Tari tiba-tiba jadi buronan debt collector setelah kekasihnya menghilang berbulan-bulan. Tari dipaksa melunasi utang Rp500 juta meski dirinya tak pernah mengajukan pinjaman sepeser pun.
Putus asa mendapat ancaman bertubi-tubi hingga ingin mengakhiri hidupnya sendiri, Tari mendadak dapat tawaran tak terduga dari Raka.
Pewaris keluarga konglomerat tersebut berjanji melunasi utang yang dibebankan kepada Tari jika gadis itu mau menjadi istrinya. Raka bahkan bersedia membantu Tari balas dendam pada sang kekasih.
Apa yang sebenarnya telah terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sekarani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan 10 Tahun Lalu
Kecelakaan Beruntun Tewaskan Putra Sulung Konglomerat Terkaya di Indonesia
Anak Bos Bhaskara Tewas akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Polisi Sebut Hujan Deras dan Rem Blong sebagai Pemicu Kecelakaan Maut di Kotabaru Jogja
Berbekal hasil curi dengar omongan karyawan mal, Tari coba mencari tahu tentang kasus kecelakaan yang sekiranya pernah melibatkan keluarga Bhaskara.
Hasil berselancar di internet, ternyata memang pernah terjadi insiden besar 10 tahun lalu. Ada banyak berita tentang kecelakaan beruntun dengan tiga korban tewas yang salah satunya adalah anak pertama Praba Putra Bhaskara.
Bukan Raka, melainkan kakaknya, Endra Dhananjaya Bhaskara.
Peristiwa nahas itu terjadi saat hujan lebat disertai angin kencang. Ketika melintasi lampu lalu lintas ke arah selatan, mobil yang dikendarai Endra tiba-tiba ditabrak truk kontainer dari sisi kanan.
Kendaraan pengangkut peti kemas itu melaju tanpa terkendali dari arah timur, menerobos lampu merah, diduga akibat masalah rem blong. Tak hanya menghantam kendaraan pribadi Endra, tetapi juga beberapa mobil dan pengendara sepeda motor lain yang ada di lokasi kejadian.
Endra sempat dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namun, nyawanya tak terselamatkan karena cedera parah dan kehilangan banyak darah.
Sejak kecil, Endra Dhananjaya Bhaskara digadang-gadang menjadi pewaris Bhaskara Group. Tak ada yang menyangka, sang putra mahkota justru meninggal dunia di usia muda.
Tari refleks berdecak kesal saat membaca paragraf terakhir dari artikel panjang yang ditulis wartawan media lokal.
"Bisa-bisanya narasi seperti ini ditulis pada hari pemakaman korban. Kenapa nggak sekalian ditambah pertanyaan, 'Siapa yang bakal naik takhta selanjutnya?'. Lebih dramatis!' ujar Tari emosional.
Tari kembali membaca judul-judul berita yang muncul pada mesin pencarian di layar ponselnya.
Tak lama kemudian, Tari menghela napas, berharap bisa menghilangkan rasa sesak yang sedari tadi mengusik dadanya.
"Keluarga korban jelas sedang berduka karena kehilangan orang yang sangat dicintai. Siapa peduli soal pewaris, putra mahkota, atau apalah itu. Kenapa media massa sangat buru-buru menyinggung perkara itu? Jahat ...."
Tari duduk sendirian di meja makan yang sangat besar. Seharusnya dia makan malam bersama Raka, tetapi suaminya itu mendadak pergi setelah menerima telepon entah dari siapa. Anggota keluarga lainnya juga belum ada yang pulang.
Tari sebenarnya sudah selesai makan setengah jam yang lalu. Namun, Tari enggan beranjak karena berpikir di mana pun dia berada, entah kamar tidur atau ruang makan, rasanya tetap sama. Sepi.
Tari bukan tipe orang yang mudah merasa kesepian. Dia senang menghabiskan waktu bersama banyak orang, tetapi juga tak masalah jika mesti melakukan apa pun sendirian.
Hanya saja, semenjak tinggal di kediaman Keluarga Bhaskara, kesepian seolah jadi nama tengah Tari. Dia hampir selalu merasa sepi, bahkan saat seluruh anggota keluarga berkumpul bersama.
Rasanya benar-benar sangat berbeda dibanding saat Tari menghabiskan waktu bersama keluarga besar Gani. Dulu, seingat Tari, dia tidak pernah mengeluh kesepian, apalagi merasa asing.
Ah, sial! Kenapa aku mendadak ingat cowok sialan itu lagi?!
***
"Sial!"
Di tempat berbeda, orang yang membuat Tari mengumpat dalam hati juga melakukan hal serupa. Bedanya, bukan karena teringat kenangan masa lalu mereka, melainkan frustasi setelah membaca pesan tagihan pinjol yang baru saja dia terima lagi.
"Kenapa, Sayang? Ada yang nggak beres?"
Suara Tania membuat Gani refleks memasukkan ponselnya ke saku celana. Jangan sampai istrinya ini tahu soal perkara pinjol. Bisa berantakan semua rencana.
"Nggak ada apa-apa, Sayang. Maaf, ya. Aku kelepasan ngomong kasar."
Duduk di sofa berukuran besar, Gani tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya. Tania pun segera menyusul duduk untuk mendapatkan pelukan hangat dari suaminya.
Gani mengecup singkat bahu Tania yang sedikit terbuka, lalu menciumi leher istrinya, mengendus aroma lembut sabun mahal kesukaan sang istri.
Gani tahu Tania sengaja menggodanya dengan berpakaian seksi. Perempuan itu menghampirinya dengan hanya mengenakan kemeja putih kebesaran yang beberapa kancingnya dibiarkan tidak tertaut.
“Mau coba main di sofa?” bisik Gani sambil mulai menjelajahi tubuh pasangannya dengan gerakan tangan nan sensual.
Setelahnya, pasangan pengantin baru ini menikmati ciuman panas dan saling melumat bibir dengan hasrat yang begitu menggebu.
tapi aku suka gaya penulisan authornya
5 like + /Rose/buatmu sebagai hadiah perkenalan.
semangat menulis terus ya
Terima kasih untuk dukungannya! Semoga suka dengan kisah yang disajikan /Smile/