti ini!"
Hanum pun mendengar percakapan antara Papah mertuanya dan juga suaminya.
"Pah, aku suka kok tinggal di sini, yang terpenting bukan masalah rumahnya, tapi siapa penghuninya!" jawab Hanum cukup membingungkan
"Maksudmu bagaimana Num?" tanya Tama penasaran.
"Ya dirumah ini ada aku dan juga Mas Tama, dan tidak ada orang ketiga!" jawab Hanum.
Perkataan Hanum seolah telah menyindir Tama.
Pak Cahyo dan Bu Kiran malah tertawa terbahak-bahak.
Sedangkan Riana, ia sudah menyadari, jika Kakak iparnya telah menyindir kakaknya.
'Bagus kaka Hanum, sindir terus kak Tama biar tahu rasa dan juga kapok!' batinnya begitu puas.
"Kamu tuh Num, suka mengada-ada, mana mungkin ada orang ketiga yang mau hidup satu atap? Yang ada mereka itu berhubungan secara sembunyi-sembunyi, iya kan Pah?" ucap Bu Kiran sambil menggelengkan kepalanya.
"I iya Mah!" jawab Pak Cahyo sedikit gugup.
Setelah kedua orangtuanya Tama dan juga Riana pulang, kini tinggal ada Tama dan juga Hanum. Namun masih ada mang Ujang dan mang Asep yang masih bekerja merapihkan barang-barang bawaan mereka berdua, Hanum sangat senang tinggal di rumah barunya, meskipun rumah sederhana, namun perabotan di rumah ini sudah komplit, dan sama persis seperti di rumah mertuanya.
"Ijin Den, semua barang-barangnya Aden dan juga Non Hanum sudah Mamang taruh di tempat yang tadi aden sebutkan!" ucap Ujang sambil membungkuk.
"Alhamdulillah, terimakasih ya Mang Ujang dan Mang Asep, dan ini ada uang rokok untuk kalian, mohon di terima ya!" ucap Tama dengan mengasongkan dua amplop berwarna putih.
Namun keduanya menolak pemberian dari Tama.
"Tidak usah Den!" jawab Mang Asep.
"Sudah, terima saja, gak baik loh nolak rezeki!" ujar Tama sambil memaksa mang Udin dan Mang Asep untuk mau mengambil amplop tersebut.
setelah Mang Udin dan Mang asep pulang, tiba-tiba saja Tama kembali memeluk Hanum dari arah belakang, pada saat itu posisi Hanum sedang menikmati halaman belakang rumah yang memiliki taman kecil dan juga kolam ikan yang di atasnya terdapat sebuah saung kecil.
"Gimana Num, suka tidak dengan halaman rumah ini?"
Hanum hanya mengangguk dengan dada yang bergemuruh, ia pun merasa gugup ketika Tama memperlakukan dirinya seperti itu.
Tiba-tiba saja bel rumah mereka berbunyi, baik Hanum dan juga Tama, keduanya saling memandang dan mengerutkan dahi.
Kemudian sambil menggenggam tangan Hanum, Tama bergegas menuju ruang tamu bersama dengan sang istri.
Perlahan Tama mulai membuka handel pintu, dan saat pintu dibuka, betapa terkejutnya Tama dan juga Hanum akan sosok yang datang secara tiba-tiba ke rumah baru mereka.
Bersambung...
⭐⭐⭐⭐⭐⭐
masa udah seneng seneng sama si Bella tapi setelah si Bella dia rasain trus dia malah balik ke si Hanum