Sarah sang pemeran utama beserta para survivor lainnya telah berada di sebuah dunia tiruan yang nampak aneh. Mereka harus bisa bertahan hidup dengan melewati permainan yang di sebut dengan " 25 aturan iblis ", dimana permainan ini memiliki setiap aturan dan teka teki yang cukup menyulitkan. yang berhasil bertahan hidup sampai akhir, adalah pemenangnya. lalu hadiah yang akan di terima adalah satu permintaan apa saja yang diinginkan...... Mampukah Sarah dan para survivor lainnya keluar dari dunia aneh itu..? lalu bagaimana caranya Alena adik perempuan Sarah yang telah menghilang selama 12 tahun berada di dunia itu....?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muhamad aidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Kisah Amelia (part 2 )
Semenjak kelahiran Amelia, keluarga kecil Bondan menjadi lengkap. Entah apakah kelahiran Amelia membawa keberuntungan atau kah tuhan sedang memberikan nikmatnya. Setiap tahunnya usaha dan bisnis Bondan berkembang pesat, hasil panen yang bagus hingga usaha peternakannya yang maju. Namun pasti, Amelia memberikan kebahagiaan yang sempurna untuk Sulastri dan Bondan.
" Alhamdulillah yah Bu, hasil panennya tahun ini bagus, semua sudah di pesan oleh tengkulak di kota ". Bondan yang ketika itu baru saja pulang dari lumbung padi dan baru saja membagikan gaji kepada para buruh tani yang bekerja kepadanya.
Amelia kecil yang kini menginjak usia empat tahun itu nampak senang setelah di gendong ayahnya. Tangan mungil nan kecil itu menyentuh pipi sang ayah seperti kegirangan kepada cinta pertamanya ini.
" Makan dulu, sudah aku siapkan makanan kesukaanmu..... ". Sambil tersenyum Sulastri mengajak suami dan putri kecilnya itu ke meja makan.
Makanan telah tersedia dengan lauk kesukaan Bondan. Mereka langsung duduk dan menyantap makanan.
Uhuk....Uhuk.... Baru saja beberapa suap, tiba-tiba Bondan memegang lehernya, dan terus batuk.
" kamu kenapa mas....? ". Tanya Sulastri yang mulai khawatir dengan suaminya itu.
Bondan tak berhenti batuk, hingga makanan yang baru saja dia kunyah langsung keluar bersamaan darah segar yang di barengi dengan kelabang.
" Mbok.....Mbok Darmi.....". Sulastri berteriak histeris. Kedua pekerja datang karena teriakan Sulastri, mbok Darmi dan pak Bejo.
" Masya Allah, bapak kenapa Bu...? ". Tanya mbok Darmi yang baru saja datang melihat keadaan Bondan yang terus batuk dan mengeluarkan darah. Pak Bejo berinisiatif membantu Bondan dan memapahnya menuju kamar. Namun lagi, lagi-lagi Bondan terbatuk parah hingga dia terjatuh ke lantai, lalu darah kembali menyembur dari mulutnya, kali ini bukan hanya di mulut, namun juga dari hidung.
" Masya Allah ,pak... ". Mbok Darmi terlihat syok, begitu juga Sulastri.
" Pak Bejo tolong pagi warga....cepat....". Suruh mbok Darmi yang langsung di setujui pak Bejo yang langsung berlari ke arah luar.
" Mas... Kamu kenapa mas...? ". Sulastri terus menggoyangkan tubuh suaminya yang masih terbatuk.
Beberapa detik kemudian, tubuh Bondan mengejang, dan matanya memelotot seperti merasakan kesakitan yang cukup parah. Bondan berhenti bergerak, dia menghembuskan nafas terakhirnya setelah memuntahkan darah terakhir, darah berwarna kehitaman.
Tepat setelahnya para warga telah berbondong-bondong datang ,dan masuk ke dalam rumah. Seorang sesepuh desa, mengecek keadaan pak Bondan.
" innalilahi wainnalilahi rojiun....". Semua warga nampak terkejut melihat kematian pak Bondan.
Tangis kencang langsung menyambut kematian pak Bondan. Sulastri menangis kencang, terus memanggil nama suaminya.
