NovelToon NovelToon
My Director My First Love

My Director My First Love

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / CEO / Kehidupan di Kantor / Romansa
Popularitas:4.1M
Nilai: 4.6
Nama Author: arsyazzahra

Pernahkah kalian membayangkan, bagaimana rasanya bertemu mantan, yang tak lain merupakan cinta pertamamu?

Bella tak menduga jika ia kembali dipertemukan Arfa. Sosok mantan kekasih sekaligus cinta pertamanya, yang tak lain adalah Direktur baru tempatnya bekerja. Semula ia merasa percaya diri menganggap jika keadaan masih sama. Namun, sikap Arfa yang dingin dan ketus terhadapnya, membuatnya harus sadar diri, rasa percaya dirinya itu seketika terenggut dengan paksa. Bella memaksakan diri untuk membuang jauh-jauh perasaannya.

Namun, bagaimana jika keadaan justru membuatnya harus terus berdekatan dengan Arfa. Membuat rasa cinta itu tumbuh semakin besar. Seiring sesuatu alasan yang membuat Arfa berubah pun terkuak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arsyazzahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Laki-laki Percaya Diri

Keesokan harinya. Kali ini Bella datang tepat waktu. Melewati ruang direktur, Bella menarik nafas lega kala merasa sang atasan belum tiba. Bella meletakkan tas miliknya di atas meja. Merapikan pakaian dan rambut panjangnya, ia mengambil ikat rambut mengikatnya secara asal. Akhir bulan banyak laporan yang harus ia kerjakan.

“Bella?” panggil Sima sedikit berteriak.

Bella yang sudah selesai mengikat rambutnya pun menoleh, melihat sahabatnya itu sedikit berlari ke arahnya dengan nafas yang terengah-engah.

“Kau kenapa?" tanya Bella heran.

“Gila! Ini benar-benar gila,” kata Sima heboh sendiri.

Bella hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah sahabatnya itu. Menarik kursi Bella mendudukan dirinya di sana.

“Banyak cowok ganteng bertebaran di kantor ini, Bell.” Sima semakin menggerutu heboh.

“Maksudnya karyawan baru?” tanya Bella. Karena memang tadi saat baru tiba di lobi ia melihat orang-orang baru di sana.

Sima hanya mengangguk antusias.

“Ganteng dari Hongkong? Orang udah pada berumur gitu,” lanjut Bella.

“Justru itu, kalau yang berumur itu justru yang matang dan banyak pengalaman, Bell.”

Bella menoleh ke arah Sima. “Jadi ceritanya, sekarang kamu penggemar cowok matang ya? Udah bukan opa Korea lagi?"

“Ihh bukan begitu juga, Bell. Suami halu ku tetap opa Korea. Tapi, kita kan juga butuh yang real. Ini matang Bell, pesonanya loh... Hot.”

Bella menggelengkan kepalanya, mulai menyalakan monitor komputer di depannya. “Justru karena yang udah matang itu, Sim. Pasti mereka udah ada yang punya. Dan emang kamu mau jadi yang kedua? Lalu disebut pelakor gitu?”

“Ya gak semua kali, Bell. Mana tahu ada yang masih bujang tua, atau malah duda, Bell.”

Bella hanya mendengus tak lagi menanggapi ucapan Sima. Pandangannya justru mengarah ke depan, tepat saat itu sang Direktur baru saja tiba, di belakangnya tampak terlihat Yudi dan Agus mengikutinya. Sebelum masuk ke ruangan, tampak Arfa juga menoleh ke arahnya. Hingga tatapan keduanya saling bertemu. Namun, beberapa detik kemudian pandangannya terputus mana kala Agus bertanya perihal sesuatu, Arfa kemudian berlalu masuk ke dalam ruangannya. Aksi, Arfa dan Bella itu tidak luput dari tatapan Sima.

“Cie pandang-pandangan sama Pak Arfa,” goda Sima.

“Apaan sih?!” Bella mencebik berusaha kembali fokus pada kerjaan di depannya.

“Kaya lagu Gamma, Bell. Gini loh... Awalnya pandang-pandangan. Habis itu senyum-senyuman. Datanglah perasaan minta diperhatikan. Hati senang tidak karuan. Pikiran pun melayang-layang. Selalu terbayang-bayang.” Sima terus bernyanyi dengan nada dibuat-buat sengaja untuk menggoda sahabatnya itu.

