Istri Darurat Pewaris Takhta Konglomerat

Istri Darurat Pewaris Takhta Konglomerat

Tagihan Pinjol Sialan

Pria ini berbahaya!

Berpelukan dengan pasangan sah mestinya tidak terasa salah, tetapi Tari sungguh gelisah saat pria yang barusan resmi menjadi suaminya itu merapatkan tubuh mereka dalam sekali hentakan.

"Kita sudah pernah melakukan yang lebih dari ini …."

Sang mempelai pria tersenyum tipis disuguhi ekspresi terkejut Tari. Mata membola dengan pipi yang bersemu merah membuat istrinya sungguh tampak menggemaskan. Pikirnya, menyenangkan sekali bisa mendapatkan seseorang yang beberapa hari lalu menolak keras pernikahan balas budi ini.

"Supaya ini segera berakhir, saya akan mencium kamu sebentar. Boleh?"

Raka sialan!

Tari refleks mengumpat dalam hati. Berpelukan saja sudah sangat terasa tidak benar baginya, apalagi ciuman? Namun, apa yang terjadi beberapa saat kemudian, rasanya membuat Tari layak memaki dirinya sendiri. 

Di depan semua orang, Raka dan Tari berciuman. Mesra dan penuh gairah.

Mulanya Raka hanya sekedar menempelkan bibirnya pada bibir Tari. Pria ini cuma ingin fotografer segera mendapat foto pernikahan terbaik sehingga sesi pemotretan super canggung antara dirinya dan Tari juga cepat berakhir.

Tak disangka, Tari memberikan reaksi yang seketika menyulut hasrat pasangan pengantin baru ini. Dia membuat ciuman yang mestinya berakhir justru berlanjut.

Lupakan kecupan lembut, tak ada yang lebih menarik dibanding ciuman intens dan saling menuntut. Keduanya sama-sama menikmati pagutan bibir yang membuat tubuh mereka terasa panas.

Mengabaikan orang-orang yang tak berkedip menyaksikan interaksi intim mereka, Raka dan Tari Terus berciuman seolah tak ada hari esok. 

Tangan Raka yang awalnya merengkuh pinggang Tari, mulai bergerilya di punggung sang istri. Tari pun tanpa sadar meremas rambut Raka dengan kedua tangan yang sedari tadi melingkar cantik di leher suaminya. 

Entah siapa yang nantinya mau mengakhiri ciuman buru-buru itu. Namun, Raka dan Tari sungguh terlihat seperti pasangan suami istri yang saling mencintai.

Padahal, tidak.

Belum lama ini, Tari baru saja patah hati. Seharusnya tidak semudah itu baginya untuk jatuh cinta kembali.

Jadi, bagaimana bisa Tari berakhir menikah dengan pria yang tidak dia cintai?

*** 

Beberapa hari lalu, Tari masih sibuk meratapi nasib sialnya sebagai perempuan yang hidup sebatang kara. Kehidupan Tari yang tenang dan biasa-biasa saja berubah kacau akibat ulah cinta pertamanya.

Orang-orang mungkin menganggap patah hati sebagai bagian paling menyedihkan dalam kehidupan percintaan, tetapi Tari tidak sepakat. Sakitnya patah hati ternyata tak seberapa dibanding kemarahan Tari setelah tahu dirinya menjadi tumbal pinjaman online.

Setelah lebih dari tiga bulan tak bisa menghubungi kekasihnya, mengapa penantian panjang Tari harus berujung tagihan utang Rp500 juta plus bunganya?

Ini adalah hari ketiga Tari menerima bombardir pesan bernada ancaman dari penagih utang tak beradab. Sejak awal, kata makian tidak pernah absen. Tari sampai bisa membuat kebun binatang imajiner bermodal daftar caci maki yang dilontarkan padanya.

"Solusinya cuma satu. Jual diri. Cukup satu langkah, masalah musnah."

Ada banyak momen di mana Tari menyesal punya sahabat seperti Sandra. Celetukan laknat Sandra barusan adalah contohnya. Bagaimana bisa Sandra mengusulkan ide segila itu dengan ekspresi datar tanpa dosa?

"Seandainya memang bisa, itu adalah solusi paling realistis. Masalahnya, aku nggak tahu cara mendapatkan klien kaya raya yang cukup gila untuk melunasi utang sialan itu dalam sekali waktu," ungkap Tari dengan wajah serius.

Bukan tanpa alasan Tari dan Sandra bisa mendadak bersahabat beberapa tahun lalu. Dua perempuan ini punya banyak kemiripan, termasuk soal cara bicara yang sama-sama cenderung sarkas.

Hening sejenak, lalu Sandra tersenyum menghina. Senyumannya segera berubah menjadi tawa ringan. Dia akhirnya tak tahan untuk menertawakan kesialan Tari yang merupakan definisi nyata peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga.

Tari pun ikut tertawa. Biarpun momennya lebih cocok dengan adegan banjir air mata, Tari meyakini bahwa salah satu cara bertahan hidup terbaik adalah menertawakan segala kebodohan dan kesialannya di dunia yang kejam luar biasa ini.

Tari sudah berpacaran selama lebih dari tujuh tahun dengan Gani, pria yang kini membuatnya jadi buronan debt collector. Selama menjalin hubungan, Tari selalu merasa Gani adalah pasangan terbaik yang dikirimkan Tuhan kepadanya.

Gani tidak keberatan dengan status Tari sebagai anak yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan. Keluarga Gani yang dikenal cukup terpandang di Surabaya juga tidak mempermasalahkan hal itu. Kedua orang tua Gani bahkan sering mengatakan bahwa mereka menyayangi Tari layaknya anak kandung.

