Who Is?

"Tuan sangat mengkhawatirkan Anda, Nona," ucap pengawal itu lagi.

Langkah Anna yang hendak masuk pun terhenti. Ia berbalik badan sambil tersenyum kecut. "Mengkhawatirkan bukan berarti dia akan langsung pulang, 'kan?"

Pengawal itu terdiam. Anna mendesah pelan kemudian ia kembali masuk ke dalam tokonya. Ia membiarkan Zoya berbicara dengan pria yang tadi membantunya, Anna hanya ingin berdiam diri di dalam sambil memikirkan solusi untuk masalahnya.

Berbeda dengan Zoya yang saat ini diam. Ia tidak tahu harus berkata apa, haruskah ia mengadu pada Kenzo tentang Laura yang dipecat dan kini entah berada di mana?

"Beberapa waktu yang lalu aku bertemu dengannya di jalan," ucap Kenzo memecah kebisuan.

Mendengar ucapan Kenzo tersebut Zoya pun langsung menatap lelaki ini, berharap Kenzo mengetahui sedikit kabar dari sahabatnya itu.

"Dia akan menikah? Dengan siapa? Mengapa aku tidak pernah melihatnya bersama lelaki lain? Mengapa Zoya?"

Pertanyaan Kenzo jelas lebih membingungkan untuk Zoya. Laura menikah? Kalaupun bisa Laura pasti memilih Kenzo. Zoya tahu perasaan sahabatnya itu.

"Menikah? Kata siapa? Aku saja bingung mencarinya ke mana. Beberapa hari yang lalu Laura sakit, paginya aku masih sempat membawakannya bubur, tetapi saat aku kembali ternyata dia telah diusir dengan alasan dipecat tanpa memberitahu apa kesalahannya. Nona Anna saja tidak tahu menahu tentang pemecatan itu."

Wajah Zoya menjadi muram. Kenzo yang mengetahui hal ini juga kaget dan menanyakan kapan persisnya kejadian Laura itu dipecat. Saat Zoya menceritakannya Kenzo pun kembali mengusap wajahnya dengan kasar. Hari itu adalah hari di mana ia menemukan Laura di jalan dengan keadaan hujan deras.

"Mengapa aku tidak peka? Laura pasti sedang sangat terpuruk saat itu. Aku harusnya mengerti. Bos kalian juga sangat jahat dan tidak berperasaan. Ah, entah ke mana aku harus mencari Laura. Dia sungguh malang," lirih Kenzo.

Zoya menarik tangan Kenzo dan menggenggamnya dengan erat. Matanya menatap Kenzo penuh harap hingga lelaki itu salah tingkah. "Ken, temukan Laura. Dia pasti saat ini sedang kesulitan. Aku mohon, Ken."

Kenzo menepuk punggung tangan Zoya. "Pasti, aku pasti akan menemukannya."

Zoya mengangguk haru. "Asal kamu tahu Ken, Laura itu sepertinya menyimpan perasaan yang sama padamu tetapi dia tidak ingin kekurangannya menjadi kelemahanmu. Dia tidak percaya diri untuk bersanding denganmu. Cari dan temukan dia, Ken. Semoga kalian berjodoh," ucap Zoya diiringi senyuman yang begitu menenangkan jiwa Kenzo.

Andai Zoya tahu, ucapannya tersebut semakin membangkitkan semangat Kenzo dan rasa cinta itu semakin dalam tumbuh. Kenzo tidak peduli lagi, ia akan tetap membawa Laura ke sisinya. Sekalipun Laura menolak nanti, ia akan memaksanya. Laura adalah miliknya, dia sangat mencintainya.

****

Mahen mengusap wajahnya dengan kasar, sudah puluhan kali ia menghubungi Anna tetapi ia tidak mendapatkan jawaban apapun. Ia sudah tahu Anna pulang dengan selamat, ia juga tahu Kenzo yang menemukan Anna tetapi adiknya itu tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi pada Anna sebelumnya. Kenzo hanya menceritakan jika ia dan Anna tak sengaja bertemu.

Mahen juga akhirnya mengakui jika Anna adalah kekasihnya dan Kenzo pun paham mengapa ada begitu banyak pengawal Mahen di toko tersebut.

"Dia lari ketakutan. Seorang pria mengejarnya."

