Setiap perempuan yang berstatus seorang istri pasti menginginkan dan mendambakan memiliki seorang keturunan itu hal yang wajar dan masuk akal.
Mereka pasti bahagia dan antusias menantikan kelahirannya, tetapi bagaimana jadinya kalau seorang anak remaja yang berusia 19 tahun yang statusnya masih seorang gadis perawan hamil tanpa suami??
Fanya Nadira Azzahrah dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Dia harus memilih antara masa depannya ataukah kehidupan dan keselamatan kedua saudaranya.
Apakah Caca bersedia hamil anak pewaris Imran Yazid Khan ataukah harus melihat kakaknya mendekam dalam penjara dan adiknya meninggal dunia karena tidak segera dioperasi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 2
“Astaghfirullahaladzim, Zidan. Tunggu kakak kamu pasti akan selamat dek, kamu akan baik-baik saja,” cicitnya sambil mencoba menghubungi nomor teleponnya Annisa.
Bibirnya bergetar, mimik wajahnya nampak tergambar jelas kepanikan. Jantung berdebar-debar kencang, nafasnya memburu saking takutnya ketika membayangkan kondisi dari Zidan adiknya yang mengalami kecelakaan.
Berulang kali mencoba menghubungi nomor ponselnya Annisa, tapi saking paniknya, tangannya sampai tremor memegangi benda pipih tersebut, hingga salah pencet beberapa kali dan malah terjatuh.
“Astagfirullah, kenapa juga bisa terjatuh,” rutuk Caca.
Caca berjongkok untuk mengambil ponselnya yang terjatuh, dia sedikit kesulitan karena barang dagangan yang terpasang di tubuhnya sehingga membatasi ruang geraknya.
“Astaghfirullah aladzim, Allahu Akbar, subhanallah,” cicitnya agar bisa menenangkan dirinya dari kegugupan, ketakutan dan kecemasan berlebih yang dirasakannya saat ini.
Hanya ketika men scroll kontaknya yang terpaksa diulanginya berapa kali karena penglihatannya sedikit kabur, disebabkan oleh air matanya yang terus menerus menetes membasahi pipinya.
Untungnya dalam sekali percobaan untuk menghubungi nomor ponselnya Annisa, sang pemilik hp langsung menjawab telepon temannya tersebut.
Orang-orang yang berada di sekitar stadion GBK memperhatikan apa yang terjadi padanya.
“Dek, kau baik-baik saja kan?” Tanyanya seorang bapak-bapak yang kebetulan barusan membeli beberapa barang jualannya.
“Sa-ya baik-baik saja, Om,” balasnya Caca.
Bapak-bapak dan istrinya meninggal Azzahra karena mendengar jawabannya.
Annisa gegas menemui temannya itu, dia juga ikutan prihatin dan ketakutan mendengar kabar duka tersebut.
Berselang beberapa menit kemudian, motor butut itu sudah berbaur dengan kendaraan lainnya di jalan raya.
“Ya Allah, ini semua gara-gara aku sehingga adikku harus ditabrak mobil. Andaikan tadi pagi aku melarangnya pasti kecelakaan ini tidak akan terjadi,” lirih Caca yang selalu menyesali dan merutuki kebodohannya sendiri.
“Jangan terus menyalahkan dirimu sendiri!” Teriaknya Annisa karena suaranya yang berlomba dengan hembusan angin yang menerpa wajah mereka.
Caca tidak tahu harus berbuat apa dalam keadaan seperti saat ini. Dia kembali mendapatkan cobaan yang begitu besar dalam kehidupannya setelah kematian bapaknya Pak Fahmi dan menghilangnya Bu Widyawati di negeri Jiran Malaysia.
“Ya Allah, hanya kepadaMu aku meminta pertolongan, dan memohon ampunan atas segala dosa-dosaku selama ini. Selamatlah adikku ya Allah jangan biarkan terjadi sesuatu hal buruk padanya,” batinnya Caca.
Sepanjang dalam perjalanan, mulutnya terus komat kamit melafalkan doa-doa agar adiknya selamat dan ia juga bisa lebih tenang.