Lulus kuliah, Tari bekerja sebagai penulis lepas dengan penghasilan tak menentu di Jogja. Gani selalu ingin menanggung biaya hidup Tari, tetapi Tari tak ingin menjadi beban sang kekasih.

Di sisi lain, Gani berkarir sebagai hotelier yang penghasilannya jauh lebih besar dari Tari. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun, dia berhasil menduduki jabatan sales manager di hotel bintang lima.

Di mata Tari, Gani adalah kekasih yang rupawan, romantis, perhatian, dan berkecukupan secara finansial. Calon suami idaman yang rasanya terlalu sempurna untuk menjadi nyata.

Sayangnya, kesempurnaan itu sudah sepenuhnya sirna. Gani tiba-tiba menghilang dari kehidupan Tari. Gani meninggalkannya tanpa penjelasan apa pun. Pertemuan terakhir mereka bahkan bertabur momen romantis. Tari sungguh tak mengerti apa yang membuat Gani mendadak mencampakkan dirinya.

Saat Tari coba mencari Gani di tempat kerjanya, dia diberi tahu bahwa Gani sudah berhenti bekerja. Teman-teman Gani yang Tari kenal hanya bungkam saat ditanya soal keberadaan pria itu. Mereka mengaku tidak tahu apa pun, tetapi Tari yakin ada sesuatu yang sengaja ditutupi darinya.

Bukan hanya 1-2 kali Tari berusaha menghubungi orang tua Gani. Hasilnya? Nihil. Panggilan telepon Tari selalu diabaikan. Tari juga berkali-kali bertanya soal Gani lewat pesan singkat, tetapi tidak ada satu pun yang dibalas.

Jika bukan karena peringatan keras Sandra soal harga diri perempuan, Tari pasti sudah nekat pergi ke Surabaya untuk mendatangi keluarga Gani.

"Harga dirimu sebagai perempuan adalah harga mati! Jangan terlihat seperti pengemis di depan keluarga pria pengecut itu!"

Saat Sandra mengatakannya dengan nada tinggi, Tari memang sempat marah. Namun, dia kemudian menyadari bahwa ucapan Sandra layak didengar. Terlebih setelah mendapati dirinya ditumbalkan Gani, Tari sungguh bersyukur karena setidaknya masih punya harga diri yang tidak dengan cerobohnya dia jatuhkan sendiri.

"Hidup bisa kayak skenario pasaran drama romansa nggak, sih? Mau banget tiba-tiba ketemu CEO ganteng, kaya raya, dan entah kenapa bisa-bisanya jatuh cinta sama rakyat jelata," gumam Tari yang perlahan meletakkan kepalanya di atas meja.

Sandra buru-buru menjauhkan tumpukan piring kotor di meja agar tidak mengenai kepala Tari. Dia tak ingin rambut sahabat malangnya itu jadi bau sambal bawang khas ayam geprek yang barusan mereka santap.

"Ada cara yang efektif untuk membuat CEO ganteng kaya raya jatuh cinta sama rakyat jelata," kata Sandra dengan ekspresi berpikir keras.

"Apaan?"

"Guna-guna."

Tari langsung menghela napas tanpa mengubah posisinya di meja. "Capek banget berteman sama orang gila," ujarnya lemas.

Tanpa bicara apa pun lagi, Sandra kemudian hanya menepuk-nepuk pelan bahu Tari. Sesungguhnya dia juga bingung harus bagaimana membantu Tari.

Masalah mestinya berakhir jika utang segera dilunasi, kan? Sayangnya, Sandra juga bukan golongan tajir melintir, jadi tak ada jalan halal baginya untuk mendapatkan uang Rp500 juta dalam waktu singkat.

Ponsel Tari yang tergeletak di meja bergetar karena ada panggilan telepon masuk. Layarnya memperlihatkan nomor tak dikenal, tetapi hampir bisa dipastikan bahwa itu adalah komplotan pinjol.

"Boleh aku angkat?" tanya Sandra hati-hati.

Tari malas-malasan kembali menegakkan duduknya. Dia menatap ponselnya yang masih bergetar selama beberapa detik, lalu menggelengkan kepala.

"Pernah sekali aku angkat, telingaku sakit bukan main dengar mereka marah-marah," ungkap Tari.

Nomor yang sama menelepon hingga lebih dari tiga kali, tetapi semuanya didiamkan Tari. Setelahnya, gadis itu mendapat beberapa pesan suara.

Begitu diputar satu per satu, perhatian semua orang di warung makan langsung tertuju pada meja yang ditempati Sandra dan Tari.

"Mau sampai kapan menghindar terus? Utang itu dibayar! Jangan cuma mau enaknya doang! Udah puas foya-foya, 'kan? Sekarang waktunya bayar! Jangan pura-pura nggak tahu apa-apa!"

"Dasar kamu perempuan murahan! Jual tubuh saja biar utangnya cepat beres! Jangan sok suci!"

"Sampai besok pagi belum lunas, saya sebar foto-foto kamu biar kamu lebih gampang jual diri! Kalau nggak mau malu seumur hidup, bayar utang! Dasar perempuan tak tahu diri!"

Bohong jika Tari mengatakan bahwa dirinya tidak sedikit pun terpengaruh. Sejak hari pertama diteror debt collector, dia sebenarnya ketakutan setengah mati. Kini Tari mulai berpikir, apa dia memang harus jual diri untuk mengakhiri masa sulit ini?

Terpopuler

Comments

R. Danish D

R. Danish D

baru mulai udh kissu kissu
tapi aku suka gaya penulisan authornya

2024-04-27

1

R. Danish D

R. Danish D

ah sakit telinga, tolong

2024-04-27

1

Anita Jenius

Anita Jenius

Salam kenal thor..

2024-04-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!