Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.
dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.
bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Licik Nenek Pakande Dan Suanggi
*
Sementara itu di sebuah gedung besar di semarang, terlihat seorang pemuda yang sedang menatap pemandangan kota semarang lewat dinding kaca di depannya.
Tiba tiba ponsel pemuda itu berdering, tanpa basa basi lagi pemuda itu mengangkat panggilan itu.
"Temanku Danu, sudah lama sekali kamu tidak menghubungiku.. ada apa?" Tanya pemuda itu.
Seketika itu juga Danu langsung menjawab, "maaf mengganggu waktumu Arlo aku membutuhkan bantuanmu, aku mengalami kasus yang cukup berat, saat ini kami sedang ingin menggeruduk rumah seorang pemuja ilmu hitam, dia sudah membuat resah para penduduk di sekitar subah dan Kabupaten batang.
Aku membutuhkan bantuanmu untuk melumpuhkan pemuja ilmu hitam itu." Jelas Danu dari seberang telephone.
"Hmm...." Arlo terlihat bergumam pelan, "pemuja ilmu hitam? Itu bukan hal yang sulit untukku danu. Baiklah aku akan segera kesana, di mana kamu saat ini berada?" Tanya Arlo.
Danu menjawab, "aku saat ini berada di desa Sengon... tunggu dulu Arlo, apakah kamu kesini akan bersama dengan para bawahan Argawinata Group?" Tanya Danu.
"Tentu saja tidak, temanku. Aku saja sudah cukup untuk mengalahkan pemuja ilmu hitam itu, tidak perlu bantuan para bawahan Keluarga Argawinata..." jawab Arlo dengan penuh percaya diri.
***
Sementara itu di alas Roban terlihat seorang wanita cantik dengan rambut acak acakan dan sebuah kebaya sederhana berjalan pelan ke dalam alas roban, dia adalah Suanggi.
Ya setelah berjalan secara sembunyi sembunyi dan penuh dengan usaha keras akhirnya Suanggi berhasil keluar dari Desa Sengon dan tiba di dalam Alas Roban.
Suanggi terus berjalan hingga akhirnya dia melihat sebuah gubuk yang cukup besar berdiri di dekat pohon beringin.
Suanggi langsung mendekati gubuk itu dengan langkah gontai, sebelum Suanggi mengetuk pintu gubuk siapa sangka suara serak terdengar dari dalam gubuk, "masuk saja Suanggi." Ucap suara serak itu.
Alih alih kaget atau terkejut Suanggi hanya memasang wajah biasa saja, seolah dia sudah tahu kejadian ini akan terjadi.
Suanggi tahu betul temannya yang bernama Pakande ini merupakan sosok yang sangat sakti mandraguna.
Sebelum ini tepatnya ketika Pakande berkunjung ke rumah Suanggi, Pakande menceritakan dirinya yang hilang di dalam alas Roban dan menemukan semacam kitab ilmu hitam yang mewajibkan untuk memakan anak kecil.
Kesaktian Pakande sendiri menumbalkan nyawa manusia, oleh karena itu tidak heran apabila Pakande memiliki kesaktian yang sangat tinggi.
Suanggi langsung memasuki gubuk itu, di dalam gubuk itu Suanggi bisa melihat ada berbagai anak anak yang terlihat lemas tidak berdaya tergeletak di atas tanah.
Anak anak itu lemas, seolah seluruh otot mereka tidak bisa di gerakan, meraka hanya bisa terbaring dan menggerakan gerakan bola mata mereka. Entah apa yang di gunakan Pakande hingga anak anak ini bisa kehilangan kekuatan otot mereka.
Mata mereka langsung menatap wanita cantik yang baru saja datang, walaupun mereka tidak bisa berekspresi, berbicara dan bergerak namun tatapan mata meraka seolah mengisyaratkan sesuatu yaitu meminta pertolongan.
Suanggi menatap sesaat anak anak itu, sekali lagi dia seolah sudah tahu dan terbiasa dengan pemandangan ini.
