NovelToon NovelToon
Tuan Kuda Laut & Nona Ikan Guppy

Tuan Kuda Laut & Nona Ikan Guppy

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Cintamanis / Murid Genius / Angst
Popularitas:18.9k
Nilai: 5
Nama Author: yellowchipsz

Di sekolah, Dikta jatuh hati pada gadis pengagum rahasia yang sering mengirimkan surat cinta di bawah kolong mejanya. Gadis itu memiliki julukan Nona Ikan Guppy yang menjadi candunya Dikta setiap hari.

Akan tetapi, dunia Dikta menjadi semrawut dikarenakan pintu dimensi lain yang berada di perpustakaan rumahnya terbuka! Pintu itu membawanya kepada sosok gadis lain agar melupakan Nona Ikan Guppy.

Apakah Dikta akan bertahan dengan dunianya atau tergoda untuk memilih dimensi lain sebagai rumah barunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellowchipsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pedang Hantu Bang Dirham

...٩꒰。•‿•。꒱۶...

...𝙏𝙐𝘼𝙉 𝙆𝙐𝘿𝘼 𝙇𝘼𝙐𝙏 & 𝙉𝙊𝙉𝘼 𝙄𝙆𝘼𝙉 𝙂𝙐𝙋𝙋𝙔...

...© Yellowchipsz...

...—Hadir tanpa diawali permisi, lalu berakhir luput bagai delusi.—...

...꒰✘Д✘◍꒱...

"Dan aku tertawan manisnya cowok tan di sebelahku ini," lirih Saila amat kecil.

"Hah? Apa tadi?" tanya Dikta minta diulangi.

Saila menggigit bibirnya sendiri sampai memerah. Dia segera mengalihkan topik, "Dikta sama Lingga memang bener-bener deket 'ya walau sempat perang dingin. Sekarang udah berbaikan dan bersahabat lagi. Yeay!"

"Iya. Aku bahagia tentang itu, tapi aku masih gerah otak mikirin kondisi badan Lingga yang membaik secara nggak wajar," cemas Dikta, masih merasa takut walau nyatanya Lingga baik-baik saja.

"Aku juga masih sulit percaya, tapi yang penting Lingga udah nggak apa-apa," kata Saila yang memindahkan tas punggungnya untuk dia rangkul ke depan.

Saila memeriksa uang dan beberapa kartu di dompetnya. Saking antusiasnya, beberapa benda miliknya terjatuh ke bawah jok. Saila menggapai kotak pensilnya yang jatuh, lalu memasukkannya kembali ke dalam tas. Akan tetapi, Saila tidak menyadari ada satu benda miliknya yang terjatuh.

Sambil menyetir, mata Dikta tertawan gantungan kunci lucu yang menggantung pada kaitan tas Saila. Dikta mengamati gantungan kunci ikan guppy yang berdempetan dengan gantungan kunci berbentuk putri duyung.

"Ini ikan guppy, kan?" tunjuk Dikta memastikan.

Saila mengangguk antusias. "Betul!"

"Kalau yang di sebelahnya ... putri duyung?" lanjut Dikta.

Saila mengangguk lagi. "Siren," jelasnya menyebut istilah itu. "Dikta mau tahu? Nama ruangan VIP Siren yang ditempati Lingga saat ini atas usulanku ke mama, karena mama kebingungan nyari nama yang unik."

"Ah—siren, ya?" Dikta mulai paham. "Kenapa disebut siren? Bukannya dalam mitologi disebut mermaid seperti yang Puri bahas tadi?" tanya Dikta mengorek informasi.

"Heummm. Siren dan mermaid itu sama-sama manusia setengah ikan, tapi ada bedanya, Dikta," ungkap Saila dengan mata membulat elok.

"Bedanya???" tanya Dikta dengan muka bodoh.

"Mermaid lebih dikenal bersahabat dengan manusia, sedangkan siren sebaliknya lebih kuat dan liar," jelas Saila dengan netra menyala-nyala.

