NovelToon NovelToon
Ternyata, Aku Salah Satunya Di Hatimu

Ternyata, Aku Salah Satunya Di Hatimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: X-Lee

Di balik kebahagiaan yang ku rasakan bersamanya, tersembunyi kenyataan pahit yang tak pernah ku duga. Aku merasa istimewa, namun ternyata hanya salah satu dari sekian banyak di hatinya. Cinta yang ku kira tulus, nyatanya hanyalah bagian dari kebohongan yang menyakitkan.


Ardian memejamkan mata, napasnya berat. “Aku salah. Tapi aku masih mencintaimu.”


“Cinta?” Eva tertawa kecil, lebih mirip tangis yang ditahan. “Cinta seperti apa yang membuatku merasa sendirian setiap malam? Yang membuatku meragukan harga diriku sendiri? Cintamu .... cintamu telah membunuhku perlahan-lahan, hingga akhirnya aku mati rasa. Itukah yang kamu inginkan, Mas?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon X-Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Tangisan Dibalik Derasnya Hujan

Eva berlari dengan air mata berderai, membiarkan angin malam menghempas wajahnya yang basah. Setiap beberapa langkah, dia mengusap pipinya dengan punggung tangan, berharap bisa menghentikan tangis itu. Namun, air mata tersebut terus saja meluncur, seolah tak mau berhenti. Napasnya tersengal, bukan hanya karena lelah, tetapi karena sesak yang menghimpit dadanya—sesak karena luka yang baru saja terbuka lebar.

Dia terus menyusuri pinggir jalan yang sepi, hanya ditemani suara langkah kakinya sendiri dan gemerisik angin yang meniup dedaunan kering. Lampu jalan menerangi bayangannya yang goyah, seolah ikut merasakan kegundahan yang menyelimutinya. Hatinya kacau, pikirannya berputar tanpa arah. Potongan-potongan kenangan bersama Ardian berkelebat di kepalanya—tawa yang pernah ia percayai, janji-janji manis yang kini terasa pahit, dan sentuhan yang ternyata penuh kepalsuan.

Akhirnya, langkah kakinya melambat, lalu berhenti di bawah pohon tua di tepi trotoar. Ia menyandarkan diri, mencoba menenangkan diri yang gemetar. Tangannya mengepal, bibirnya bergetar menahan jeritan yang hampir pecah.

“Untuk apa kamu menangisi dia, Eva?” gumamnya dengan suara serak, nyaris tak terdengar. “Kamu sudah tahu kalau dia berkhianat, dan dia tidak butuh air matamu.”

Dia menatap kosong ke depan, mata yang sembab memantulkan cahaya lampu jalan. Di dalam dirinya, ada perang antara cinta yang belum sepenuhnya padam dan kenyataan pahit yang tak bisa dihindari. Tapi di sela-sela rasa sakit itu, perlahan muncul secercah kekuatan. Mungkin ini awal untuk bangkit. Mungkin malam ini adalah langkah pertama untuk meninggalkan semua kenangan yang menyakitkan.

Tiba-tiba hujan turun membasahi tubuh Eva, mengguyur dari langit seolah alam pun ikut merasakan kesedihannya. Rintik-rintik kecil berubah menjadi butiran besar yang jatuh tanpa ampun, memercik di aspal dan menciptakan irama sendu yang menemani kesendiriannya. Dalam sekejap, rambutnya basah kuyup, helaian-helaian hitam itu menempel di wajah pucatnya. Bajunya melekat erat di tubuh karena air hujan yang deras, menambah dingin yang merayap dari kulit hingga ke hati. Namun Eva tidak bergeming. Ia hanya berdiri di sana, memejamkan mata dan membiarkan hujan mencuci air matanya—menyamarkan tangis yang masih mengalir pelan di pipinya.

Udara malam yang menggigilkan membuat tubuhnya menggigil, tapi bukan karena cuaca. Dingin yang merasuk ke tulang itu tidak seberapa dibandingkan dinginnya luka yang tertinggal di dalam dirinya. Luka dari kata-kata yang menusuk, dari janji-janji yang kini kosong, dari tatapan yang dulu hangat namun kini hanya tersisa bayangan. Eva memeluk tubuh sendiri, menggenggam erat lengannya seolah bisa mencegah tubuhnya runtuh oleh beratnya beban yang ia pikul. Ia menunduk, membiarkan air hujan jatuh di pelipis dan dagu, bercampur dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir.