Tak berselang beberapa menit kemudian, Caca dan Nisa sudah berada di lobi rumah sakit. Salah satu perawat rumah sakit menghubunginya dan menyampaikan kalau Zidan adiknya mengalami lakalantas di jalan raya ketika akan menemuinya di stadion GBK.
Keduanya berlari cepat ke arah resepsionis rumah sakit untuk bertanya keberadaan adiknya.
“Maaf Mbak pasien kecelakaan yang bernama Zidan Azka Fahmi dirawat di bagian mana?” Tanyanya Caca sambil sesekali menyeka air matanya.
“Tunggu aku cek dulu, banyak pasien kecelakaan soalnya,” balas suster itu sambil mengecek layar komputernya.
“Iya Mbak suster, dia adik kami baru saja mengalami kecelakaan di jalan X,” sahutnya Annisa.
“Pasien kecelakaan yang bernama Zidan Azka Fahmi dirawat di UGD,” jelas suster itu.
“Maaf ruangan UGD nya berada di mana Mbak? Kami tidak tahu letak ruangannya soalnya,” balas Nisa.
Perawat itu pun mulai menjelaskan sekaligus menunjukkan arah dimana letak ruangan unit gawat darurat.
“Makasih banyak, Mbak,” ujarnya Nisa yang menyusul kepergian Caca yang berlari terlebih dahulu tanpa menunggu sahabatnya.
Caca semakin sedih melihat kondisi adiknya yang sangat memprihatinkan. Dia memperhatikan dengan seksama adiknya yang sedang ditangani oleh dokter didalam ruangan UGD melalui kaca pintu masuk ruangan tersebut.
“Ini semua gara-gara aku yang menyebabkan kecelakaannya Zidan, andaikan aku tidak mengijinkannya menyusul pasti adikku masih baik-baik saja,” sesalnya Caca yang tak henti-hentinya menangis meratapi kecelakaan adiknya itu.
Nisa ikut sedih melihat kondisi sahabatnya itu,” Zah, lo harus kuat dan tegar demi adikmu. Kalau Lo terus menyesali semua takdir Allah SWT yang menimpa Zidan itu sama saja akan menyiksa dirimu sendiri.”
Caca mengusap wajahnya yang basah karena air mata,” gue gak tau harus gimana menjelaskan kepada Abang Zacky kalau sampai dia mengetahui Zidan kecelakaan karena diriku.”
“Kita duduk di sana, Lo harus berusaha untuk tenang dan sabar karena apa yang Lo lakuin ini sama sekali nggak ada gunanya,” Annisa terus mengingatkan sahabatnya itu apa yang terbaik untuk saat ini dilakukan oleh Caca.
Caca mendengarkan dan menuruti permintaan dari sahabat satu-satunya yang dimilikinya saat ini.
Keduanya duduk di bangku tunggu khusus keluarga pasien. Mereka tak henti-hentinya melangitkan doa-doa terbaik agar doa mereka diijabah oleh Allah SWT.
Hanya berselang beberapa menit sejak kedatangannya di rumah sakit swasta itu, Zacky pun datang bersamaan dengan pintu UGD terbuka dari dalam, keluarlah seorang pria yang berpakaian seragam kebesaran kedokterannya.
“Abang,” cicitnya Caca ketika melihat kedatangan kakak kembarnya.
Zacky memeluk saudara kembarnya,” kamu jangan menangis, ini semua terjadi bukan karena kesalahannya kamu.”
“Abang, aku tidak mau terjadi sesuatu kepada Zidan, aku nggak mau…,” ucapannya terhenti karena Zacky menggelengkan kepalanya agar Caca terdiam.
“Stop! Jangan sekali-kali berpikir yang aneh-aneh dan tidak-tidak. Teruslah berdoa untuk keselamatan dan kesembuhannya Zidan dan berharap agar adik kita tidak kenapa-kenapa. Jadi yang perlu kita lakukan adalah perbanyak berdoa agar Zidan selamat dan bisa berkumpul kembali bersama kita semua,” Zacky diam-diam menyeka air matanya karena tidak ingin menambah kesedihan adiknya.
