NovelToon NovelToon
The Worst Villain

The Worst Villain

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:22.3k
Nilai: 5
Nama Author: @hartati_tati

Fany, seorang wanita cantik dan anggota mafia ternama, tergeletak sekarat dengan pisau menancap di jantungnya, dipegang oleh tunangannya, Deric.

"Kenapa, Deric?" bisik Fany, menatap dingin pada tunangannya yang mengkhianatinya.

"Maaf, Fany. Ini hanya bisnis," jawab Deric datar.

Ini adalah kehidupan ketujuhnya, dan sekali lagi, Fany mati karena pengkhianatan. Ia selalu ingat setiap kehidupannya: sahabat di kehidupan pertama, keluarga di kedua, kekasih di ketiga, suami di keempat, rekan kerja di kelima, keluarga angkat di keenam, dan kini tunangannya.

Saat kesadarannya memudar, Fany merasakan takdir mempermainkannya. Namun, ia terbangun kembali di kehidupannya yang pertama, kali ini dengan tekad baru.

"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku lagi," gumam Fany di depan cermin. "Kali ini, aku hanya percaya pada diriku sendiri."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Fany sampai di mansion, mobil perlahan berhenti di depan pintu masuk yang megah. Sang sopir segera keluar dari mobil dan dengan sigap membuka pintu penumpang untuk Fany.

Dengan langkah anggun namun tetap tenang, Fany melangkah keluar dari mobil. Wajahnya tetap datar, tak menunjukkan sedikit pun emosi. Ia melangkah masuk ke dalam mansion, disambut oleh pemandangan interior yang mewah dan elegan.

Saat Fany berjalan melewati ruang tamu yang luas, para pelayan yang berdiri di sekitar segera membungkukkan badan dengan hormat. Namun, Fany hanya melangkah dengan tenang, seolah tidak terpengaruh oleh kehadiran mereka. Ia terus berjalan menuju tujuannya dengan ekspresi yang tidak berubah.

Saat Fany berjalan menuju lift untuk naik ke kamarnya, langkahnya terhenti ketika mendengar suara Regina yang sedang berbicara dengan seseorang di salah satu ruangan di dekatnya. Pembicaraan tersebut menggunakan bahasa Belanda, tetapi Fany bisa mengerti setiap kata yang diucapkan. Dia terdiam, terkejut oleh topik yang sedang dibahas.

"Je begrijpt het niet, toen Fany een baby was, werd ze ontvoerd," kata Regina dengan suara rendah namun jelas. "Tot nu toe weten we nog steeds niet wie de dader was."

("Kamu tidak mengerti, saat Fany masih bayi, dia diculik," kata Regina dengan suara rendah namun jelas. "Sampai sekarang, kita masih belum tahu siapa pelakunya.")

Fany berdiri terpaku, jantungnya berdetak lebih cepat mendengar pengungkapan ini. Dia tidak pernah tahu bahwa ada kejadian tragis seperti itu di masa lalunya. Pikirannya berputar, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya.

"Het is een geheim dat we al die jaren hebben bewaard," lanjut Regina. "Maar het is tijd dat we de waarheid onder ogen zien."

("Ini adalah rahasia yang telah kita simpan selama bertahun-tahun," lanjut Regina. "Tapi sudah saatnya kita menghadapi kebenaran.")

Fany merasa dunianya berguncang. Informasi ini membawa banyak pertanyaan yang tidak terjawab dan mengubah cara dia memandang masa lalunya. Dengan perasaan campur aduk, Fany melangkah ke dalam lift, berusaha untuk tetap tenang meskipun hatinya penuh dengan kebingungan dan ketidakpastian.

Saat pintu lift terbuka, Fany langsung melangkah keluar dengan tujuan yang jelas. Ia berjalan cepat menuju kamarnya, pikirannya masih dipenuhi dengan apa yang baru saja didengarnya. Di lorong, ia berpapasan dengan Sebastian yang sedang berjalan ke arah yang berlawanan.

"Hei, Fany," sapa Sebastian dengan senyum hangat, berharap mendapat respons dari adiknya.

Namun, Fany hanya lewat tanpa mengubah ekspresinya yang datar. Dia bahkan tidak melirik ke arah Sebastian, apalagi membalas sapaannya. Sebastian, yang terbiasa melihat adiknya yang selalu tenang namun sopan, tertegun sejenak, bingung dengan sikap Fany yang tidak biasanya.

Fany terus berjalan dengan langkah cepat hingga mencapai pintu kamarnya. Tanpa berpikir panjang, dia membuka pintu dan masuk, menutupnya kembali dengan lembut namun tegas. Di dalam kamarnya yang tenang dan nyaman, Fany mencoba menenangkan pikirannya yang kalut.

Dia tahu bahwa pembicaraan yang didengarnya tadi adalah sesuatu yang besar, sesuatu yang bisa mengubah cara pandangnya terhadap keluarganya dan dirinya sendiri. Dengan perasaan yang campur aduk, Fany duduk di tepi ranjang, berusaha untuk memahami kenyataan baru yang baru saja terungkap di hadapannya.

********

Di dalam ruangan yang minim cahaya, hanya diterangi oleh cahaya lampu gantung yang redup, seorang pria paruh baya berdiri dengan ekspresi marah. Suaranya bergema keras saat ia memarahi anggota keluarganya yang berkumpul di sekitarnya. Wajahnya memerah, urat-urat di lehernya tampak jelas karena amarah yang tak tertahankan.

"Kalian semua telah mengecewakanku!" teriak pria paruh baya itu. "Bagaimana mungkin Keluarga Hawthorne berhasil menemukan keberadaan Fany, padahal kita sudah merencanakan ini selama bertahun-tahun?"