Kilatan petir menyambar langit malam, memecah kegelapan dengan cahaya yang menyilaukan. Detik kemudian, dentuman guntur menggema, membuat dedaunan bergetar. Eva tersentak, bahunya naik turun karena terkejut, namun tetap tidak bergerak. Di tengah derasnya hujan dan sunyinya malam, ia mulai berbicara pada dirinya sendiri, pelan tapi tegas—seolah ingin meyakinkan hatinya yang rapuh.

"Aku sudah cukup terluka. Sudah cukup percaya pada yang salah. Sekarang aku harus kuat, walau sendiri.”

Suara itu nyaris tenggelam oleh gemuruh hujan, tapi cukup kuat untuk menggema dalam hatinya sendiri. Eva membuka mata perlahan, memandangi langit yang kelam, lalu mengalihkan pandangannya ke jalanan yang kosong di hadapannya. Langkah kecil mulai ia ambil, pelan dan berat, meninggalkan pohon tempatnya bersandar tadi. Setiap langkah seperti mengangkat serpihan beban yang menancap dalam jiwanya. Hujan masih turun tanpa ampun, tapi kini langkah Eva terasa lebih mantap.

Hatinya masih remuk—itu tidak bisa ia pungkiri. Tapi di balik reruntuhan itu, ada sesuatu yang tumbuh perlahan. Bukan harapan, belum. Tapi keberanian. Keberanian untuk bertahan, untuk bangkit, untuk tidak lagi membiarkan dirinya terpuruk karena seseorang yang memilih pergi. Ia menatap lurus ke depan, meski matanya masih basah dan jalannya masih tertatih. Di bawah hujan itu, Eva memulai langkah baru. Tidak untuk melupakan, tapi untuk menerima.

Dan entah kenapa, saat ia melangkah lebih jauh, suara langkah lain terdengar samar di kejauhan, menyatu dengan ritme hujan. Ia menoleh pelan.

Apakah itu hanya bayangannya… atau seseorang benar-benar sedang berjalan mendekat?

Tiba-tiba, kepalanya terasa pusing. Saat dia hampir terjatuh, dia merasakan tubuhnya di rengkuh seseorang. Namun dia tidak tahu siapa pemilik tangan tersebut. Karena dia keburu pingsan.

***

Arsen masuk ke dalam lobi hotel bintang lima miliknya dengan langkah tenang namun penuh wibawa. Sepatu kulit hitamnya menapak lantai marmer mengilap, menimbulkan gema halus yang seolah menjadi musik pengiring kehadirannya. Setelan jasnya yang mahal jatuh sempurna membingkai tubuh tegapnya, dan dasi sutranya tampak kontras dengan kulitnya yang terang. Semua pasang mata segera tertuju padanya—tidak ada yang tidak menyadari kehadirannya. Dalam sekejap, suasana yang semula dipenuhi obrolan ringan dan tawa pelan menjadi sedikit sunyi, seolah semua orang menahan napas.

Dia bukan sekadar pemilik hotel. Bukan hanya seorang CEO sukses yang membangun kerajaannya dari nol. Arsen adalah sosok yang memancarkan kharisma alami—auranya bagaikan magnet yang tak bisa diabaikan. Tapi yang paling menyita perhatian bukanlah status atau kekayaannya. Melainkan ketampanannya yang hampir tidak masuk akal. Wajahnya tegas, rahangnya kokoh, dan mata tajamnya seolah bisa menembus lapisan jiwa siapa pun yang berani menatap terlalu lama. Senyum kecil yang kadang singgah di bibirnya pun bisa membuat waktu seakan berhenti.

Dia terlihat seperti berlian yang bersinar di bawah teriknya matahari—terang, mahal, dan nyaris tak tersentuh. Setiap geraknya memiliki ritme dan elegansi, seolah ia diciptakan untuk menjadi pusat dari segala perhatian. Di balik meja resepsionis, beberapa staf perempuan berusaha menahan detak jantung mereka yang melonjak. Sementara tamu-tamu perempuan yang sedang duduk di sofa lounge melirik penuh kagum, bahkan iri pada siapa pun yang bisa berdiri dekat dengannya.