" Yang sabar Bu....". Mbok Darmi mencoba menahan tubuh Sulastri yang mengamuk tak terima dengan kematian suaminya itu.
" Mbok, tolong bawa ibu Sulastri ke kamar, biar saya dan warga yang mengurus proses pemakamannya ". Suruh pak Tikno, sesepuh desa.
" Ayo bapak-bapak tolong di bantu angkat jenazah pak Bondan, kita urus sesuai ketentuan agama ". Semua warga tidak ada yang menolak, mereka semua langsung membantu memapah jenazah pak Bondan. Semasa hidupnya pak Bondan memang seorang pribadi yang baik dan suka bergaul. Seorang juragan yang baik kepada para pekerjanya hingga kepada warga sekitar. Pak Bondan juga sangat ramah kepada siapa saja dan tidak pernah merendahkan siapapun.
Karena kebaikannya itu, para warga tidak segan untuk membantu pemakaman pak Bondan. Semua warga ikut membantu, dan merasa kehilangan sosok orang baik seperti pak Bondan.
Kematian pak Bondan menjadi buah bibir para warga, Karena cukup janggal. Besoknya setelah pemakaman pak Bondan telah selesai, para warga membantu untuk acara pengajian sesuai adat dan tradisi desa.
Tengah malam Amelia kecil menangis, seakan dia mengerti soal kehilangan sosok ayahnya. Sulastri yang masih berduka hanya bisa menahan ujian hidupnya dan bersabar demi putri semata wayangnya. Setelah pak Bondan meninggal, secara sah Sulastri menjadi pewaris seluruh harta kekayaan pak Bondan, di bantu dengan kakak perempuannya Iroh, Sulastri menitipkan beberapa kebun dan sawah untuk di kelola, sedangkan dirinya akan fokus ke usaha peternakan yang sudah cukup maju.
Malam hari setelah tujuh hari kematian pak Bondan, di tengah malam yang dingin. Amelia kecil baru saja tertidur setelah di timang oleh Sulastri, entah kenapa selama tujuh hari sejak kematian suaminya, Amelia kecil kerap menangis tengah malam. Sulastri dalam keadaan lelah dan mengantuk hanya bisa pasrah. Perasaannya sudah cukup tenang setelah Amelia kecil sudah berhasil tidur kembali. Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tak kala Sulastri ingin ke dapur sekedar meneguk air untuk menghilangkan rasa hausnya, sesosok bayangan tiba-tiba muncul. Bayangan hitam yang berdiri di dekat dapur itu tak sengaja terlihat oleh Sulastri.
" Pak Bejo.....". Sulastri mengira itu adalah pak Bejo, karena postur yang sedikit kekar dan tinggi. Sulastri pelan-pelan mendekatinya sambil terus memanggil nama pak Bejo.
Hingga akhirnya telah dekat, sosok itu akhirnya menengok ke arah Sulastri. Betapa terkejutnya dia sosok yang di lihatnya bukanlah pak Bejo seperti yang di harapkan, namun sosok suaminya Bondan , dengan wajah yang hancur penuh darah dan belatung. Sulastri berteriak histeris, ketakutan setengah mati. Tubuhnya tak bisa dia gerakkan, dai terjatuh kelantai, teriakannya menggema hingga akhirnya Sulastri pingsan tak sadarkan diri. Sosok itu pun menghilang seiring kedatangan mbok Darmi dan pak Bejo karena mendengar teriakan kencang Sulastri.
" Astagfirullah Bu.....". Mbok Darmi terkejut bukan main.
" Pak Bejo tolong angkat ibu, ke kamarnya ". Pak Bejo langsung mengangkat tubuh Sulastri ke kamarnya.
Di tempat lain, sebuah rumah di tengah hutan. Seorang dukun sedang membaca mantra. Bau dupa dan kembang kemenyan tercium hingga ke seluruh ruangan rumah bilik sederhana miliknya. Beberapa kali suara gagak dan burung hantu terdengar memekikkan telinga.
" Dalam tujuh hari, Sulastri akan mati seperti seperti suaminya ".
Iroh yang mendengarnya tersenyum bahagia. Dia nampak begitu senang dengan musibah yang menimpa keluarga kecil adiknya.