Abraham Barraq Alkahfi, pria berusia 28 tahun yang bekerja sebagai seorang montir dipaksa menikah dengan seorang Aura Falisha dari keluarga terpandang.
Demi identitas tetap tersembunyi dan keberadaannya tidak diketahui oleh banyak orang. Akhirnya Abraham yang tidak sengaja merusak mobil milik Aufa Falisha menerima pernikahan paksa tersebut.
Selama menjadi suami Aufa. Abraham mendapatkan hinaan, cacian dan direndahkan oleh keluarga Aufa. Bahkan Aufa sendiri benci padanya dan menolak kehadirannya. Sampai akhirnya semua mulai berubah saat identitas Abraham terbongkar.
Bagaimana reaksi semua orang saat mengetahui siapa sebenarnya Abraham Barraq Alkahfi lalu bagaimana perasaan Aufa, apakah dia mulai luluh atau dia memilih berpisah?
Update rutin : 09.00 & 14.00
Follow instagram author : myname_jblack
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JBlack, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mertua VS Menantu
...Semua materi selamanya tak selalu membuat seseorang bahagia. Terkadang kesehatan diri dan mental juga perlu untuk sebuah kebahagiaan....
...~Abraham Barraq Alkahfi...
...****************...
"Aku bisa menghidupi putrimu, Ma. Bahkan sampai tujuh turunan, aku bisa!" Kata Abraham dengan serius.
"Dalam mimpi?" Kata Bela meremehkan. "Satu anakku saja, kau beri lima ratus ribu untuk satu minggu. Apa kabar tujuh turunan?"
Mama Bela tersenyum miring. Dia menatap Abraham dengan lekat dan tanpa kedip.
"Kalau kau memang bisa menafkahi putriku, buktikan. Jangan banyak bicara!" Seru Mama Bela lalu memalingkan wajahnya dan menatap putrinya yang terlihat ingin melepas cengkraman tangan Abraham dari tangannya.
"Ma," Lirih Aufa dengan muka memelas.
"Lepaskan tangan putriku?" Seru Mama Bela menarik tangan Aufa.
Bukannya melepaskan. Abraham malah semakin menguatkan cengkramannya.
"Aku tak akan melarang istriku bertemu dengan orang tuanya, Ma. Tapi jika pertemuan itu semakin membuat istriku gila uang. Aku bisa melarangnya bertemu denganmu dimanapun dan kapanpun!" Kata Abra dengan tegas.
"Kau!"
"Kamu gila!" Sela Aufa dengan marah. "Dia mamaku dan dia juga berhak bertemu denganku!"
Aufa terlihat sangat amat tak percaya dengan ucapan Abraham. Apalagi ekspresi pria itu tak main-main.
"Seorang ibu terkadang terlalu sayang dengan putrinya sampai dia tak bisa membedakan mana yang kasih sayang dan terlalu memanjakan!" Seru Abraham dengan serius. "Mama boleh memberikan apapun untuknya tapi setelah dia menikah denganku. Abra mohon jangan ikut campur urusan kami!"
"Mau uang kita habis, mau apapun soal permasalahan di rumah tangga kami. Itu sudah menjadi urusanku dengan Aufa. Mama dan Papa hanya memantau dan memberikan pengertian. Bukan semakin membuat istriku bertingkah seperti anak kecil yang terus meminta!"
"Kau berani mengajariku?"
"Karena tak semua orang tua mengerti apa yang dimaksud anak-anaknya," Ujar Abraham dengan suaranya yang sedikit diturunkan. "Anak tak selalu benar tapi orang tua juga bisa salah. Anak berhak memberikan pengertian pada mereka jika didikan orang tuanya tak sesuai dan tak benar."
"Kau!" Kata Mama Bela dengan mengepalkan kedua tangannya.
"Maafkan ucapan Abra, Ma. Abra hanya ingin membuat Aufa mengerti tentang hidup. Lain kali, tolong jangan beri apapun pada istriku karena aku sanggup menafkahinya!"
Setelah mengatakan itu, Abraham lekas menarik tangan istrinya dari dalam restoran. Dia mengabaikan panggilan Aufa untuk mamanya karena dirinya sudah merasa tak memiliki urusan.
"Ma. Aufa mau sama, Mama!" Kata Aufa dengan mengulurkan tangan seakan meminta Mamanya membawanya.
"Masuk, Aufa!"
"Nggak!" Kata Aufa mencoba terlepas dari cengkraman tangan Abra.
"Aufa!" Seru Abraham dengan suaranya yang berat.
Aufa langsung terdiam. Dia bahkan merasa takut saat tatapan mata Abraham berbeda tak seperti biasanya. Raut wajah yang tegas, sorot mata tajam dan rahangnya yang mengeras menandakan jika suaminya benar-benar dalam keadaan marah. Aufa akhirnya masuk mobil. Meski dengan hati tak ikhlas.
"Abra keluarkan putriku!" Seru Mama Bela mengetuk jendela mobil. "Kembalikan dia padaku!"
"Aufa pakai sabuk pengamanmu!"
Aufa tak menolak. Meski dengan keadaan marah dia menarik sabuk pengaman itu untuk keselamatan. Lalu dengan pelan tangannya melambai di jendela dengan air mata yang mengalir.