"Ya ampun. Ke mana aja aku, baru tahu tentang hal ini?" takjub Dikta, merasa malu juga karena baru tahu kalau sebutan manusia duyung bukan hanya mermaid, ada siren juga. "Tapi ... kelihatannya kamu lebih antusias tentang siren?"

"Aku suka semuanya tentang siren meski masih ada bagian dunia yang takut dan nggak suka mereka. Orang-orang lebih suka makhluk mitologi mermaid yang indah, tapi aku jatuh hati dengan siren yang perkasa," tutur Saila mengenai kekagumannya.

"Woaaah! Aku suka pemikiranmu. Yang perkasa kadang lebih menawan," puji Dikta mengangkat alis, "Bagaimana dengan ikan guppy, Saila? Apa ada sesuatu yang lebih spesial?"

Saila menunduk dengan senyuman simpul. "Ikan Guppy 'kan lucu, Dikta."

Dikta berkesempatan memancing, "Aku kenal seseorang yang juga suka karakter ikan guppy."

"Benarkah? Siapa dia???" tanya Saila berkeras hendak.

"Seseorang yang sudah menyiksaku dua tahun terakhir ini, tanpa ngasih tahu identitas aslinya padaku," ungkap Dikta yang ingin menjebak Saila agar segera mengaku.

"Menyiksa?" gumam Saila dengan kegundahan yang menerpa.

Tuk. Tuk. Tuk.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan sebanyak tiga kali dari atas mobil. Hal itu sukses membuat mereka merenungkan hal ganjil.

"Suara apa itu?" bisik Saila menunjuk ke atas.

"Mungkin ada batu melayang karena angin," tebak Dikta tak mau terlalu mencemaskan hal barusan.

Saila mengangguk tenteram kembali. "Dikta, setelah kita beli makanan, temani aku sebentar beli tas dan hp baru untuk Puri dan Lingga, ya."

"Tas dan hp???" kaget Dikta tidak kuasa.

Saila mengangguk enteng. "Tas dan hp mereka berdua rusak gara-gara geng Skull yang diperintah Arjuna. Aku ingin bertanggung jawab walaupun Lingga nggak bisa maafin Arjuna," kata Saila teguh.

Dikta menggeleng. "Saila, aku paham maksudmu. Tapi, kuyakin Lingga bisa membeli hp baru untuk dirinya sendiri dan untuk Puri sekaligus. Lingga itu sensitif, lho."

"Huhft." Saila murung.

"Beliin tas aja, ya. Kalau soal tas, mungkin Lingga bisa menerima sebagai hadiah pertemanan," bujuk Dikta.

"Okay. Tas," angguk Saila menurut.

...꒰✘Д✘◍꒱...

Belasan menit Dikta tuntaskan untuk membeli nasi bungkus dan jajanan. Tak lupa Saila mendapatkan dua buah tas trendi dengan bahan mewah, untuk mengganti tas Lingga dan Puri yang tak layak pakai lagi. Setelah selesai dengan semua misi, mereka berdua kembali ke mobil.

Saila membuka jajanan yang dibeli, satu kotak puding cokelat yang amat lembut dilengkapi sendok plastik. Kemudian, dia menoleh ke arah Dikta yang fokus menyetir.

"Diktaaa," panggilnya manja, "buka mulutnya."

Dikta menoleh dengan kekehan malu, lalu dia menerima suapan Saila dengan menahan ledakan tomat di kedua pipinya. Tuan Kuda Laut membuka mulutnya pelan, "Aaa."

Puding lembut itu lekas memenuhi goa cakapnya. Netra Dikta berbinar atas perlakuan Saila yang begitu memprioritaskan dirinya.

Sedihnya ..., kenapa Saila masih belum mau jujur dengannya mengenai surat-suratan di bawah kolong meja? Apa ada sesuatu yang menahan Saila? Sikap Dikta menjadi terbatas karena belum mendapat kepastian dari Saila.

