Gadis manis itu menghilang begitu saja meninggalkan luka yang cukup dalam untuk seorang sang most wanted. Hingga bertahun-tahun lamanya Darren memendam kebencian pada Dila
Setiap mengingat gadis itu darah Darren mendidih, Darren merasa terbuang, padahal Darren yang digilai para gadis itu memilih Dila, gadis sederhana yang energik. Darren tak ingin bertemu gadis itu lagi
Namun takdir berkata lain, ia malah dipertemukan lagi dengan Dila >>>>
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon irra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau tidak tahu yang terjadi sebenarnya
" Kau tidak tahu apa yang terjadi padaku Darren, tapi it's oke, begini lebih baik." Gumam Dila setelah membaca kembali pesan dari Darren sebulan yang lalu
Sejak saat itu Darren tak pernah lagi mendatangi Dila, bahkan di hotel pria itu sangat dingin seperti awal mereka bertemu. Keduanya sudah seperti orang asing. Sebenarnya Dila sedikit sedih dengan keadaan ini, Dila sedang hamil dan ia pikir ia sangat membutuhkan perhatian Darren
Tapi Dila adalah seorang wanita yang sudah kesepian sejak lama, ia ditinggal dibuang diabaikan. Bukan hal yang aneh untuk Dila, ia sudah terbiasa hingga hatinya telah lama mati. Meski hadirnya Darren, perhatian dan keperdulian pria itu membuat hati Dila sedikit mencair, itu sebabnya Dila sangat takut
Dila menarik nafasnya pelan, semuanya bukan kemauan Dila. Dila diposisi sekarang juga bukan karena kemauannya
" Pah, andai saja papa masih ada." Gumam Dila, ia termenung dibalkon apartementnya memandangi keadaan kota dipagi buta, pikirannya melanglang ke 10 tahun yang lalu
(Pov Dila)
Ketika itu aku tak berhenti menangis, aku kecewa dengan Mama. Selama ini aku pikir Mama adalah orang yang paling setia. Sebenarnya apa yang kurang dari Papa, kenapa Mama tega sekali. Aku tidak tahu harus berbuat apa, aku tidak mungkin bilang kan ke Papa mengenai Mama. Aku tidak mau keluargaku hancur, aku ingin kasih sayang Mama dan Papa selamanya untukku
Aku benar-benar tidak mau pulang, aku benci dengan rumah yang penuh kehangatan itu. Yang ternyata semuanya palsu
Lama aku berada dipersimpangan jalan, aku duduk disisi trotoar seperti seorang pengemis. Kedua mataku sudah sembab tak berbentuk. Disaat seperti ini aku benar-benar membutuhkan Darren, tapi tidak mungkin aku menceritakan aib keluargaku sendiri pada orang lain itu akan membuatku benar-benar malu
Menjelang malam, aku akhirnya kembali ke rumah. Tapi aku sungguh terkejut ketika melihat begitu banyak orang berdatangan ke rumahku. Semakin mendekati rumah firasaku memburuk, kakiku mulai gemeteran, entah kenapa airmataku mulai jatuh. Sampai didepan pintu gerbang
" Non darimana saja, Papa Non." Airmataku meluncur deras, bibirku membisu dan tubuhku terasa melemah
Bi Darmi membantu langkahku untuk masuk kedalam. Tubuhku ambruk saat itu, ketika melihat sekujur tubuh tak berdaya, sedang ditangisi beberapa kerabat Papaku
" Dila." Mama datang memelukku sambil menangis, aku seperti kehilangan arah saat ini. Dadaku benar-benar sakit dan nafasku terasa tercekat. Kenapa semua terjadi disaat bersamaan? Tubuhku melemas dan penglihatanku mengabur, aku tak sadarkan diri dan ambruk kelantai
" Akhirnya non sudah sadar." Ucap Bi Darmi dengan kedua mata sembabnya, wanita paruh baya yang jadi saksi kehidupanku semenjak dilahirkan Mama kedunia ini
" Yang sabar ya Non." Bi Darmi mengusap-usap punggungku, airmataku kembali tak tertahan. Ketika itu aku henar-benar menangis histeris membuat Bi Darmi memelukku
" Papa sudah tenang, jangan ditangisi lagi. Lebih baik doakan Non." Ucap Bi Darmi
Aku bahkan tak melihat Papaku untuk terakhir kalinya
" Aku ingin melihat Papa." Ucapku pilu
" Sudah selesai Non, bibi juga takut Non tidak akan kuat."
" Bi, apa yang terjadi?kenapa Papa?-" tanyaku terbata
" Tuan terkena serangan jantung Non."
( Pov berakhir)
Tak terasa airmata Dila menetes, sudah bertahun-tahun rasa sakit ditinggal sang Papa masih membekas dihatinya. Dila mencoba menguatkan dirinya dengan menarik nafas. Hari sudah siang, ia harus kembali bersemangat dan bekerja
Absennya Adrian pagi ini membuat Dila harus naik kendaraan umum. Pria yang selalu rajin mengantar jemputnya itu mengambil cuti karena ada urusan keluarga dikampung halamannya. Entah kenapa hari ini terasa berbeda untuk Dila, Dila merasa kepalanya pening. Padahal asupan gizi Dila sudah cukup pagi ini
Selama diperjalanan, Dila terus memijat pelipisnya. Sambil memegangi perutnya yang sedikit mulai membuncit
" Ya Tuhan." Gumam Dila dengan keringat dingin dikeningnya
" Apa aku masuk angin."