“Diam!” sentak Bella dengan kedua mata melotot. “Suaramu itu ganggu banget tahu gak. Fals buat aku ngantuk,” sambungnya.

Terdengar tawa di belakang mejanya, membuat Sima menoleh. “Napa ketawa-ketawa! Sirik aja gak pernah dengar orang cantik nyanyi ya,” dengusnya pada Bakti.

“Basi! Suara kaya kaleng ditendang aja pamer,” cibir Bakti.

Bella hanya menggelengkan kepalanya, kalau dua sahabatnya itu sudah beradu mulut rame dan tak akan ada habisnya.

“Berteman sama mereka tuh. Harus banyak-banyak punya stok kesabaran, Bell.” Dimas yang sejak tadi diam pun ikut bersuara. Bella hanya menganggukkan kepalanya.

“Aku itu sebenarnya, cuma penasaran aja sama Pak Arfa dan Bella. Melihat sikap mereka tuh kaya ada sesuatu yang terpendam gitu,” kata Sima penasaran. Membuat Bella, menghentikan gerakan jarinya yang tengah mengetik, lalu menoleh ke arah sahabatnya itu. Namun, baru saja ia mau menyahut terdengar Pak Agus yang memanggil Bella untuk menghadiri meeting.

🦋🦋

“Jadi, ada kehebohan apalagi tadi saat rapat, Bell?” tanya Sima ketika Bella sudah bergabung dengannya makan siang. Dan gadis itu tengah menyantap semangkok bakso, dengan level pedas.

“Gak ada. Cuma bahas visi misi perusahaan, sama penempatan karyawan baru. Kebanyakan dari mereka ditempatkan di divisi keuangan. Dengar-dengar sih mereka pindahan dari kantor Pak Arfa yang lama. Mungkin memang udah kompeten kali ya,” terang Bella.

Bakti dan Dimas hanya mengangguk. “Kamu itu sebenarnya makan bakso rasa sambal apa sambal rasa bakso sih, Bell?" tegur Bakti heran.

“Apa bedanya?”

“Lihat kuah bakso yang kamu makan itu, perut aku udah meronta-ronta minta ke kamar mandi, Bell.”

“Sialan!” umpat Bella.

Bakti tertawa. “Bell, mau dengerin aku nyanyi gak?” tawarnya.

“Males!”

“Sebentar saja. Aku punya lagu untukmu!” Bakti menaikkan turunkan kedua alisnya. “Dengerin ya baik-baik,” sambung Bakti berdehem pelan, sebelum kemudian ia bernyanyi.

“Isabella adalah kisah cinta dua dunia. Mengapa kita berjumpa, namun akhirnya terpisah? Dia Isabella emmm...”

Nyanyian Bakti terhenti begitu Sima mengambil kerupuk lalu memasukkan ke dalam mulutnya. “Aku pengen muntah denger suara kamu nyanyi. Udah diem, kalau mau curhat jangan di sini,” omelnya yang menganggap jika Bakti bernyanyi karena curhat tentang perasaannya pada Bella yang tak terbalas.

Dimas dan Bella sontak terbahak melihatnya. Bakti mengambil kerupuk di mulutnya. “Sirik aja kamu, dasar Sim salabim. Mentang-mentang gak bisa nyanyi sebagus aku gitu.”

Usai makan siang, mereka berempat kembali ke kantor. Namun, ketika baru mau naik lift, tampak lift pun sudah terisi penuh dan hanya menyisakan Bella, dan seorang lelaki lainnya.

”Kalian duluan saja. Aku akan tunggu lift selanjutnya.”

“Tapi Bell....”

“Tidak apa-apa. Tutuplah,” perintah Bella seraya mengibaskan tangannya.

Bella memilih bersandar di dinding, menghadap ke arah loby. Sesekali mengetuk-etukan ujung kakinya pada lantai. Kadang pula ia menatap kakinya.

“Hai, apa kabar?” Laki-laki yang sedari tadi menatapnya sekarang mencoba menyapanya. Entah bagaimana, dia berdiri tepat di sebelah Bella. Padahal seingatnya tadi lelaki itu hanya mengamatinya dari jarak yang lumayan jauh.

