Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan yang Akan Datang
Setelah menutup telpon dari Gavin. Ellia kembali mendekati Ares dengan lesu. Ia merasa bersalah pada Ares karena ia tak jadi bisa pergi. Ia berusaha mencari alasan yang tepat agar Ares tak curiga.
"Ada apa El? Kamu keliatan lesu. Siapa yang barusan telpon?" Tanya Ares heran melihat Ellia yang jadi tak bersemangat lagi setelah menerima panggilan telpon tadi.
"Ehm, Res. Maafkan aku. Sepertinya, hari ini aku tak jadi pergi ke toko buku. Paman Yunus membutuhkan bantuanku. Kamu bisa pergi sendiri kok. Nanti, aku akan membelinya sendiri saja." Bohong Ellia.
"Paman butuh bantuan apa? Aku akan ikut bersamamu El. Kalau lebih banyak yang membantu pasti akan cepat selesai. Baru nanti kita bisa pergi bersama."
"Tidak bisa! Ehm ... Maksudku, paman Yunus butuh bantuanku di taman Adhitama. Kan kamu orang luar. Kamu tak akan bisa membantuku Res. Pergilah saja sendiri dulu. Nanti aku bisa berangkat sendiri kok."
"Aku bisa menunggu El. Selesaikan dulu aja ..."
"Aku tak tahu ini butuh waktu berapa lama Res. Pergilah dulu, sungguh aku tak apa." Ucap Ellia berusaha meyakinkan Ares yang masih keras kepala ingin membantunya.
"Baiklah. Tapi, aku tak akan ke toko buku hari ini juga. Kalau kamu sudah selesai dan mau ke toko buku, hubungi aku. Kita bisa pegi bersama nanti." Jawab Ares yang akhirnya menyerah.
"Tentu. Baiklah." Jawab Ellia cepat tak mau memperpanjang perdebatan.
"Baiklah, kalau gitu aku pulang dulu. Sampai jumpa hari senin. Aku akan menjemputmu." Pamit Ares yang mulai menaiki sepeda motornya.
Sebenarnya, Ares merasa sedih karena tak jadi pergi bersama Ellia. Namun, kalau hal itu menyangkut paman Yunus. Ares tak mungkin bisa menang. Ares tau, bahwa paman Yunus adalah segalanya bagi Ellia. Gadis itu pasti rela melakukan apapun demi pamannya itu.
Setelah Ares pergi dan sudah tak terlihat di kejauhan. Mobil Gavin berhenti tepat di depan Ellia yang masih membatu di tepi jalan. Gavin menurunkan kacanya menatap Ellia.
"Masuk." Perintah Gavin singkat tanda tak mau ada penolakan. Ellia masih terdiam ragu untuk melangkah masuk ke dalam mobil. Bagaimana bisa, ia duduk di mobil tuannya. Terlebih duduk di samping tuannya itu.
"Kamu mau membuatku terus mengulang perkataan?" Seru Gavin yang tak suka melihat Ellia yang masih saja diam mematung di luar.
Melihat Gavin yang sudah mulai geram, dengan cekatan Fauzan pun turun dari mobil dan membukakan pintu belakang untuk Ellia.
"Silahkan naik nona." Ucap Fauzan sopan. Melihat hal itu, Ellia merasa tak enak hati dan akhirnya menurut untuk masuk ke dalam mobil.
Kemudian mobil pun melaju meninggalkan kediaman Adhitama. Beberapa saat suasana di dalam mobil terasa sangat canggung. Ellia yang tegang hanya bisa mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Sedangkan Gavin masih menatapnya dengan tajam. Fauzan memperhatikan hal itu dari kaca spion. Dengan memberanikan diri, Fauzan pun bertanya.
"Mohon maaf tuan. Apakah kita jadi ke restoran X? Atau kita perlu mengubah tujuannya?" Tanya Fauzan sopan.
"Pergi ke mall Star." Jawab Gavin singkat. Fauzan pun mengangguk mengerti dan mengarahkan sopir untuk mengubah tujuannya.
Sedangkan Ellia terkejut mendengar tujuan mereka. Mall Star adalah mall terbesar di kotanya. Tempat yang sangat terkenal dengan harga barang-barang di sana cukup mahal. Tempat orang-orang kaya menghabiskan uangnya. Walaupun takut, Ellia memberanikan diri untuk bertanya.
"Tu-tuan ... Untuk apa kita pergi ke mall Star?" Tanya Ellia memberanikan diri menatap Gavin di sebelahnya.
"Menurutmu untuk apa? Bukankah aku sudah bilang, sudah waktunya untuk hukumanmu bukan?" Jawab Gavin santai sambil bersandar di kursinya. Ia menatap Ellia yang terkejut dengan mata yang semakin membulat lebar.
"Sa-saya tak punya cukup uang untuk membeli barang-barang di sana tuan." Seru Ellia yang mengira Gavin menyuruhnya membelikan barang-barang mewah di mall Star itu. Bahkan untuk membeli makanan di sana saja itu adalah uang saku Ellia selama beberapa hari. Ellia ketakutan membayangkannya.
