Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Ayahku?
Dania menjelaskan pada Brian jika Xander pernah mengalami kecelakaan parah, tetapi tidak menyebutkan kapan waktu pastinya. Perempuan itu juga mengatakan kondisi Xander setelah kecelakaan, bukan hanya hilang ingatan, Xander juga sempat lumpuh, tetapi bisa kembali berjalan normal beberapa bulan yang lalu sebelum mereka kembali.
Brian diam, sambil menatap beberapa kali Dania dan Xander secara bergantian. Hingga beberapa saat pandangannya bertemu dengan Xander. Sahabatnya menunjukkan senyuman sinis yang tidak bisa ia mengerti. Mereka berteman bukan satu ataupun dua tahun, tetapi dari kecil. Ekspresi wajah Xander saat itu membuat Brian tidak percaya jika Xander hilang ingatan, belum lagi kemarahan yang Xander tunjukkan saat dirinya berniat akan menikahi Alea.
"Aku sengaja tidak mengatakannya pada siapapun termasuk Alea mengenai keadaan Xander. Aku tidak mau jika dia masih berharap Xander kembali padanya," ungkap Dania.
Brian masih diam, tidak merespon perkataan Dania, ia hanya fokus pada ekspresi wajah Xander.
"Ayo pergi!" ajak Xander.
"Iya, sebentar." Pandangan Dania kembali mengarah pada Brian yang masih berdiri mematung di tempat yang sama. "Aku minta kau jangan mengatakan tentang kondisi Xander pada Alea."
"Kau berharap aku akan melakukan hal itu?" Brian menunjukkan senyum sinis pada Dania.
"Kalau kau melakukan itu, kau sama saja memberikan harapan palsu padanya," balas Dania.
Brian menghembuskan napas kasar lantas menggusar rambutnya.
"Laki-laki itu memiliki hutang pada Alea yang tidak akan pernah bisa dia bayar seumur hidupnya," ungkap Brian.
"Hutang apa? Keluarga kami sangat kaya. Kami pasti bisa membayarnya," ujar Dania sombong.
"Tanyakan pada suamimu jika ingatannya sudah kembali!" suruh Brian. Setelah mengatakan kalimat itu Brian memilih untuk pergi.
Brian mengayunkan langkah kembali ke mobilnya. Duduk bersandar di balik kemudi. Ia memijit pelipisnya, kembali melihat ke arah Xander dan Dania.
Hilang ingatan? Masa iya?
Brian masih tidak mempercayai hal itu, tetapi Xander bukanlah laki-laki yang suka bersandiwara.
"Aku harus memberitahukan pada hal ini pada Alea." Brian mengambil ponsel yang ada di dalam saku jasnya, lantas mengirim pesan pada Alea. Menceritakan apa yang terjadi pada Xander, tetapi tidak dengan kecurigaannya.
Di tempat lain
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul tengah malam. Alea masih terjaga, meskipun kondisi Axelio sudah membaik. Suhu tubuh putranya sudah turun. Namun ada hal yang membuat Alea tidak bisa tidur, yaitu pertemuannya dengan Xander.
Xander!
Satu nama itu sedang memenuhi pikirannya. Banyak pertanyaan yang ingin dirinya tanyakan pada laki-laki itu, tetapi situasinya sangat tidak memungkinkan.
Alea memilih untuk berdiri di dekat dinding kaca, membuka sebagian gorden yang menutupi dinding itu. Dari sana Alea bisa melihat pemandangan malam kota yang sangat indah. Lampu-lampu menyala bak bintang bertaburan. Definisi keindahan alam yang diciptakan oleh manusia.
Tangannya memegang ponsel, menggeser-geser layar guna melihat foto kenangannya bersama Xander.
Alea kembali mengingat awal hubungannya bersama Xander. Hubungan mereka terjalin ketika mereka naik ke kelas dua belas. Ia bahkan dimusuhi oleh perempuan satu sekolah karena bisa menaklukan hati Xander. Makanya saat acara reuni tadi, banyak orang berkesempatan untuk ikut menghina dirinya.
Drrrt
Ponsel yang ada ditanya menunjukkan notifikasi pesan masuk. Dari Brian, Alea segera membukanya. Ia terbelalak membaca pesan dari Brian.
"Xander hilang ingatan?" batin Alea.
Alea mengusap jejak air mata yang masih tertinggal di pipinya, ia segera membalas pesan dari Brian, bertanya kenapa Xander bisa kehilangan ingatannya.
Brian membalas pesannya. Satu kata membuat Alea kembali tercengang.
Kecelakaan?
Namun Brian tidak memberitahukan kapan Xander mengalami kecelakaan.
"Mami."
Fokus Alea teralihkan saat suara Axelio terdengar. Alea meletakkan ponselnya ke meja lantas berjalan ke dekat tempat tidur.
"Axel, kenapa Sayang?" Alea membungkuk, mengusap-usap kening Axelio.
"Axel haus, Mami," jawab Axelio lirih.
"Sebentar." Alea mengambil air minum di meja nakas, menaruh sedotan agar Axelio bisa mudah untuk minum. "Sudah?" tanya Alea disambut anggukkan kecil oleh Axelio.
Alea kembali meletakkan air minum itu ke meja nakas kemudian duduk di kursi sambil mengenggam tangan mungil Axelio. Di ruangan itu hanya ada mereka berdua, keluarganya menyewa satu ruangan di sebelah kamar itu.
"Axel, ada yang sakit?" tanya Alea.
