Dear, My Love
"Nya, cus kita pulang sekarang, udah hampir sore. Mas Zaki pasti udah panik nungguin kita yang belum pulang. Bentar lagi bisa minta PJR nyariin kita." kata Zahra pada Anya yang khawatir jika kakak laki-lakinya itu akan mengomel jika mereka pulang.
Anya pun beranjak dari tempatnya berjongkok tadi. Di tangannya terdapat sebuah buku kecil yang berisi bacaan doa dan surah Yasin.
"Bunda, Anya pergi dulu ya. Lain kali Anya datang lagi." kata Anya sambil menatap nama yang tertera di papan nisan makam itu.
Aryani, wanita yang menjadi orang ketiga dan merusak rumah tangga ayah dan ibunya April.
Wanita yang bersedia menikah secara diam-diam demi bersama dengan lelaki yang dicintainya sejak kecil.
Anya menghela nafasnya dengan cukup panjang dan keras, membuat Zahra menatapnya dengan heran.
Selama ini, Zahra lah yang selalu menemani Anya datang ke tempat ini. Tak ada yang tau jika selama ini Anya rutin mengunjungi makam bundanya, termasuk April.
Anya takut menyakiti hati kakaknya jika tau dia mengunjungi makam bundanya. April adalah anak dari istri sah ayah Anya. Dengan kata lain April adalah saudara tiri Anya.
Walaupun selama ini April terlihat biasa saja dan sangat menyayanginya, tapi Anya tau jika April merasakan kekecewaan yang cukup besar pada almarhum ayah mereka.
"Kali ini kita beralasan apa lagi kalau ditanya sama mas Zaki dan mbak April?" tanya Zahra pada Anya sambil melangkah agak melompat menghindari kubangan air yang menggenang di jalan arah kuburan itu.
"Bilang aja kalau kita pergi mencari barang-barang buat ujian praktek Senin nanti." kata Anya dengan santainya.
"Nanti kalau ditanya mana barangnya, mau jawab apa? Duh lama-lama dosa kita semakin numpuk karena bohongin mereka terus." gerutu Zahra.
"Aku udah siapin semuanya, ada di jok. Kemarin aku udah titip beli barang-barang itu sama Danang. Dan maafkan aku, Ra. Harus melibatkan kamu ikutan bohong. Lagian kamu udah aku bilang gak usah ikut kenapa masih mau ikutan sih." kata Anya yang menyesal sekaligus kesal karena Zahra selalu saja memaksa ingin ikut tetapi ujung-ujungnya akan menggerutu dan ketakutan jika ketahuan.
"Aku gak tega biarkan kamu pergi sendiri. Lagian kamu itu sahabat sekalian saudaraku, jadi kita harus selalu bersama. Meskipun harus datang ke kuburan ini tiap minggu." kata Zahra yang agak bergidik melihat area pemakaman yang begitu sepi itu.
"Kalau begitu, jangan menggerutu lagi. Ayo kita pulang sekarang." kata Anya lalu menggamit lengan Zahra.
"Makasih, Ra. Kamu selalu menjadi teman dan saudara untukku, padahal aku ini anak pelakor. Tapi kamu dan keluargamu selalu baik dan menyayangiku." kata Anya sambil menyandarkan kepalanya di bahu Zahra.
"Kesalahan orang tuamu itu masa lalu. Kita gak tau apa yang sebenarnya terjadi pada mereka dulu. Kalau mbak April saja gak pernah mempermasalahkannya dan menyayangimu kenapa kami harus membenci dan menjauhi mu." kata Zahra pada Anya sambil tersenyum
Anya pun membalas senyuman Zahra dan memeluk sahabatnya itu.
"Stop!!! Kita pulang sekarang, kelamaan di tempat ini lama-lama malah bikin kamu makin aneh. Aku takut jangan-jangan kamu itu ketempelan." kata Zahra pada Anya yang memeluknya dengan erat.