Para anggota keluarganya hanya bisa menundukkan kepala, tidak berani menatap langsung ke mata pria tersebut. Mereka tahu betapa pentingnya rencana ini bagi pria paruh baya itu, dan mereka juga tahu bahwa mereka telah gagal dengan cara yang sangat memalukan.

"Aku sudah menyiapkan cucu perempuan kita yang mirip dengan Fany untuk menyamar dan masuk ke dalam keluarga Hawthorne," lanjutnya dengan nada suara yang semakin tinggi. "Dengan begitu, kita bisa menghancurkan mereka dari dalam. Tapi sekarang, semua rencana kita hancur berantakan dalam sekejap!"

Pria paruh baya itu berjalan mondar-mandir, mencoba menenangkan amarahnya yang semakin membara. Dia mengepalkan tangan, berusaha menahan ledakan emosi yang siap meledak.

"Kalian tidak mengerti betapa berharganya kesempatan ini," katanya dengan suara yang lebih tenang namun penuh dengan kekecewaan. "Keluarga Hawthorne telah menjadi duri dalam daging kita selama bertahun-tahun. Rencana ini adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri mereka."

Dia berhenti berjalan dan menatap anggota keluarganya dengan tajam. "Mulai sekarang, kita harus mencari cara baru untuk menyelesaikan masalah ini. Kita tidak bisa membiarkan Keluarga Hawthorne menang."

Dengan perasaan marah dan kecewa yang masih membara, pria paruh baya itu berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan keluarganya dalam diam yang penuh dengan ketakutan dan penyesalan.

Setelah pria paruh baya itu keluar dari ruangan, suasana menjadi semakin tegang. Enam orang yang masih berada di dalam ruangan itu mulai saling menyalahkan, mencari kambing hitam atas kegagalan rencana mereka.

"Kamu seharusnya lebih berhati-hati!" teriak seorang pria muda, menunjuk tajam ke arah wanita di seberangnya. "Kamu yang bertanggung jawab atas pengawasan. Bagaimana bisa Keluarga Hawthorne menemukan Fany?"

Wanita itu membalas dengan suara tinggi, "Jangan menyalahkan aku! Kamu yang seharusnya memastikan cucu perempuan kita benar-benar siap untuk menyamar. Jelas dia gagal meyakinkan mereka!"

Seorang pria lainnya ikut campur, "Semua ini karena rencana kita terlalu terburu-buru. Kita tidak cukup siap. Jika kita punya lebih banyak waktu, mungkin kita bisa menghindari kegagalan ini."

Seorang wanita tua yang duduk di sudut ruangan menggelengkan kepala, "Semua ini tidak akan terjadi jika kita tidak terlalu mengandalkan satu rencana saja. Kita seharusnya punya alternatif!"

"Alternatif?" kata seorang pria dengan nada mengejek. "Kamu sendiri yang bilang bahwa ini adalah satu-satunya cara terbaik untuk menghancurkan Keluarga Hawthorne. Sekarang lihat apa yang terjadi!"

Suara-suara saling menyalahkan terus menggema di ruangan itu, masing-masing dari mereka mencari pembenaran dan membela diri. Tidak ada yang mau mengakui kesalahan mereka sendiri.

"Mungkin kita seharusnya lebih banyak berkomunikasi dan bekerja sama," ujar seorang wanita dengan suara lelah, mencoba untuk menenangkan suasana. "Sekarang bukan saatnya saling menyalahkan. Kita harus menemukan solusi."

Namun, kata-katanya tenggelam di tengah kekacauan. Konflik internal di antara mereka semakin memanas, mencerminkan betapa rapuhnya persatuan mereka di balik rencana besar yang telah gagal. Dengan kebencian dan ketidakpercayaan yang menyelimuti ruangan, masa depan mereka terlihat semakin suram.

1
R yuyun Saribanon
ortunya akan jemput fanny setelah jd mayat
Sofi Sofiah
apakah orang yg mmbuat tuduhan palsu itusangat bodoh sehingga Fany yang menjadi sasaran....mau hilang kali ya nywa nya
R yuyun Saribanon
nah ini baru keren
Uswatun hasanah
ayo Fany peranmu kunanti temukan pekaku dan permalukan.. ada yang mau bermain denganmu ternyata... 😒
Uswatun hasanah
apakah ada yang bundir.. ngeri.(moga nggak /baperan).. 🤨
Sofi Sofiah
cerita nya keren...aku maraton baca dari awal tpi rasanya masi kurang
Zeendy Londok
lanjut thor
Uswatun hasanah
masih jadi teka teki ni..
Uswatun hasanah
iri dengki akan menghancurkan dirinya sendiri.. 😌
Uswatun hasanah
wow.. hebat .. suka mengintimidasi ternyata Fany.. gak bakal dibully... 😅
Uswatun hasanah
kehidupan Fany yang sesungguhnya dimulai... nunggu part selanjutnya...
Leha
keren
Leha
Buruk
Uswatun hasanah
ok.. ditunggu partai selanjutnya.. pertemuan... 😉
Uswatun hasanah
kayaknya Fany mati rasa..
queen bee
up terus 👍👍👍👍👍👍🤩🤩🤩🤩🤩
De Ryanti
orang ma dah nemuin anaknya langsung jemput lah ngapain nunda lama2 kurang apa terpaan hidup fany dr bayi ampe gede gitu...kakek ma bapak nya fany aneh
Uswatun hasanah
setelah kejadian ini Terima mereka Fany.. kamu berhak bahagia..
Alfatih Cell
suka sangat thor.. crazy up 💪💪💪
Rina Yuli
tapi percuma juga Fany dibawa pulang orang dianya gak percaya siapapun bahkan keluarga kandungnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!