Keduanya saling menguatkan dalam kesedihan dan cobaan yang menimpa mereka saat ini. Kakak adik itu, hanya bisa pasrah akan kehendak Allah SWT Sang Maha Pemilik Kehidupan.
Annisa ikut terenyuh melihat kedekatan dan kesedihan kedua adik kakak itu,” insha Allah, Zidan pasti akan sembuh dan sehat sediakala.”
“Sebaiknya kalian duduk di sana agar bisa lebih tenang. Biarlah Allah SWT dan Tim dokter yang bekerja menyelamatkan Zidan, berdzikirlah karena Allah SWT selalu bersama dengan orang-orang yang selalu dekat dengannya dalam keadaan apapun,” nasehatnya Annisa wanita berhijab itu.
“Makasih banyak, kamu sudah membantu Caca hingga bisa ke rumah sakit. Kamu selalu ada disaat kami bertiga butuh bantuan,” ucapnya Zacky yang berusaha tersenyum meskipun dalam hatinya banyak beban yang bertumpuk dalam hati dan benaknya ke arah perempuan cantik nan ayu itu.
“Kamu tidak perlu repot-repot berterima kasih kepadaku karena ini sudah menjadi kewajibanku lagian aku melakukan semua ini karena aku menganggap kalian seperti saudara kandungku sendiri,” ujarnya Annisa yang tersenyum simpul.
Caca terus melangitkan doa-doa terbaik untuk kesembuhan dan kebaikan adiknya. Keduanya berpelukan dan sesekali menatap ke arah pintu UGD yang sudah beberapa menit berlalu belum ada terbuka juga.
Semua bisa bernafas lega setelah pintu UGD terbuka lebar ketiganya berjalan ke arah kedatangan seorang dokter laki-laki yang juga berjalan ke arahnya.
“Maaf apa Anda keluarga pasien yang bernama Zidan Azka Fahmi?” Tanyanya seorang Dokter.
Caca dengan Zacky berjalan mendekati dokter itu,” benar sekali kami adalah kakaknya, Dok. Ada apa yah Dokter, apa adik kami baik-baik saja?”
“Adik kami sudah siuman kan? Dia tidak kenapa-kenapa kan Dokter?” Tanyanya Caca yang memberondong pertanyaan dokter itu.
“Pasien harus segera dioperasi karena ada pendarahan di bagian kepalanya dan juga patah tulang di kaki serta beberapa tulang rusuk yang patah,” jelas Dokter itu.
Tubuhnya Caca terhuyung ke belakang setelah mendengar penjelasan dari dokter tersebut.
“Innalillahi wa Inna ilaihi raji'un, itu tidak mungkin,” ratapnya Caca air matanya kembali menetes membasahi pipinya
Zacky tak kuasa menahan rasa sedihnya, bibirnya bergetar, tatapannya tertunduk ke atas lantai keramik yang mulai basah terkena tetesan air matanya.
“Astaghfirullahaladzim, Zaidan,” lirih Zacky.
“Sabar, kamu harus kuat demi adikmu,” ucapnya Annisa yang memeluk tubuhnya Caca yang hampir ambruk terjatuh kebelakang.
“Ya Allah, cobaan apa yang Engkau berikan kepadaku? Aku tidak sanggup ya Allah,” ratap Caca.
Zacky mengusap wajahnya dengan gusar,” ya Allah, kasihan Zidan tubuhnya yang kecil mendapatkan luka yang banyak.”
“Kami butuh persetujuan dari pihak wali agar pasien secepatnya dioperasi, jika tidak kondisi pasien akan semakin parah dan bisa tidak selamat,” ucapnya Dokter itu kemudian berjalan ke arah dalam UGD.
“Baik Dokter, makasih banyak atas bantuannya Dokter,” ujarnya Annisa.
Seorang perawat menatap satu persatu dari ketiganya kemudian menjelaskan segalanya.
“Kami akan melakukan tindakan operasi secepat mungkin yang paling penting Anda harus menyelesaikan administrasinya,” imbuhnya perawat.