Begitulah ucapan Kenzo yang semakin membuat Mahen panik. Mahen tidak tahu tentang musuh yang coba menyerang Anna, ia sudah meminta Jack untuk mencari informasi siapa yang sudah bertemu dengan Anna, tetapi Jack malah menemukan CCTV restoran tersebut ada yang tidak dan ada yang sengaja tidak difungsikan.

"Anna, kamu ke mana? Mengapa tidak menjawab panggilanku?" erang Mahen, ia sudah sangat frustrasi memikirkan keadaan Anna tetapi kekasihnya itu sama sekali tidak mau memberikan kabar.

Dari pengawalnya ia tahu Anna berada di dalam kamar, hanya saja Anna enggan berbicara dengannya. Mahen tidak memaksa lagi, ia akan segera pulang untuk mencari tahu langsung keadaanya.

[Nanti malam aku akan pulang. Kamu tunggu aku di rumah]

Mahen bisa melihat pesannya langsung dibaca, hal ini jelas membuktikan jika ia sengaja diabaikan. Anna memang sedari tadi memperhatikan ponselnya, ia duduk di tempat tidur dan melihat panggilan Mahen yang terus menerus tanpa henti. Saat melihat pesan dari Mahen, bibirnya langsung membentuk senyuman.

"Aku hanya mau kamu pulang," lirihnya.

Sementara itu, Leon sedari tadi terus memperhatikan mimik muka Mahen yang terlihat tegang. Mereka harusnya mengurus beberapa hal agar tidak terlalu lama berada di negara ini, tetapi Mahen tidak terlihat fokus.

"Apa yang mengganggumu?" tanya Leon.

Mahen menghela napas. "Anna dikejar seseorang. Kenzo yang menemukannya. Apakah aku boleh pulang?" tanya Mahen. Ia tahu harusnya ia bersikap profesional, tetapi Anna yang tidak mau bicara dengannya membuat hatinya gelisah.

Leon menaikkan satu alisnya. "Di sana ada banyak pengawal. Dia pasti baik-baik saja. Tetapi aku tidak bisa menahan kamu, jika ingin pulang ya sudah pulang saja dulu. Pastikan keadaannya. Setelah itu kamu kembali lagi ke sini," ucap Leon, ia memberi saran seakan keluar negeri itu hanya sekadar keluar kota.

Mahen mengangguk. Pamannya ini memang paling mengerti dirinya. Padahal mereka belum lama tiba di negara ini, ia juga masih cukup lelah duduk berjam-jam di dalam pesawat, hanya saja keadaan Anna jauh lebih penting.

'Semoga cintamu tidak membuatmu salah menentukan pilihan,' gumam Leon dalam hati kemudian ia menepuk pelan bahu Mahen.

Seperti yang dikatakan Mahen, ia memang mengambil penerbangan malam bahkan bisa dikatakan dini hari. Keberangkatannya sempat tertunda karena ia kehabisan tiket pesawat, biasanya ia sudah memesan dari beberapa hari sebelumnya tetapi karena keadaan mendadak ia pun terpaksa harus menunggu.

Perjalanan memakan waktu berjam-jam akhirnya membawa Mahen kembali ke negara tempat ia tinggal. Di sana sudah ada Jack yang menunggu, tak lupa Mahen menghubungi Anna dan memintanya untuk tidak pergi bekerja sebab ia akan segera sampai.

Di rumah jelas Anna sudah sangat bahagia. Mahen mencintainya, Mahen bahkan rela bolak-balik keluar negeri hanya untuk memastikan keadaanya. Ia tidak akan meragu lagi, ia bahkan akan maju dan melawan pamannya. Akan ia ceritakan semua dari awal dan rencana pamannya tersebut. Mahen pasti melindunginya.

Mahen memejamkan mata, jujur ia lelah tetapi kecemasan terhadap Anna lebih mendominasi. "Bangunkan aku saat sudah sampai," ucap Mahen pada Jack yang mengemudikan mobil.

Baru saja beberapa detik mata itu terpejam, ponsel Mahen kembali berdering. Sebenarnya ia malas meladeni, tetapi begitu matanya mengintip ia menemukan ternyata yang menghubunginya adalah pengurus vila. Ia langsung terpikirkan Laura.

"Ada apa?" tanya Mahen.

"Tuan, Nyonya Laura ditemukan tak sadarkan diri di kamar mandi."

'Sial!'

"Jack, kita ke vila!"