Anya pun tertawa geli mendengar ucapan Zahra. Kedua gadis cantik itupun segera pulang ke rumah.
Rumah yang selalu dirindukan oleh mereka. Rumah milik Bu Vivi, ibunya Zahra.
Beberapa tahun yang lalu mbak April menikah dengan mas Zaki, kakak keduanya Zahra. Dan semenjak itu, Anya pun ikut tinggal di rumah ini bersama sang kakak.
Zahra sendiri adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak tertuanya, Raina sudah menikah dengan Rahardian atau sering dipanggil mas Iyan dan kini wanita itu sedang hamil anak kedua.
Saat sampai di depan rumahnya, Zahra pun mengerem motornya tepat di depan pagar. Anya pun turun dari motornya dan segera mendorong pagar agar terbuka.
Zahra melirik parkiran di rumah sebelah. Sebuah mobil hitam sudah terparkir di sana.
"Alasan kamu harus meyakinkan mereka, kayaknya yang bakalan dengerin alasanmu bukan hanya mas Zaki dan mbak April." kata Zahra sambil menunjuk mobil mas Iyan nya yang sudah terparkir cantik di rumahnya.
Anya mengangguk dan menghirup nafas panjang lalu menghembuskan dengan cukup keras.
Mereka memang bisa membohongi mas Zaki namun sering gagal membohongi Mas Iyan.
Mungkin karena mas Iyan berprofesi sebagai seorang penyidik di kepolisian, jadi sudah terbiasa mengintrogasi para tersangka kejahatan jadi agak sulit untuk dibohongi.
Padahal menurut Zahra dulunya mas Zaki itu tukang bohong paling ulung. Banyak perempuan yang klepek-klepek karena ucapan manis yang keluar dari mulut ayah satu anak itu.
"Assalamualaikum." kata Zahra dan Anya sebelum masuk.
"Waalaikumsalam." jawaban itu terdengar ramai.
"Fix, ini mah kumpul semuanya di sini. Ada camer kamu juga." kata Zahra yang juga mendengar suara Bu Dewi, ibu kandung dari seseorang lelaki yang selalu dihindari Anya beberapa tahun ini. Sontak saja Zahra mendapatkan lirikan maut dari Anya.
"Darimana kalian sampai sore begini?" tanya mas Zaki dengan gaya sok kebapakannya dengan gayanya yang berkacak pinggang di depan pintu masuk depan garasi
"Habis nyari barang-barang buat ujian praktek Senin nanti, mas." kata Anya pada mas Zaki setelah mencium tangan kakak iparnya itu.
Lalu menunjukkan kantong plastik berisi barang-barang untuk ujian praktek mereka besok.
"Kok, gak bilang dulu sih. Mbak kamu khawatir, kamu belum pulang sampai sore begini. Mana hapenya gak ada yang aktif semua." kata mas Zaki lagi.
"Iya, mas. Maaf udah buat khawatir. Hape Anya lowbat tadi lupa ngecas tadi malam. Hape Zahra kuotanya udah habis gak bisa kirim pesan." kata Anya dengan wajah bersalah, berharap para kakaknya itu tak memperpanjang hal ini lagi.
"Kenapa gak besok aja perginya, biar diantar sama mas Zaki atau mas Iyan? Kami jadi khawatir, takut kalian kenapa-kenapa." kata Raina yang sedang duduk di sebelah April.
Sementara Rahardian hanya diam sambil menatap dua remaja itu dengan mata tajamnya. Dan membuat Zahra salah tingkah hingga menundukkan kepalanya saat mata Rahardian bertatapan dengan mata Zahra.
Alhasil, Rahardian pun langsung tau jika kedua remaja itu berbohong. Namun, suami Raina itu tak mengatakan apapun.
Rahardian hanya mengkode Zaki dengan matanya. Zaki yang paham jika ada yang tak beres pun langsung menyuruh dua gadis remaja itu naik ke kamar mereka dan segera mandi.
