Kitty adalah gadis sederhana yang bekerja di toko keluarganya, menjual angsa bakar. Hidupnya berubah saat Calvin Hernandez, pria kaya dan dingin, mengajukan permintaan mengejutkan, "Jadi pacarku!" Meski hatinya sudah terpaut pada pria lain, Kitty menolak tanpa ragu.
Namun, Calvin tidak menyerah. Dengan segala pesona dan kekayaannya, ia mencoba memasuki dunia Kitty, menunjukkan sisi lembut yang tak terduga. Kitty berada di persimpangan sulit: setia pada cinta lamanya atau membuka hati untuk Calvin yang ternyata memiliki perasaan mendalam padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Dokter itu tersenyum lembut, matanya memancarkan kehangatan. "Setidaknya aku melihat semangat hidupmu," katanya, suaranya penuh harap. "Walau aku tidak tahu apa yang membuatmu berubah, tapi jadikan alasan itu sebagai masa depanmu! Temukan kebahagiaanmu sendiri, Calvin."
Calvin menatap dokter tersebut dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara, suaranya terdengar tegas meski ada sedikit getaran. "Mamaku meninggal karena serangan jantung, begitu juga dengan nenekku," ucapnya dengan nada rendah, penuh perasaan. "Aku tidak ingin seperti mereka. Aku masih ingin menikah, melindungi orang yang aku cintai. Menjalani hidup yang bahagia sebagai pasangan."
Di tempat lain, Kitty duduk di kamar, wajahnya menunjukkan ekspresi kebingungan. Dia memegang tangan kirinya, menatap cincin yang melingkar di jari manisnya dengan tatapan yang tak percaya.
"Cincin lamaran?" bisiknya pada dirinya sendiri, matanya terfokus pada kilauan logam itu. "Aku baru tahu ternyata dia melamarku dengan cara ini. Apakah ini artinya aku adalah calon istrinya? Aku belum memahaminya sama sekali. Bagaimana bisa menikah dengan dia?" pikirnya keras, merasa seperti tenggelam dalam lautan emosi yang bercampur aduk.
Kitty merasa kepalanya berputar, segala perasaan campur aduk di dalam dirinya. "Ahhh... aku bingung... aku bingung...," teriaknya, menutupi wajah dengan kedua tangan sambil mengacak rambutnya dengan frustrasi.
Ia kemudian memeluk boneka jumbo yang sering menemani tidurnya, mencari kenyamanan dalam pelukan benda itu.
Kitty merenung sejenak, mengingat kembali semua momen yang telah dilaluinya dengan Calvin. "Calvin Hernandez menang segalanya dibandingkan Samuel," gumamnya pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. "Bukan hanya dari wajahnya yang tampan," lanjutnya, sedikit tersenyum mengenang pesona Calvin."Tapi dari sikapnya yang tegas dan selalu melindungiku," Kitty melanjutkan dengan nada yang lebih serius, mengingat betapa Calvin selalu ada di sisinya. Dia lebih membela-ku daripada mantannya dan bahkan orang tuanya sendiri," katanya, merasa terharu dengan dukungan Calvin yang tanpa syarat.
Keesokan harinya, Calvin melaju ke rumah Kitty dengan mobil mewahnya. Sementara itu, Kitty sedang menikmati mandi santainya. Dia duduk di dalam bathtub, bermain dengan busa sabun yang mengelilinginya.
Beberapa menit kemudian, Kitty bangkit dari bathtub, membungkus tubuhnya yang polos dengan handuk putih. Dia terkekeh pelan sambil bergumam pada dirinya sendiri, "Aku sangat pelupa, sampai-sampai lupa mengambil pakaian."
Di sisi lain, Calvin sudah tiba di depan rumah Kitty. Tanpa ragu, dia melangkah masuk dan disambut oleh Robin dan Maggie, orang tua Kitty.
"Calvin, kamu sudah datang!" sapa Maggie dengan senyum ramah.
"Bibi, Paman," Calvin membalas sapaan mereka dengan hangat, menghormati keduanya.
"Duduklah! Aku akan membuatkan makanan untukmu!" kata Maggie, menawarkan keramahan.
"Terima kasih, Bibi. Di mana Angsa?" tanya Calvin, matanya melirik ke sekeliling
"Kitty sedang mandi. Lebih baik kita duduk dan menunggunya," jawab Robin, berusaha menyarankan dengan tenang.
Namun, tanpa basa-basi, Calvin melangkah langsung menuju ke arah kamar Kitty. Robin yang melihat tindakan tak terduga itu, terkejut dan berusaha menghentikannya.
"Calvin...," seru Robin, cemas melihat pria itu masuk ke dalam kamar putrinya tanpa izin.
"Kita ada di sini, kenapa dia masuk ke kamar anak kita?" tanya Robin kepada Maggie, matanya masih tertuju ke arah pintu kamar yang tertutup.
