Johanna Kate seorang gadis cerdas yang kehilangan ibunya pada usia muda. Yohanna sama sekali tidak mengetahui keberadaan ayahnya dan mengharuskannya tinggal bersama bibinya dan Nara. Selama tinggal bersama bibinya, Yohanna kerap mendapatkan perlakuan tidak baik.
Setelah lulus SMA, Yohanna diusir. Lima tahun kemudian, Bibi Yohanna berulah lagi. Demi membayar utangnya Hanna di paksa harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
Bagaimana kisah selanjutnya. Apakah Johanna harus menikahi lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
ikutin terus yuk....
Novel ke sebelas ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JALAN HIDUP YOHANNA
💌 MUST GET MARRIED 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
"Hanna....!!!!" teriak seorang wanita berusia 48 tahun. Dengan rambut yang keriting melingkar-lingkar, persis seperti tokoh Laura dalam film "Litle House on The Prairie". Wanita itu berkacak pinggang dengan tatapan garang sambil menunggu kedatangan Hanna.
Hanna reflek bangun dan merapikan rambutnya dengan terburu-buru. "Astaga sudah jam berapa ini? Apakah aku terlambat bangun?" Batin Hanna merutuki dirinya.
Ini baru pagi, tapi jantungnya sudah terpompa cepat seperti habis lari maraton. Suara bibi Renata itu menggelegar seperti suara petir di pagi hari. Hanna keluar dari kamar dan melangkah ketakutan. Bukan karena takut di pukul atau apapun itu. Hanna hanya takut di ancam tidak bisa sekolah lagi. Iya, dengan sekolah Hanna bisa mendapatkan ilmu. Dengan ilmu itulah, Hanna bisa mencari kerja.
Hanna berlari ke halaman rumah dan menghadap bibi Renata . "Ada apa bi?" tanya Hanna dengan nada gugup dan wajahnya langsung menunduk.
"Kau masih berani bertanya, kenapa aku berteriak memanggilmu? Dasar!" Bibi Renata langsung menampar pipi Hanna sampai membuat Hanna tersungkur. Ia bangkit lagi sambil memegang pipinya yang meninggalkan ruam merah di sekitar pipinya. Ia mengelap darah di sudut bibirnya. Luka sobek di sudut bibirnya mulai terasa perih.
Hanna hanya bisa diam dalam posisi berdiri di hadapan wanita itu. Ia tidak bisa menyela pembicaraan apalagi melawan. Itu akan menjadi nasib buruk untuknya. Ia sudah tahu betul bagaimana kekejaman bibi Renata. Semua orang yang tinggal di komplek ini mengetahuinya. Selama tinggal bersama bibi Renata, ia melakukan pekerjaan rumah dengan sangat baik, kesalahan sedikit pun tidak boleh terjadi. Begitulah caranya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sudah satu tahun ia tinggal dengan bibi Renata dan Nara. Nara adalah putri kesayangan bibi Renata. Ia tidak pernah dilibatkan dalam pekerjaan rumah. Nara hanya keluar dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Hanna tidak pernah protes. Syukur-syukur saja ia bisa tinggal dengan bibi Renata. Hanya bibi Renata yang menerimanya setelah ibunya meninggal. Inilah jalan hidupnya, agar Hanna tidak diusir dari rumah ini.
"Apa yang kau lakukan, ini sudah pukul berapa?" Wanita itu mengangkat dagunya, menatap tajam ke arah Hanna. "Kau sudah tahukah apa konsekuensinya jika kau bermalas-malasan? Hari ini, aku bisa mengusir mu dari rumah ini dan aku pastikan kau akan menderita dan menjadi anak gelandangan. Kau mau?" wanita itu menatap angkuh dengan seringai tipis.
"Aku tidak pernah bermalas-malasan, bi." Hanna menggeleng cepat, ia berusaha membela dirinya. Karena dia hanya terlelap sebentar setelah tadi malam ia tidak bisa tidur.
"Jangan menyela pembicaraan,dasar anak brengsek. Seharusnya kau bersyukur tinggal di rumah ini. Dasar, anak yang tidak tahu berterima kasih." Satu tendangan mengenai tulang kering Hanna. Dengan cepat Hanna mengadu kesakitan sambil memegang kakinya. Rasa sakit yang luar biasa membuat matanya berkaca-kaca.
"Kau sudah tahu siapa aku, anak ingusan sepertimu tidak pantas menyela pembicaraan orang tua." Suara wanita itu seirama dengan sumpah serapah yang tidak pernah absen diucapkannya setiap hari. Tidak hanya sekali, namun berulang-ulang kali sampai amarah wanita berambut keriting itu berubah kembali normal.
"Aku tahu bi." jawab Hanna pelan sambil menelan menyeka air matanya.
"Bagus jika kau tahu." Wanita itu mendekat dan memberikan pukulan tepat di bagian punggung Hanna. "Jadi selagi aku baik, jangan bertingkah, selesaikan pekerjaan rumah dengan benar." Geram Renata mengumpat lalu meludah di samping Hanna.
"Maafkan saya bi," jawab Hanna pelan sambil menunduk.