“Mak-sudnya apa yah, Sus?” Tanyanya Caca yang gelagapan mendengar penjelasan perawat tersebut.
“Administrasi? Maksudnya kami harus membayar lunas biayanya?” Tanyanya Zacky.
Perawat itu mengangguk,”Benar, kalian harus membayar lunas biayanya agar adik Anda secepatnya bisa dioperasi.”
“Ngomong-ngomong berapa biaya totalnya yang wajib kami bayar?” Tanyanya Zacky.
“Silahkan langsung ke bagian administrasi, mereka yang akan menjelaskannya. Usahakan secepat Nongko karena nyawa pasien bisa terancam,” ujar Perawat itu kemudian berlalu dari hadapan ketiganya.
Air mata keduanya semakin menetes membasahi pipinya, mereka sudah membayangkan kalau biaya operasi dan pengobatan adiknya pasti butuh biaya yang tidak sedikit.
Mereka sudah berjalan ke arah bagian ruangan administrasi. Kedua saudara kembar itu kembali dibuat shock terkejut setengah hidup mendengar perkataan dari pegawai administrasi.
“Ya Allah, dimana kami mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat?” gumamnya Caca.
Zacky menyugar rambutnya dengan gusar karena tidak berdaya dengan cobaan yang dihadapinya.
Dia berjalan gontai ke arah kursi besi yang berjejer di sekitar tempat itu, “Ya Allah,apa yang harus kami perbuat, bagaimana caranya kami mendapatkan uang ratusan juta dalam semalam?” cicit Caca yang tak henti-hentinya menangis meratapi ketidakmampuannya.
“Abang hanya punya uang lima ratus ribu saja, karena sudah dipotong kasbon minggu lalu,” ucapnya Zacky sembari mengambil sebuah amplop gajinya minggu ini.
Dia duduk sambil menatap langit-langit rumah sakit. Annisa dan Caca mengikuti Zacky yang duduk di sana. Hingga pikirannya tiba-tiba teringat dan terlintas tawaran dari teman sekolahnya.
“Apa gue terima tawaran dari Doni yah? Cuman itu cara yang paling cepat untuk mengumpulkan uang dalam waktu singkat,” batinnya Zacky.
“Aku ke mesjid dulu, belum shalat isya,” pamitnya Caca yang berdiri dari duduknya.
“Ca, Abang pamit menemui Doni dulu, Abang ada urusan dengannya. Kalau ada apa-apa kamu hubungi nomornya Abang saja. Nis, aku titip adikku yah. Aku keluar bentaran saja, assalamualaikum,” pamitnya Zacky yang bergegas berangkat karena tidak mau adiknya bertanya banyak hal yang tentunya akan sulit dijawabnya.
Caca menatap kepergian kakaknya dengan tatapan yang sulit diartikan,” Abang jangan berbuat macam-macam apalagi melakukan hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah SWT.”
Annisa berjalan ke arah UGD berlawanan dengan Caca karena dia berhalangan melaksanakan kewajibannya.
Caca hendak mengambil air wudhu tapi, tiba-tiba melihat ada seorang perempuan yang terjatuh dari atas kursi roda.
Bugh!!
“Ahhh!” Teriak orang itu.
“Astaghfirullah aladzim,” Caca tanpa berfikir panjang berlari ke arah perempuan yang sudah terjatuh ke atas lantai mesjid.
Caca berlari cepat ke arah perempuan yang berpakaian pasien rumah sakit.
“To-long,” rintihannya perempuan itu sambil melambaikan tangannya ke arah Caca.
“Mbak baik-baik saja?” Tanyanya Caca.
“Berhenti! Apa yang kamu lakukan kepada istriku!?” Hardik seorang pria yang berjalan cepat ke arah Caca.
Tatapannya tajam, napasnya menderu, rahangnya mengeras, alisnya menyatu mengerucut.
Tangannya sudah terkepal kuat, tatapannya tajam seperti elang yang mengincar buruannya. Kepalan tangannya melayang ke arah Caca.
“Tidak!” Teriaknya Caca sambil melindungi wajahnya.
siapa yaa???
🤔🤔🤔🤔🤔