Setelah mereka berdua naik, Rahardian mengajak Zaki keluar menuju garasi. Tempat kedua remaja tadi masuk.
Mereka memang lebih sering masuk lewat garasi dibandingkan teras.
"Kamu lihat sepatu mereka, kotor begitu. Mana mungkin mereka dari toko untuk membeli barang-barang untuk praktek." kata Rahardian sambil memperhatikan sepatu Anya dan Zahra yang berada di rak sepatu.
"Mas udah curiga saat melihat rok seragam Anya yang kotor terkena tanah kuning." kata Rahardian lagi.
Zaki pun melihat ke arah motor yang dikendarai dua adik mereka itu. Memang terlihat sisa tanah kuning menempel di ban motor yang dua tahun lalu dibelikan oleh Rahardian untuk dua remaja itu.
Zaki menghela nafasnya dengan cukup panjang. Dia tak bisa diam saja membiarkan mereka yang pergi tanpa ijin.
Zaki takut jika adiknya mengulang kembali kisah mbak mereka dulu. Dan kini tanggung jawabnya bukan hanya Zahra namun juga Anya.
"Kayaknya malam ini aku bakalan interogasi mereka, mas. Aku takut kalau mereka janjian sama cowok-cowok gak beres di luar sana." kata Zaki dengan khawatir.
Dia kembali merasakan dejavu, saat mbaknya yang sering berbohong karena bertemu Bayu, mantan suami Raina.
"Jangan di depan istri dan ibu kita, bisa panik mereka. Nanti kamu cari waktu yang tepat buat menanyakan kemana mereka, sampai-sampai harus berbohong. Dan sepertinya ini bukan yang pertama kali mereka melakukannya." kata Rahardian pada Zaki
Adik ipar Rahardian pun menganggukkan kepalanya. Memang benar jika April atau Raina tau mereka pasti akan heboh dan mengomeli dua remaja itu.
Dan hal itu pasti akan membuat dua remaja itu tak nyaman terutama Anya, adik iparnya.
"Mas Iyan, dipanggil sama mbak Iin. Katanya kepengen makan rendang jengkol. Suruh cariin di warteg dekat rumah Omanya Rayyan." kata April yang tiba-tiba sudah muncul di belakang mereka berdua dan sontak saja mengagetkan Rahardian juga Zaki.
"Duh, anakku yang satu ini makanannya kok suka yang aneh-aneh sih, gak jengkol, ya petai." kata Rahardian lalu masuk ke dalam rumahnya menghampiri istrinya yang sedang hamil anak ketiga mereka.
Walaupun Rayyan bukan anak kandung Raina, tapi wanita itu selalu menganggap jika dia ibu kandung bocah yang kini berusia sembilan tahun itu.
Bahkan Raina selalu saja mengatakan jika dia sedang hamil anak ketiga, karena baginya Rayyan adalah anak pertamanya.
Rahardian memang seorang duda anak satu saat menikah dengan Raina yang juga seorang janda. Mereka bertemu kembali setelah berpisah dengan pasangan masing-masing dan merasakan cinta lama yang belum kelar hingga akhirnya menikah.
Raina yang sering dipanggil Iin oleh orang terdekatnya itu menikah dengan suami pertamanya saat usianya sangat belia. Namun ternyata pernikahan itu justru membuat Raina tersiksa.
Dan Zaki selalu merasa takut jika adik dan adik iparnya juga mengalami hal yang serupa dengan kakaknya.
Zaki masih berdiri sambil menatap kosong ke arah rak sepatu itu. Dalam hatinya berharap agar kedua gadis remaja itu tak melakukan hal yang aneh-aneh. Apalagi melakukan kebohongan seperti yang dilakukan oleh mbak nya dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Anonymous
k
2024-08-30
0
🌸nofa🌸
wah ternyata ada sequelnya ya, baru tau kakak. telat saya🤣
2024-06-25
0
Arsyila Syafika
.
2024-06-14
0