Setelah bersabar selama hampir satu jam, akhirnya Dila bisa sedikit bernafas. Sambil tertatih ia berjalan menuju hotel, rasanya Dila ingin menjatuhkan tubuhnya dikasur saat ini
Titttttttt
Bunyi klakson itu begitu kencang mengejutkan Dila. Ia hampir tertabrak mobil yang akan memasuki basement. Dengan wajah pucatnya Dila menoleh ke arah mobil, ia melihat Darren dan pacarnya didalam
" Minggir." Ucap Darren seraya melambaikan tangannya pada Dila
Dila segera memundurkan langkahnya memberi jalan untuk mobil Darren lewat. Dila memperhatikan mobil itu dengan secuil rasa sakit dihatinya
Tapi rasa sakit dihatinya tak sesakit kepalanya. Dila bukan wanita yang lemah, sejak dulu ia dilatih menjadi wanita yang tahan banting. Tapi hari ini Dila benar-benar merasa tak kuat, ia sampai berpegangan pada dinding agar bisa sampai menuju loker
Dilobi, lagi-lagi Dila harus menyaksikan hal yang tak mengenakan hatinya. Membuat perut Dila mual melihatnya
" Tolong." Guman Dila pelan berpegangan dan menyandar pada dinding
" Dila, kamu kenapa?" Suara cempreng Mery samar-samar terdengar
" Dila."
" Dila."
Bruggg
" Tolong." Mery berteriak membuat beberapa orang disana berdatangan. Petugas satpam segera membopong Dila
" Darren." Panggil Natasha karena Darren malah diam memandangi kerumunan dilobi
" Sayang." Akhirnya Darren tersadar, segera Darren kembali berjalan menuju lift untuk keruangannya
Tapi Darren tampak gelisah membuat Natasha heran
" Ada apa?"
" Nat, sepertinya aku sudah lapar lagi, tunggulah diruanganku. Aku akan membeli makan sebentar, sepertinya sakit lambungku sedang kumat." Ucap Darren beralasan
" Kenapa tidak menyuruh orang lain saja."
" Aku akan membelinya sendiri." Saut Darren melepaskan pegangan Natasha dilengannya lalu meninggalkan Natasha yang terpaku melihat gelagat aneh Darren
Tujuan Darren adalah klinik disekitaran hotel. Darren tentu melihat kejadian tadi, ia mengenal baik fisik Dila. Ternyata Darren masih punya hati nurani untuk khawatir pada wanita yang sedang mengandung anaknya itu
" Pak Darren." Sapa petugas satpam yang membawa Dila
" Kembalilah bekerja." Ucap Darren
" Baik pak."
Ketika petugas satpam itu akan pergi
" Tunggu." Darren mendekat sambil membuka dompetnya. Ia mengeluarkan beberap lembar uang merah
" Ambil dan tutup mulutmu!" Petugas satpam yang terheran-heran dengan kedatangan Darren itu akhirnya mengerti, ia mengambil uang dan pergi menuruti Darren. Darren tentu tak mau mengambil resiko kehamilan Dila diketahui banyak orang
" Apa ada hal yang serius?" Tanya Darren pada dokter
" Sepertinya ibu sangat kelelahan dan stress. Tekanan darahnya rendah, apa dia kurang tidur?"
Darren tak menjawab ia hanya menatapi wajah pucat Dila membuat dokter kembali bertanya padanya
" Apa ibu mengalami morning sickness?"
Darren menggelengkan kepalanya, ia tidak tahu karena sudah lama tak menemui Dila
" Berapa usia kandungannya?" Darren tampak berpikir sejenak
" Memasuki tiga bulan." Saut Darren
" Saya akan memberikan vitamin dan obat penambah darah ya pak."
Darren hanya mengangguk lalu duduk disisi ranjang. Ia menatapi Dila yang masih tak sadarkan diri. Darren mengulurkan tangannya hendak mengelus pipi itu tapi kehadiran dokter menghentikan Darren, ia menarik lagi jemarinya
"Ini diminum 3 x sehari ya pak."
Darren kembali mengangguk lalu mengambil obat yang dokter berikan padanya. Saat itu Dila bangun, ia terkejut karena berada ditempat asing tapi lebih terkejut lagi ketika melihat Darren didepannya
" Tadi pagi memangnya kau tidak sarapan?" Dila hanya diam tak menjawab pertanyaan Darren membuat Darren bergeser mendekat
Sang dokter yang melihat itu segera pergi meninggalkan keduanya
" Awas saja kalau terjadi sesuatu pada anakku." Bisik Darren menatap tajam
Tapi Dila masih tetap diam, ia hanya menatap kedua mata Darren yang tatapannya terasa menusuk ke hati Dila, sebenci itukah pria itu padanya
" Mulai sekarang kau harus memberitahuku, apa yang kau makan dipagi siang dan malam. Saat malam kau tidur jam berapa, kau harus memberitahuku. Kalau tidak, kau akan tahu akibatnya."
" Merepotkan sekali." Tambah Darren menggerutu menyimpan obat yang dokter berikan di sisi tubuh Dila lalu berlalu meninggalkan wanita itu