"Axel pusing, Mami" jawab Axelio lirih.
"Kalau begitu Axel bobo lagi ya!" suruh Alea dibalas angukkan oleh Axelio.
Alea membantu Axelio merebahkan tubuhnya kembali. Seteleh itu naik ke tempat tidur, merebahkan tubuhnya di samping Axelio.
"Tadi Axel mimpi ketemu sama papi kandung Axel. Tapi Axel bangun karena harus," beo Axel.
"Benarkan?" tanya Alea seraya mengusap-usap kening Axelio.
"Kapan papi kandung Axel datang menemui Axel?" tanya Axelio balik.
Alea diam tanpa bisa menjawab pasti pertanyaan dari Axelio, ia hanya mampu menunjukkan senyuman yang ia paksa. Ayahnya saja tidak ingat apapun tentang masa lalu mereka, apalagi untuk datang menemui mereka. Rasanya sangat mustahil.
Pada saat yang bersamaan, ada yang mengetuk pintu ruangan itu. Alea pikir itu perawat ataupun salah satu anggota keluarganya, tetapi seseorang muncul dari balik pintu membuat Alea tercengang.
"Xander," ucap Alea lirih.
Suasana menjadi hening seketika, atmosfer di tempat itu seolah lenyap membuat Alea tidak bisa bernapas. Alea senang melihat Xander datang, tetapi mengingat status laki-laki itu yang sudah menjadi suami dari wanita lain membuat Alea merasakan nyeri di dadanya.
Alea bangun, mengambil posisi duduk. Pandangannya dan Xander bertemu pada satu titik yang sama. Tatapan teduh milik Xander sangat Alea rindukan. Ingin sekali memeluk laki-laki itu, tetapi status Xander kini merantai Alea.
"Kau ... kau tahu dari mana kami di sini?" tanya Alea.
"Dia benar anakku?" tanya balik Xander.
Sebelum Alea menjawab pertanyaan Xander, suara Axelio lebih dulu terdengar.
"Mami Axel mau duduk," pinta Axelio. Alea mengangguk lantas membantu Axelio duduk. "Apa kau Xander?" tanya Axelio membuat Alea dan Xander menoleh ke arah Axelio.
Tatapan Xander bertemu dengan Axelio. Ekspresi wajahnya berubah saat melihat kemiripan wajah Axelio dengannya.
"Mami, apa dia papi kandung Axel?" tanya Axelio.
Alea melirik sekilas ke arah Xander sebelum mengangguk. Percuma saja berbohong, kemiripan keduanya sudah membuktikan segalanya.
"Namanya Axelio," ucapnya pada Xander.
Pandangan Axelio kembali mengarah pada Xander. Tersenyum kecil untuk membalas senyuman Xander.
Senyum Axelio menarik perhatian Xander untuk mendekat. Ia berdiri di sisi lain tempat tidur, berseberangan langsung dengan Alea. Kedua tangan Xander terulur, menangkup kedua sisi wajah Axelio.
Alea sendiri menatap takjub pada keduanya. Mereka seperti saudara kembar tetapi berbeda generasi.
"Apa kabarmu?" tanya Xander pada Axelio.
"Tanganku terpasang selang infus dan aku memakai selang oksigen di hidungku. Apa menurutmu aku baik-baik saja?" beo Axelio membuat Xander terkekeh.
"Maafkan, Papi." Xander mengecup kening Axelio lantas membawa tubuh bocah itu ke dalam pelukannya.
Axelio pun membalas pelukan Xander dengan tawa ceria. Beberapa saat kemudian, Axelio mendongak, agar bisa menatap wajah Xander. "Kau ke mana saja selama ini?" tanya Axelio.
"Papi berobat," jawab Xander asal, tetapi tidak sepenuhnya berbohong.
"Kenapa lama sekali," ucap Axelio.
"Papi tidak akan pergi lagi," balas Xander. "Maafin Papi," ucap Xander dibalas anggukkan oleh Axelio.
"Apa kau sudah minta maaf sama mami?" Axelio menoleh sekilas ke arah Alea. "Kau pergi terlalu lama, bahkan membuat mami menangis setiap hari. Kadang mami juga tertidur sambil melihat foto Papi," tanya Axelio membuat Xander menoleh ke arah Alea.
Alea terbelalak mendengar ocehan Axelio. Ia lantas menoleh ke arah lain guna menghindari tatapan Xander.
"Maaf."
Alea menoleh ke arah Xander mendengar permintaan maaf dari laki-laki itu.
Pandangan Alea lalu turun, melihat tangan Xander membuka, mengisyaratkan padanya untuk mendekat, tetapi Alea tidak bergeming, ia ragu untuk melakukan itu.
"Ayo, Mami peluk papi!" suruh Axelio.
"Axel ...."
"Mami ...," rengek Axelio.
Melihat wajah memelas Axelio membuat Alea tidak tega, ia lantas duduk di tepi tempat tidur berhadapan dengan Xander. Dengan ragu ia membawa dirinya masuk ke dalam pelukan Xander, meletakkan dagunya di pundak laki-laki dengan mata yang tertutup, menikmati situasi itu. Jujur Alea sangat merindukan hal itu.
Darah Alea langsung berdesir, merasakan pelukan Xander. Matanya memanas menahan tangis, merasakan tangan Xander melingkar di pinggangnya.
I miss you
astaga kapan dapat karma dia
penasaran dengan ortu Xander saat tau ada cucu nya
pasti seru