Bella tak ingin meladeninya, lalu menggeser tubuhnya mendekati pintu lift. Lelaki itu juga beringsut mendekatinya, membuat Bella sebal.

“Kamu anak marketing ya? Aku berada tepat di bawahmu. Namaku Dario.” Laki-laki itu mengulurkan tangannya yang dihiasi batu akik. Senyumnya penuh percaya diri, membuat lalu lalang orang yang lewat menatap ke arahnya.

Dengan terpaksa demi tidak membuatnya merasa malu. Bella pun menjabat tangannya, lalu beringsut menjauh. Sempat terpikir untuk berlari menggunakan tangga, tapi jika dipikir lebih dalam lagi, ia tidak akan sanggup menapaki satu persatu anak tangga, mengingat ia baru saja makan, perutnya bahkan terasa begah.

“Bella,” sapanya melunak, seakan mengerti ketakutan gadis itu. Namun, sapaannya justru membuat Bella terkejut, karena merasa tidak pernah memberitahukan namanya. Bahkan id card miliknya selalu ia simpan di saku. Bella hanya akan memakainya ketika sudah berada di lantai tempatnya bekerja. “Benar namamu Bella kan? Aku sering memperhatikan mu. Apa bisa aku meminta nomor handphone mu?” sambungnya tanpa malu-malu. .

Bella berusaha bersikap tenang. Ia sudah sering menghadapi orang seperti Dario, yang memiliki tingkat kepercayaan diri setinggi langit.

“Maaf, tapi aku tidak tertarik untuk memberikan handphone ku!” tolak Bella tegas.

“Kenapa?” tuntut Dario dengan tatapan tak percaya.

“Tidak ingin saja.”

“Ayolah, jangan sombong begitu Bell. Kita bisa berteman dengan asyik, aku berjanji. Mana nomor handphone mu?”

Kemarahan Bella nyaris tumpah. Bahkan giginya sudah bergemelutuk kesal. Namun, belum sempat ia mengomel, suara seorang lelaki yang tidak asing baginya terdengar.

“Dia tidak ingin memberikan nomor ponselnya, harusnya kau sadar diri. Kenapa masih memaksa!!”

Bella terkejut saat tiba-tiba Arfa sudah berdiri di sisinya.

1
Murti Ningsih
kan Bella sendiri yg minta putus. jadi wajar klw Arfa bersikap acuh terhadap Bella
Anonymous
keren
Ni komang Utari ariani
Kecewa
Ni komang Utari ariani
Buruk
Endang Purnama
sesek ooy
Nur Adam
smgt untuk krya mu thoor
Aisah Zahra
Semoga beliau n arfa kembali bersama
𝒮🍄⃞⃟Mѕυzу​​​᭄
...
Dwi Winarni Wina
Arfa dulu sangat hangat dan lembut berubah jd dingin dan kayak membenci bella,,,,
Anonymous
keren
Elvi
knpa blm ada lanjutanx
😝
Paling ga suka baca novel yg cerita nya si wanita di buat goblok kayak gini, itu akan buat kita jd ikutan goblok
Fitri Ummu Arsyaqila
Luar biasa
Hasanah
di arfa lai. du mult lain di hati
😝
Lagian biasanya klo yg bikin kopi CEO ya sekretaris ya, lah ini knp juga karyawan lain kan di luat nurul ceritanya
Yunea Shanchai: ini kan novel ,cerita halu..suka2 penulis nya lh..nikmati aja kak..
Hasanah: kan yg mau buat kopi kbelet pipis ,karena ad kesempatan Bella menawarkan dri untuk buatkan kopi untuk arfa
total 2 replies
murniati cls
mamanya kek tak syg ya sm Arfa, mamanya LBH menyayangi abgnya
murniati cls
kok ayahnya tak bcr sdktpun, biasanya bila ibunya gitu ayahnya beda ya
murniati cls
keknya dulu dia mnta putus uga Krn ibunya deh,Krn dia miskin jd ibunya tak suka
murniati cls
mgkn mamanya uga dibohongi sm Olivia ini,
Safta Anggraini
bagus ceritanya... ringan ga byk konflik tp buat baper...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!