Namun Arsen tetap acuh tak acuh. Tatapannya lurus ke depan, wajahnya dingin dan tak tergoyahkan. Dia tidak peduli pada kekaguman yang menempel padanya seperti bayangan. Sudah terlalu sering dia menjadi objek pujian dan lirikan kagum. Itu bukan lagi sesuatu yang membuatnya tersanjung—justru membuatnya jenuh. Ia tahu, sebagian besar hanya tertarik pada permukaannya, bukan dirinya yang sebenarnya.

Arsen menghampiri sahabatnya yang baru saja melangsungkan pernikahan.

"Sorry, gue terlambat." ucap Arsen setelah berada di hadapan sahabat karibnya

"No problem, bro. Yang penting Lo datang ke acara gue." sahut Edrick terkekeh kecil

"Selamat yaa atas pernikahan kalian."

"Thanks, bro. Lo juga, buruan nyusul gue. Gue enggak sabar liat Lo nikah."

"Tunggu saja kabar baiknya."

"Gue ke sana dulu, yaa." ucap Edrick berpamitan pada Arsen. Arsen mengangguk cepat. Lalu, dia dan istrinya meninggalkan Arsen.

Satu jam kemudian, Arsen mulai merasa bosan. Akhirnya dia berpamitan untuk pulang pada sahabatnya. Setelah itu, dia masuk ke dalam mobilnya. Selama dalam perjalanan, musik slow mengiringinya. Tiba-tiba, hujan turun dengan guntur yang menggelegar. Namun, bukan itu yang menjadi pusat perhatian nya. Melainkan seseorang yang berjalan sendirian di balik derasnya hujan. Lampu mobil menyoroti seseorang tersebut, dia sangat kenal.

"Eva." lirih Arsen

Dia pun menghentikan mobilnya dan buru-buru turun. Saat dia berada tepat di belakang Eva, tubuh Eva hampir jatuh ke tanah, namun tangan kokohnya menyangga tubuh perempuan itu.

"Astaga, tubuhnya dingin sekali." gumam Arsen

Arsen pun membopong tubuh Eva ke dalam mobil. Dengan cepat dia melajukan mobilnya menuju ke rumahnya.

Beberapa saat kemudian, dia tiba di rumah. Arsen pun segera mengangkat tubuh Eva dan membawanya masuk. Saat itu pula, dia berpapasan dengan adiknya.

"Eva!" seru Julia, "Apa yang terjadi dengan Eva, kak?" tanya Julia dengan nada khawatir

"Aku menemukan nya di tengah jalan, dia berjalan seorang diri dan akhirnya dia pingsan." sahut Arsen

***

1
Adinda
pasti anak pelakor bukan darah dagingmu ardian biar menyesal kamu
Nur Nuy
rasain suami penghianat , tunggu tanggal mainnya bakalan nyesel lu seumur hidup lepasin eva😡😏
Mardathun Shalehah: jangan lupa hadir yaa di persidangan/Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
kata nenek, bertengkar di pagi hari itu nggak bagus lho
Mardathun Shalehah: kalau malam bagus gak 🤧🤣
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
ish aku paling benci kalau macet apalagi kalau pakai mobil manual, hmm, capek banget dan bikin esmosi, eh emosi
Mardathun Shalehah: sabar 🤧🤣
total 1 replies
Nur Nuy
sabar eva sabarr hempaskan penghianat itu
Mardathun Shalehah: buset dah 🤣🤣
Nur Nuy: ke kandang singa author 🤣🤣🤣
total 3 replies
Nur Nuy
tidak semudah itu fer Ferguso
Mardathun Shalehah: /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
Mardathun Shalehah: /Joyful//Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
iya tega banget ish!
Mardathun Shalehah: sabar /Joyful//Shy/
total 1 replies
Nur Nuy
semangat eva ayo kamu bangkit lupakan penghianat itu
Mardathun Shalehah: semangat ❤️
total 1 replies
yuni ati
Keren
Mardathun Shalehah: makasih kk ❤️
total 1 replies
Nur Nuy
lanjutkan
Mardathun Shalehah: oke ❤️
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
keren narasinya 🥰
Mardathun Shalehah: Makasih kak 🥰
total 1 replies
Nur Nuy
yaampun kasian banget eva nya, sedih banget lanjutkan Thor seru
Mardathun Shalehah: Makasih dukungan nya kk ❤️
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍 salam kenal 🙏
Mardathun Shalehah: Salam kenal juga kak 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!