Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND ~ Part 32
Karena kini sudah ada Ceren, maka tugas dan beban eyang hilang satu dari pundak. Kehadiran Ceren diantara Hilman dan Kaisar nyatanya memang menguntungkan pak Baras dan bu Ambar.
"Ganti bajumu," titah Ceren, meski tetap saja ia masih berteman mbak Sri nantinya. Diliriknya jam di dinding, sang pengasuh belumlah datang, kemungkinan terjebak macet atau memang sedang di jalan mengingat jam kerjanya masih setengah jam lagi.
Terlihat wajah tak nyaman menghiasi raut muka Kaisar, ia berkeringat dan tak mau diam, "kenapa to?" tanya Ceren melepas kaos kaki dan menaruh sepatunya di rak, bersama sepatu Kaisar yang bocah itu geletakan begitu saja secara sembarangan, tak biasanya. Karena biasanya Kaisar adalah bocah yang rapi.
"Bu'lek. Mbak belum datang?" tanya nya gelisah, digelengi Ceren, "kenapa emangnya? Mbak datang sebentar lagi."
"Aduh...." bocah itu sudah belingsatan tak karuan.
"Kenapa? Mau sesuatu?" melihatnya begitu sungguh tak tega.
"Aku kebelet bu'lek." jawabnya.
"Ya udah sana ke kamar mandi, masa ngga bisa pi pis sendiri...apa mesti ditemenin?" tanya Ceren sewot.
"Bukan pi pis to, bu'lek. Aku kebelet buang air besar....tapi belum bisa ce bok."
Mata Ceren seketika membeliak, "Hah??!"
Dibalik kesempurnaan attitude Kaisar, nyatanya bocah itu memiliki kekurangan juga. Eohhhhh.....
"Ih!" seketika ia bergidik jijik, pasalnya seumur-umur ia belum pernah nyebokin orang lain selain dirinya sendiri.
"Buruan to bu'lek. Aku udah ngga kuat...."
"Ya udah ke kamar mandi!" teriak Ceren gemas juga.
Bocah itu segera memelo rotkan celananya begitu saja di depan Ceren membuat Ceren tersentak memalingkan wajah ke samping, si alan! Bukannya liat burung bapaknya, malah anaknya duluan!
.....
Ceren manyun, ia duduk mendekap bantal sofa di kursi tengah seraya memencet tombol channel berulang kali, sesekali ia memperhatikan Kai yang rebahan sambil mewarnai gambar favoritnya tentang binatang.
"Bu'lek aku lapar..." lirih mulut kecilnya menghentikan sejenak aktivitas krayonnya. Ceren berdecak, ia kembali melirik jam di dinding, "mbak Sri mana sih?!" yang rupanya sudah menunjukan pukul setengah 3, seharusnya sejak pukul 2 tadi ia sudah datang.
Bocah itu benar-benar menghentikan aktivitasnya, "bu'lek ngga bisa denger aku tah?" tanya nya kembali, membuat Ceren kembali berdecak, karena mau tak mau ia sendirilah yang harus menyiapkan makan siang si bocah mangkok baso ini.
Ia mele nguh berat, "masih kuat nunggu tak? Bu'lek buatkan sebentar.." ia mengangguk patuh.
Jika begini Ceren sungguh tak tega melihat Kaisar, termasuk perutnya juga yang ikut-ikutan keroncongan mengingat waktu jam makan siang sudah terlewat dari tadi.
Dari pantry, Ceren dapat memperhatikan Kaisar yang duduk manis sambil menonton televisi, karena sadar atau tidak...selera tontonannya dan Kaisar sama, jadi bocah itu tak merengek meminta dipindahkan.
"Kalo lagi nunggu makan aja, anteng.." dengusnya, ada perasaan geli dan gemas seketika yang melingkupi hati Ceren.
Ia melongokan kepala ke arah kulkas, menemukan ayam ungkep dalam kotak makan bening yang disusun rapi bersama ati ampela ungkep dan usus.
"Wew! Ngga perlu repot masak," cerianya. Sepertinya entah Hilman yang memasak atau memang Hilman yang membeli sebagai persediaan makanan di rumahnya, jadi Ceren tak perlu susah-susah memasak dan menggeprek bumbu.
"Ayam apa ati ampela?" tanya Ceren berteriak.
"Ayam!" jawab Kaisar, tidak duduk saja, pertanyaan Ceren justru memancing Kaisar untuk mendekat menghampiri, memperhatikan gadis ini menggorengkan ayam untuknya di kursi yang susah payah ia naiki.
"Bu'lek bisa masak? Jangan sampai kulitnya gosong, nanti pahit..." katanya seperti chef kepala, mengawasi setiap gerakan Ceren disana.
"Bisalah, ketimbang goreng ayam begini, masa iya ngga bisa..." jumawanya mematikan kompor lalu membawa ayam goreng itu ke hadapan Kaisar. Wangi aroma rempah menguar membuat perut semakin keroncongan.
"Ambilin piring dan nasiku, bu'lek..." pintanya sudah mengunci ayam-ayam goreng di depannya itu.