"Makan puding dulu ya, Dikta. Untuk mengganjal perut sementara, biar nanti kita makan nasi bareng di rumah sakit sama Lingga dan Puri," kata Saila menyentuh pelan poni Dikta yang sedikit basah karena hantaman rinai di luar tadi.

"Makasih, Wakilku," lirih Dikta disertai gelak halus dan haru.

"Masama, Ketua Kelasku," jawab Saila tak bisa menyembunyikan rona yang bersemi kuat. Saila juga mencicipi puding itu, lalu berkomentar, "Puding ini enak, tapi buatan mamaku lebih sedaaap!"

"Oh, ya?" kagum Dikta berbinar, "Aku jadi penasaran mau nyoba puding buatan mama."

"Nanti aku bujuk mama buat bikin puding yang spesial untuk Dikta," kata Saila dengan tatapan seratus persen yakin.

"Pfffttt!" tawa Dikta menanggapi ekspresi serius Saila.

Lagi-lagi Dikta merenungi hubungan Saila dengan Arjuna. Mulutnya sudah gatal ingin menginterogasi, tapi dia takut sikapnya terlalu buru-buru. Dipandangnya paras menawan Saila yang bening dengan pipi tembam lucu, mata bulat yang bisa menjelma sekejap menjadi bulan sabit kembar, hidung kuncup kecil, serta bibir imut yang ranum. Semua seni yang terpahat pada tubuh Saila menghangatkan hati Dikta yang rapuh di dalam.

Gadis seindah dan secerdas Saila, apakah pantas bersanding dengannya? Apakah Dikta boleh memilikinya melebihi kuasa Arjuna yang punya segala hal? Sementara, Dikta merasa dia bukan siapa-siapa selain sebagai cucu nakal nenek.

Tuk. Tuk. Tuk.

Ketukan aneh itu terdengar lagi dari atap mobil.

Dikta mengernyitkan dahi, lalu menebak asal, "Ini mobil Lingga ada kerusakan di bagian atas apa, ya?"

"Apa kita turun dulu buat meriksa?" saran Saila cemas.

Dikta memelankan lajunya karena berniat untuk menepi di pinggir jalan. Namun, niatnya urung ketika wajah Saila terlihat tegang saat menatap sesuatu yang menempel di jendela kanan sebelah Dikta.

"Dik-ta, itu???" tunjuk Saila berbisik dengan muka pucat.

Dikta refleks menoleh ke kanan dan menyaksikan sebuah pedang dengan sarung penuh kilau menempel pada kaca mobil.

P-pedang? Pedang siapa itu? batin Dikta bergidik. Benda seperti itu sangat jarang terlihat.

Tuk. Tuk. Tuk.

Pedang itu bergerak sendiri dan terus mengetuk berirama seolah minta dibukakan jendela.

"AAAAAA!!!" teriak Dikta dan Saila gelagapan menyaksikan hal di luar nalar itu.

Dikta menambah laju mobil untuk menghindari kejaran pedang aneh tersebut. Seketika pikiran Dikta teringat saat-saat dia hampir ditusuk kayu tajam milik Bruno, tetapi pedang misterius itu muncul untuk melindungi tubuhnya dari serangan. Pedang tersebut datang dan lenyap sesukanya—hadir tanpa diawali permisi, lalu berakhir luput bagai delusi.

Saila menoleh ke arah jendela belakang. "Dikta! Pedang itu terus terbang ngikutin kita!" paniknya.

"Kupikir itu khayalanku!" cemas Dikta merasa stres dengan kehadiran pedang itu lagi, "Tapi aku agak lega karena kamu juga melihatnya, Saila!"

"Apanya yang khayalan, Dikta?!" tanya Saila dengan gemetar dikuasai keseraman.

"Pedang itu, Saila! Aku sempat menyaksikannya saat kita di atas atap gedung sekolah. Sekarang benda itu hadir lagi di hadapan kita!" ungkap Dikta lelah dengan kegilaan ini.