"Sudah berapa kali kau bekerja dengan Teresa?" tanya Renata sambil mengangkat alisnya.
"Heuh?" Hanna terkejut dengan mengangkat kepalanya.
Renata menyentuh kepala Hanna dengan jarinya. "Kau juga mengabaikan pekerjaanmu di rumah ini. Hanya untuk membantu wanita sialan itu. Kau pergi mengantar pesanannya demi mendapatkan makan siang kan? Apa kau juga bekerja dengannya, Heuh?"
Ekspresi terkejut Hanna tidak bisa di sembunyikan. Sampai wanita itu tersenyum dengan seringai iblis.
Wajah Hanna mengerut takut. Ia sangat takut diusir dari rumah dan mengancam ibu Teresa agar memecatnya. Walau gaji tidak seberapa namun ia sangat membutuhkan uang untuk membayar uang sekolahnya. Sudah lima bulan bibi Renata tidak membayar uang sekolahnya.
"Bibi, maafkan Aku. Tapi aku harus bekerja, aku sangat membutuhkan uang untuk membayar uang sekolahku. Aku berjanji menyelesaikan pekerjaan rumah. Aku janji bi." Ucap Hanna menundukkan kepalanya dan kemudian mengucapkan permintaan maafnya berulang kali.
Orang-orang di sekitar mereka hanya memandang iba pada Hanna, namun tidak ada satu pun yang berani menyela apalagi sampai memberi komentar kepada aksi wanita berambut keriting itu. Karena jika mereka ikut campur bisa panjang ceritanya. Renata akan mengajak ribut dan mempermalukannya.
"Aku akan tetap mengizinkanmu bekerja dengan Teresa, tapi setengah gajimu serahkan kepadaku. Ingat, jika kau bekerja dengan Teresa, selesaikan pekerjaan rumah sampai selesai. Jika tidak, tamat hidupmu. Kau mengerti?" ucap Renata dengan sorot mata tajam.
"Baik bi,"
"Bagus, sekarang kau beresin rumah, nyuci, masak dan ngepel. Aku tidak mau tahu semua harus bersih hari ini. kau paham?"
"Paham bi," ucap Hanna dengan suara terendahnya.
"Jangan sampai Nara bangun karena mendengar suara ribut. Biarkan Nara bangun sendiri."
"Baik bi," Sahut Hanna lagi.
Renata pun berlalu pergi. Entah pergi kemana dia. Hanna pun tidak berani untuk bertanya. Hanna hanya bisa membuang napas lega. Setidaknya ia bersyukur tidak di disuruh berhenti bekerja. Hanna tersenyum sendu sambil menatap ke atas. Bagi Hanna kehidupannya sekarang tetap harus ia syukuri. Semenjak ibunya meninggal, Ia menjadi gadis yang kuat untuk menghadapi tantangan hidup. Hanna yakin suatu saat nanti, akan ada kebahagiaan untuknya. Karena Hanna percaya, Rancangan Tuhan Lebih Indah Dari Rancangannya. Hanna tersenyum mendongak ke atas sambil menatap gulungan awan putih yang indah.
Tidak ingin berlama-lama, Hanna langsung melakukan tugasnya. Ia mengabaikan rasa sakit pada bagian pipinya. Hanna hanya memikirkan bagaimana pekerjaan ini harus selesai dikerjakannya hari ini juga. Dengan cepat ia menyapu dan membersihkan lantai teras. Ia kembali ke dapur lagi. Tadi malam ia tidak sempat mencuci pakaian. Hari ini Hanna mencuci pakaian bibi dan Nara. Ia lebih dahulu dan memisahkan pakaiannya agar tidak bercampur. Setelah membilasnya dengan bersih. Ia lalu bisa menggunakan sisa air pembilasan dari bibi untuk pakaiannya. Seperti itulah setiap hari dilakukannya.
Pekerjaan rumah tangga bagi Hanna seperti kewajiban yang harus ia laksanakan. Membuat Hanna terbiasa. Hanna menikmati setiap detail pekerjaan yang dilakukannya. Walau sesungguhnya dalam hati kecilnya, ia ingin seperti anak-anak lain pada umumnya. Bisa bermain dan bercengkrama dengan teman-temannya.
Huuuuffft... " Akhirnya selesai juga." Hanna menarik napas panjang dan mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan. Ia bangga pada dirinya sendiri, melihat rumah sudah rapi dan bersih. Bibirnya mengulas senyum bahagia. Dia yakin bibi akan bangga padanya. Heeh... Hanna membuang napas lesu. Baginya itu hanya harapan mustahil, bibinya tidak akan pernah bangga padanya. Semua yang ia kerjakan hanyalah sia-sia di mata mereka. Tiba-tiba kejadian satu tahun yang lalu kembali mencuat. Wajah Hanna berkerut saat mengingat detik-detik ibunya mengembuskan napas terakhir.
FLASH BACK ON
.
.
BERSAMBUNG.....
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
dulunya hanya coretan baju doang...eh pulang pulang ke rumah kena marah enyak gue.... pokoknya paling suka jaman jaman sekolah dulu 😍
suatu keberuntungan buat aku dah 😆