"Emh, njajah!" gerutu Ceren namun ia tetap melakukannya.
Keduanya makan dengan khidmat kali ini, karena rasa lapar yang telah menggerogoti lambung, hingga tandas ayam goreng dan nasi di piring. Sejenak Ceren memperhatikan begitu lahapnya Kaisar, anak seusia Kaisar dipaksa untuk mandiri meski hidup bergelimang harta. Terbukti dengan ia yang tak perlu menyuapi Kaisar makan, meski tak jarang ia menemukan Kaisar makan disuapi mbak Sri.
"Oh ya, bu'lek. Tadi itu....bekal apa ya? Yang bu'lek bekali Kai?" tanya nya memecah lamunan Ceren yang kemudian menjilati jemarinya.
"Roti sandwich? Bekalmu tadi pagi?" tanya Ceren balik.
Kaisar mengangguk, "turunkan aku bu'lek." pintanya memancing beranjaknya Ceren yang membantu bocah itu turun dari kursi.
"Sandwich....sandwich...." gumamnya menghafalkan seraya melengos menuju wastafel, dimana sebelumnya ia mendorong bangku kecil agar sampai di wastafel lalu mencuci tangannya.
Ceren kembali memperhatikan, betapa lamanya bocah itu mencuci tangan, sampai-sampai ia sempat mimpi indah nungguin, "cuci tangan apa nyuci rumah se rt? Lama bener?" cibirnya.
Bocah itu menoleh ketus setengah angkuh, "yanda bilang, cuci tangan harus benar....sampai ke sela-sela kukunya..."
"Oalah, kalo kamu lagi makan di saat perang. Udah abis dilempar granat karena kelamaan cuci tangan..." jawab Ceren membuat alis kecil Kaisar mengernyit tak mengerti, "apa? Gimana-gimana?"
"Wes lah, bocah piyik ngga akan ngerti...minggir..." usirnya yang ingin mencuci tangan pula.
"Kamu nanyain sandwich kenapa to?" tanya Ceren menghentikan langkah kaki kecil Kaisar.
"Aku suka. Boleh tah, besok aku minta dibekali lagi sandwich?" pintanya bertanya, "ternyata sandwich bu'lek lumayan enak. Sama enaknya sama roti bunda..."
Weleh si alan! Disebut lumayan!
"Lumayan?!" seru Ceren menggeleng prihatin, "lumayan tapi kamu mau lagi?"
Kaisar mengangguk, "temen-temenku juga sampe mau, katanya bentuknya lucu!"
Ceren hanya melengos hendak menuju kamar namun ucapan Kaisar kembali menahannya, "bu'lek mau kemana to? Masa aku ditinggal sendirian..."
"Aduhh, bu'lek ngantuk. Emangnya kamu ngga ngantuk? Tidur sana...ngga mesti dikelonin kan?"
"Aku ngga ngantuk, bu'lek mesti temenin aku main..."
Pundak Ceren merosot ke bawah, huwakkkkk! Belum Ceren mengiyakan, bocah itu sudah menarik tangan Ceren ke arah ruang tengah dan memintanya membawakan kotak mainannya yang berisi begitu banyak mainan. Mulai dari mobil-mobilan, robot, bongkar pasang, hingga replika binatang.
Dan matanya tak bisa lebih membelalak ketika bocah itu mendorong dan menumpahkan seluruh isian kotak kontainer besar itu, hingga isinya memenuhi karpet ruang tengah ini.
"Sue njirrr! Ini gimana gue beresinnya?!!! Kaisarrrr!" rengeknya menjerit.
***
Hilman mengangguk mengerti, "istirahat saja Sri, Kaisar aman bersama Ceren." Lantas ia mematikan panggilannya dan menaruh kembali ponselnya di samping laptop, ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya mengingat dirinya meninggalkan kedua bocah itu di rumah, meski sampai detik ini Hilman belum mendengar panggilan keluhan dari Ceren ataupun 911.
***
Ceren terpaku sejenak melihat betapa berserakannya mainan Kaisar, membayangkan bagaimana ia nantinya akan menjadi pembantu rumah ini. Namun aksi Kaisar menyadarkannya dari keterpakuannya, "angkat tangan!"
"Bu'lek jadi penjahat, dan Kai jadi polisinya!" bocah itu sudah memegang senjata api mainan dan menodongkan itu ke arah pinggang Ceren, praktis Ceren berbalik dan sejurus kemudian tersenyum smirk.
"Penjahat sekarang tuh jago-jago....polisi aja sering kewalahan," ia meraih pedang-pedangan yang ada di dekatnya lalu menepis pistol di tangan Kaisar dan berlari, sehingga Kaisar mengejarnya, "Weyyy, penjahatnya kaburrrr!" teriak Kaisar.
.
.
.
.
.
begitulah kiranya pak Hilman dimata Caren....... kebahagiaan Caren ada pada Kaisar dan pak Hilman
lucu yah pak kepsek kalau lagi cemburu 😄