Suanggi kemudian menatap ke arah depan lebih tepatnya ke arah seorang nenek tua dengan rupa menyeramkan yang sedang duduk di kursi goyang kayu.
"Ada apa kamu menemuiku sahabatku? Apakah harta yang sekarang masih belum cukup? Atau mungkin susuk jarum emas itu masih belum membuatmu puas?" Tanya Pakande dengan senyuman tipis.
Suanggi menggelengkan kepalanya, "Tidak Pakande, aku sedang mengalami masalah berat. Bisakah kamu membantuku?" Tanya Suanggi dengan ekspresi memelas.
Pakande tersenyum, dia bangkit dan berjalan mendekati Suanggi kemudian berucap, "Kamu adalah sahabatku yang sudah aku anggap sebagai saudaraku Suanggi, kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku, dukamu adalah dukaku, dan masalahmu adalah masalahku juga.
Ceritakan apa masalahmu, aku akan membantu sebisaku." Ucap Nenek Pakande.
Suanggi tersenyum sumringah, "Kamu memang sahabat terbaikku, Pakande."
Suanggi kemudian bercerita, "susukku sudah ketahuan, yang aku dengar Tuan Dirga bawahan dari keluarga Damian telah berhasil melihat wujud asliku dan dia memberitahukannya kepada Surya.
Surya kini menyuruh preman pasukannya untuk mencari dan membawaku hidup atau mati di hadapannya." Ucap Suanggi.
"Tunggu dulu... bagaimana bisa Dirga bisa melihat wujud aslimu? Apakah kamu menampakan diri di hadapannya?" Tanya Nenek Pakande.
"Tidak aku sama sekali tidak pernah menampakkan diriku di hadapannya." Jawab Suanggi.
"Hmm... Dia pasti melihat wujudmu tanpa sepengetahuanmu, namun apa yang membuat Dirga datang ke sebuah desa terpencil?"
"Yang aku dengar Nona Ratih anak dari Patriark Ramon hendak tinggal di desa untuk sementara waktu, dia di jaga oleh Surya dan preman pasukannya serta Tuan Herlambang, Sementara Tuan Dirga sendiri kembali ke tugasnya."
Siapa sangka Pakande menyeringai lebar ketika mendengar hal ini, "anak dari Patriark Ramon pasti memiliki kesaktian! Atau mungkin memiliki sesuatu Yang istimewa di bandingkan dengan anak anak lainnya, jika aku memakan anak itu maka bisa jadi kesaktianku akan meningkat lebih tinggi dari yang seharusnya!" Batin Pakande
"Aku harus bisa memakan anak itu!" Imbuhnya dengan ekspresi semangat.
"Suanggi, aku bisa menolongmu. Namun untuk kali ini saja aku juga minta pertolonganmu. Malam ini adalah malam purnama, tepat di malam ini aku akan melaksanakan ritualku yaitu memakan 20 anak kecil, saat ini aku kurang 2 anak.
Aku akan menculik Ratih untuk membantumu, dengan hilangnya Ratih Patriark Ramon pasti akan membunuh Surya, para premannya beserta dengan dirga dan herlambang. untuk menculik Ratih tidaklah mudah aku membutuhkan waktu, sementara untuk anak satunya lagi aku sudah tidak memiliki waktu untuk mencarinya
sementara malam ini adalah malam ritual itu.
Oleh karena itu aku meminta bantuanmu untuk menculikan satu saja anak kecil terserah laki laki atau perempuan." Jelas Pakande.
Suanggi terlihat sedikit ragu, namun dengan cepat dia menganggukan kepalanya, "baiklah! Aku tahu siapa anak yang cocok untuk aku jadikan tumbalmu Pakande!" Ucap Suanggi dia teringat tentang anak kecil yang tinggal di rumah nenek Saroh.
Pakande dan Suanggi saling menatap kemudian mereka tertawa terbahak bahak membayangkan rencana mereka berhasil.
"HAHAHAHAHAA....!!!!!"