"Mama!" Lirih nya yang membuat Aufa terus menatap ke belakang. "Kamu jahat!"
"Dia mamaku, Abra!"
"Aku tau tapi caranya salah, Aufa!"
"Dia gak salah tapi kamu yang salah!" Seru Aufa dengan setengah berteriak. "Dia berhak memberikan uang."
"Tapi aku juga bisa memberimu uang!"
"Kamu bisa tapi kamu perhitungan!" Seru Aufa dengan marah. "Kedatanganmu benar-benar membuatku sengsara. Kenapa kamu harus hadir dan merusak mobilku hah? Apa kamu sengaja agar posisimu naik dan kamu dihargai banyak orang!"
"Akhh!" Teriak Aufa dengan badan hampir terjengkang ke depan karena Abraham menekan pedal rem dadakan.
"Kamu gila?"
Abraham menoleh. Dia mencengkram setir kemudi dengan erat berusaha menekan emosinya yang hampir terpancing.
Dirinya tak boleh menaikkan suara yang lebih dari ini. Dia masih ingat bayangan dimana ayah dan ibunya bertengkar sampai ibunya menangis meraung.
"Kalau kamu ingin mati! Mati aja sendiri! Tapi aku gak mau ikut mati bersamamu!"
Abraham menolehkan kepalanya. Dia menatap mata Aufa yang sama sedang menatapnya.
"Sedikitpun aku tak berniat merusak mobilku Aufa. Bahkan jika disuruh memilih aku tak mau semua ini terjadi! Aku tak menyesal menikahimu karena aku yakin takdir ini sudah direncanakan oleh Tuhan dengan baik," Kata Abraham dengan serius. "Jika kamu berpikir aku hanya ingin posisi naik. Maaf aku tak akan meninggalkan bengkelku sampai kapanpun!"
Setelah mengatakan itu. Abraham lekas membawa mobilnya lagi. Dia tak menatap Aufa sedikitpun. Dirinya benar-benar tak peduli istrinya berpikiran apa lagi tentangnya, yang terpenting dia sudah mengatakan bahwa dirinya tak segila itu dengan harta orang tua keluarga Aufa.
...****************...
Sedangkan di tempat lain. Seorang perempuan yang sedang dilanda emosi dan kekhawatiran langsung menuju ke gedung tinggi tempat dimana suaminya bekerja.
Dirinya benar-benar tak peduli apapun. Bahkan setiap karyawan yang menyapa dirinya, dia tak menggubris dan lekas menuju lantai dimana ruangan suaminya berada.
"Pa!" Seru Bela dengan membuka pintu itu secara kasar.
Semua orang yang ada di dalam spontan langsung menoleh. Mereka langsung berdiri dan memberikan hormat saat tahu jika istri dari pemilik perusahaan yang datang.
"Mama bisa tunggu Papa sebentar?"
"Gak mau. Mama ingin bicara sekarang!" Seru Bela dengan egois.
"Tapi, Ma… "
"Papa!"
"Mama akan tetap diam disini!"
Akmal, pria yang terlihat masih berkarisma meski di usianya yang tak lagi muda tentu lekas membubarkan acara rapatnya dengan pihak keuangan dan sekretaris perusahaannya. Dia juga meminta maaf karena kehadiran istrinya mengganggu acara rapat mereka.
Setelah pintu ruangan tertutup dan hanya menyisakan mereka berdua. Akmal membawa istrinya duduk di sofa dan memberikannya air putih
"Minumlah dulu, Ma! Mama gak boleh terlalu emosi!"
"Semua ini salah, Papa!" Seru Mama Aufa dengan menatap suaminya tajam. "Karena Papa yang memaksa Aufa menikah dengan montir miskin itu. Hidupnya kekurangan!"
"Apa maksud, Mama?"
Akhirnya Bela mulai menceritakan semuanya. Apa yang terjadi di restoran, cerita putrinya selama di rumah Abraham juga diceritakan. Tak ada yang ditutupi oleh Mama Bela. Semuanya dia adukan pada suaminya.
"Lima ratus ribu, seminggu, Pa? Anak kita sengsara dan Abraham tak mengizinkan Mama memberinya uang?" Seru Mama Bela bercerita dengan emosi. "Mama hanya takut Aufa kekurangan. Mama takut kebutuhan Aufa tak terpenuhi!"
"Dia selalu serba ada disini. Dia tak pernah melakukan hal berat. Lalu setelah menikah dengan pria pilihan Papa. Hidupnya semakin berat. Apa itu mau Papa? Apa Papa mau lihat putri kita hidupnya sengsara?"
"Ma!"
"Kenapa? Papa mau salahin Mama juga!"
Akmal terlihat menarik nafasnya begitu dalam. Dia tahu perasaan istrinya tapi sejujurnya dirinya juga merasa menyesal karena tak bisa mendidik anaknya dengan benar.
"Biarkan Abraham yang mengurus Aufa, Ma. Papa yakin dia bisa mendidik putri kita menjadi sosok yang lebih baik daripada didikan kita."
~Bersambung
Jangan lupa like, komen dan vote yah.