"Kenapa ada benda kayak gitu dan dia terobsesi mengejar?!" panik Saila memeluk erat tasnya. "Apa itu pedang hantu???" tebak Saila beropini dengan getar tubuh.

"Hantu???" ulang Dikta mendelik.

Baru saja membahas hal yang membuat bulu kuduk tak rileks, sayup-sayup Dikta mendengar suara Dirham yang mengoyak kewarasannya.

"Sudah kukatakan, ambillah pedangnya."

"AAA!!!" teriak Dikta terganggu dengungan yang menyiksanya. Gelisah Dikta menutup telinganya sebelah. "Abang!!!" histerisnya yang menyebabkan mobil hampir keluar jalur aman menyetir.

"Diktaaa!!!" cemas Saila berusaha menyadarkan kengerian yang dialami Dikta. Tangan Saila ikut mengendalikan stir. Untungnya, keadaan jalan tidak berjubel.

"Abangku!" sesak Dikta berpegangan pada lengan Saila.

"Kenapa abangmu???" tanya Saila berusaha menenangkan tubuh Dikta yang bertindak gelisah.

"Apa abangku jadi hantu pemilik pedang? Sejak kapan abangku bermain dengan benda aneh seperti itu?! Tapi jelas-jelas suara ini suara bang Dirham!" ungkap Dikta resah berat mendengarnya.

Saila menggeleng karena tidak mendengar suara apa pun. "Aku nggak dengar apa-apa, Dikta."

"Saila, yakinkan aku. Nggak mungkin abangku jadi hantu, kan?!"

Bersambung ... 👑

1
MiPark
pak sat wkwkwk🤣🤣🤣🤣 dikta emang ganteng kok ga perlu edit-edit 😜😜😜😍😍😍
MiPark
nahkan ada yg panasss 🔥🔥🔥🔥🔥💥💥💥
MiPark
puri berani bgtt komen gitu woyyy 🫵😭😭😭😭😭😭
MiPark
tuan kuda laut memng semenawan itu 🥰🥰🥰🥰💋💋💋💋🤎🤎🤎🤎🤎
MiPark
uwuuu gemesnya🥺🥺🥺🥺😍😍😍😍
MiPark
cieee stalking akun gebetan 🥰🥰🥰🥰🥰🥰😜😜😜
MiPark
jagonya saila 👏👏👏👏
MiPark
ikannya cantik bangettt 🥺🥺🥺🥺🤍🤍🤍🤍
MiPark
Kata-kata untuk siapa kah ini 🙂🙂🙂👀
MiPark
aku datangggg😗😗😗😗👄👄👄
youryaya 🦕
AAA LAGI UPDATE LAGI😭😭😭😭😭😭😭😭
youryaya 🦕
Anak mama cintanya ama diktaaa maaa☺️☺️☺️☺️☺️☺️☺️☺️☺️☺️🤎🤎🤎🤎🤎🤎🤎🤎🤎
youryaya 🦕
semoga saila ga kenapa kenapa😭😭😭😭😭😭😭😕😕😕😕😕
youryaya 🦕
kok makin sedih yaaaaa😭😭😭😭😭😭
youryaya 🦕
AAAAAAA SAILAAAAAAA🥺🥺🥺😭😭😭😭😭😭💔💔💔💔💔 JANGANNNNN HUAAAAAAAA, KENAPA MAMANYA MAKSA BANGET
youryaya 🦕
hnya sbgai sahabat ya 🥺🥺🥺🥺🥺
youryaya 🦕
ASTAGA PERJODOHAN 😭😭😭😭😭😭😭😭💔💔
youryaya 🦕
kamu ga sempurna lg, maksudnya apa saila😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
youryaya 🦕
Juna yg mulai duluan😬😬😬😬😬😬😬😬
youryaya 🦕
yaampun ma😕😕😕😕😕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!