"Tuan saya mohon. Hukum saya dengan hal lain saja ya?" Pinta Ellia sambil menyatukan ke dua tangannya. Gavin menikmati ekspresi Ellia yang beragam itu. Sudut bibirnya terangkat senang.
"Memohonlah dengan benar ..." Tantang Gavin sambil mendekatkan wajahnya ke arah Ellia.
Ellia yang terkejut reflek memundurkan kepalanya dengan cepat. Hampir saja ia akan terbentur, namun secepat itu juga Gavin dengan sigap memegang belakang kepala Ellia. Sekarang wajah keduanya saling berhadapan sangat dekat.
Beberapa detik mereka saling pandang dalam diam. Sampai, akhirnya Ellia memalingkan wajahnya dan Gavin yang kembali ke posisinya semula. Ellia sangat gugup dan tak tahu kenapa bisa ia selalu terlibat hal yang aneh dengan Gavin. Dan akhirnya, Ellia hanya bisa pasrah mengikuti kemana mobil melaju. Apa yang akan terjadi nanti, biarkan saja pikirnya.
"Lepaskan itu!" Ucap Gavin tiba-tiba membuat Ellia kebingungan.
"Lepaskan apa tuan?" Tanya Ellia bingung bercampur takut. Pikirannya sudah menebak hal-hal yang tak pantas.
"Di rambutmu." Ucap Gavin datar.
"Di rambut? Maksudnya kunciran ini?" Tanya Ellia memastikan. Karena, tak ada hal lain selain kunciran itu di rambutnya.
"Hmm" Jawab Gavin singkat.
Hari itu, untuk pertama kalinya Gavin melihat Ellia meguncir tinggi rambutnya. Dan dengan gaya rambut itu, bisa Gavin liat dengan jelas leher jenjang Ellia termasuk garis tulang selangkanya. Entah kenapa hal itu membuat Gavin gugup.
Mendengar jawaban Gavin, Ellia pun melepas kuncirannya dengan heran. Saat ia melirik ke arah Gavin, tuan mudanya itu sudah fokus lagi ke layar ponselnya. Seakan tak ada yang terjadi dari kecanggungan itu.
Semua kejadian itu tak lepas dari penglihatan Fauzan dan sopir. Fauzan sangat terkejut dengan apa saja yang baru ia lihat. Perlu waktu baginya untuk mencerna semua itu.
Tak lama kemudian, mereka sampai di mall Star. Ellia hanya bisa mengikuti langkah Gavin kemanapun tuannya itu pergi. Baru di belakangnya ada Fauzan yang terus mengikuti.
Ternyata tujuan Gavin di sana memang untuk menghabiskan uangnya. Ellia cukup tercengang dengan harga barang yang dibeli Gavin yang sangat fantastis. Gavin terus berkeliling dan membeli barang-barang yang menurut Ellia tak terlalu penting.
Namun begitu, Ellia hanya diam dan dengan patuh mengikuti Gavin. Ia cukup tenang karena Gavin hanya memerintahkannya membawa barang belanjaan dan tidak menyuruhnya membeli. Jadi, dibilang hukuman ini tak semengerikan itu.
Namun, semakin lama belanjaan Gavin semakin banyak, sampai tak ada lagi ruang di tangan Ellia untuk membawanya. Langkahnya juga semakin berat karena bawaannya. Fauzan sebenarnya berniat membantu Ellia, namun Gavin melarangnya. Akhirnya, Ellia hanya bisa berjuang sendiri. Sampai Gavin mengakhiri acara belanjanya itu setelah dua jam penuh.
Setelah memasukkan semua belanjaan ke bagasi, mereka segera pergi ke tempat selanjutnya. Lagi-lagi Ellia hanya bisa menurut. Di dalam mobil Ellia terus menerus memijit tangannya yang terasa pegal. Bahkan, telapak tanganya sampai merah semua. Gavin sempat meilirik ke arah Ellia. Dia juga cukup terkejut melihat itu.
"Fauzan, katong es." Perintah Gavin pada asistennya. Fauzan yang kebingungan, tetap menjalankan perintahnya.
Mobil mengarah ke sebuah apotik. Di sana Fauzan turun dan membelikan kompres es sesuai permintaan Gavin. Ellia melihat itu bingung. Ia tak tahu semenjak kapan tuan mudanya itu terluka. Atau badannya sekarang panas?
"Tuan, apakah anda sakit?" Tanya Ellia bingung. Gavin diam tak menjawab. Bersamaan dengan itu Fauzan datang dan memberikan kompres es pada Gavin. Lalu dengan cepat ia melempar kompres itu ke Ellia.
"Bawakan." Seru Gavin yang membuat Ellia bingung. Karena lelah pertanyaannya sering tak di jawab. Akhirnya Ellia tak bertanya lagi dan memilih patuh.
Walaupun begitu, ia merasa senang dengan perintah terakhir Gavin untuk membawakan kompres es itu. Tangan Ellia yang sakit dan terasa panas, kini terasa sejuk dan jauh lebih nyaman. Ellia tersenyum senang. Gavin melirik itu dan lagi-lagi sudut bibirnya terangkat. Fauzan hanya memperhatikan dari spion.
Sepertinya, akan segera ada perubahan besar di keluarga Adhitama ...
.
.
.
Bersambung ...