Maggie menghela napas, mencoba menenangkan suaminya. "Pria ini memang selalu saja memberi kejutan. Dia masuk begitu saja ke kamar anak gadis orang," ucapnya dengan nada sedikit kesal, namun tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya. Mereka hanya bisa saling bertukar pandang, berharap Calvin tidak melakukan hal yang tak diinginkan.
Robin berdiri di dekat pintu, sedikit cemas namun tetap tersenyum tipis. "Anak kita sedang mandi, bukankah kalau dia melihat semuanya, anak kita yang rugi," ujarnya dengan nada bercanda, mencoba meredakan ketegangan.
Maggie menatap suaminya dengan senyum percaya diri. "Aku yakin Calvin pria yang baik, tidak akan bertindak sesuka hati," jawabnya dengan tenang, menunjukkan keyakinannya pada Calvin.
Sementara itu, Calvin, yang sudah berada di dalam kamar, memastikan pintu terkunci rapat. Ia melihat sekeliling kamar Kitty yang penuh warna, dengan dinding kuning cerah dan beberapa boneka yang tersebar di atas kasur. Senyum tipis menghiasi wajahnya, merasa aneh namun menggemaskan melihat kamar itu.
"Sepertinya aku akan menikahi seorang gadis kecil," gumam Calvin sambil tersenyum, mengingat betapa polos dan lucunya Kitty.
Ketika Calvin melangkah lebih dalam ke kamar, Kitty tiba-tiba keluar dari kamar mandi. Matanya melebar saat melihat Calvin di sana.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanyanya dengan nada terkejut, baru menyadari bahwa dirinya hanya dibalut handuk.
Calvin terdiam, matanya menelusuri tubuh Kitty yang masih basah. Dia terkejut, tak mampu mengalihkan pandangannya.
Kitty yang akhirnya sadar betapa canggung situasi ini, ikut menatap dirinya sendiri dan kemudian menatap Calvin."Aahhh...." teriak Kitty, wajahnya memerah malu. Ia segera berlari menuju kamar mandi, tak mempedulikan apapun kecuali keinginannya untuk menghindari pandangan Calvin.
Namun, karena terburu-buru, ia terpeleset di lantai yang licin.
"Angsa!" Calvin berteriak, penuh kecemasan. Dia berlari ke kamar mandi dan menemukan Kitty terjatuh dalam posisi telungkup. Dengan cepat, Calvin membantunya berdiri, mengulurkan tangannya dengan khawatir.
"Sakit sekali!" rintih Kitty, mencoba berdiri dengan bantuan Calvin. Saat ia bangkit, handuk yang membalut tubuhnya terlepas, jatuh di kakinya.
Keduanya terdiam sejenak, situasi menjadi semakin canggung.Kitty, yang menyadari tubuhnya kini terbuka, segera menatap Calvin yang juga terkejut melihatnya.
"Ahhhh!" teriak Kitty, menutup tubuhnya dengan tangan dan berlari ke luar dari kamar mandi meninggalkan Calvin yang masih terpana.
Kitty, dengan wajah merah padam karena malu, segera berlari dan menyembunyikan dirinya di dalam lemari pakaian, berusaha menutupi dirinya. Tangannya yang gemetar menahan pintu lemari agar tetap tertutup rapat, sementara hatinya berdebar kencang.
Calvin, yang baru saja keluar dari kamar mandi, melihat tangan Kitty yang mencengkeram pintu lemari dengan kuat. Dia mendekat, mencoba menenangkan suasana yang canggung ini. "Kenapa kamu di dalam sana?" tanyanya.
"Masih bertanya! Aku tanpa mengenakan pakaian, kenapa kamu masih di sini. Cepat keluar!" balas Kitty dengan nada kesal, suaranya terdengar panik dari dalam lemari.
Calvin hanya tersenyum kecil, mencoba untuk menenangkan Kitty dengan nada suaranya yang lembut. "Apa yang harus kamu takutkan? Aku adalah calon suamimu. Melihat tubuhmu adalah hal yang biasa," jawabnya dengan santai, seolah-olah tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
"Apa...?" teriak Kitty semakin kesal, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Kita belum menikah, kita harus jaga jarak. Katakan padaku kalau tadi kamu tidak melihat apapun!" suaranya semakin tinggi, mencerminkan rasa malu dan marahnya.
Calvin menghela napas. "Aku sudah melihatnya," ucapnya jujur, tidak ingin berbohong pada Kitty.
"Apa saja yang kamu lihat?" tanya Kitty dengan nada waspada, meskipun ia sebenarnya tidak ingin mendengar jawabannya.
"Tubuhmu yang polos, dadamu hingga—" Calvin mulai menjelaskan dengan jujur namun terhenti oleh bentakan Kitty.
ngehaluin mereka berdua bikin guemesss plus ngakak dengan kekonyolannya 😅😅😅
Pacaran ada batasan. Setelah menikah ya menikah bukan pacaran setelah menikah. Pacaran kan bisa putus kapan aja...beda dg menikah.... hmm.ya gitulah