Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Ancaman pak lurah
Ratih memasang wajah sedih, yang dikatakan Bude Sukma ada benarnya juga.
Namun saat mereka sedang berbincang masalah genting yang ada didesa itu, Pak lurah langsung nyelonong masuk kedalam rumah Ratih dan mengebrak meja. Tentu saja hal itu membuat Ratih dan Bude Sukma langsung kaget.
"Sampean iki lurah! begini tata cara bertamu? ngak sopan!" Hardik Ratih mendelik kearah pak lurah.
"Meneng koe! (diam kamu)" Pak lurah menunjuk kearah wajah Ratih.
"Ada-apa ini Pak?." Bude Sukma berusaha menengahi.
Akan tetapi wajah pak lurah begitu gahar bahkan ia terlihat menunjuk kearah Ratih. "Sodaramu ini, sudah membuat onar di kampung ini, bahkan dengan keji dia menyantet keponakanku!" Teriak pak lurah pedas.
Melihat suasananya di dalam rumah itu nampak terlihat genting. Bude Sukma berusaha menengakan suasana, meminta pak lurah tetap tena.
"Ojo...ngentak! (Jangan membentak) jangan menuduh tampa bukti! kalau sampean tahu semua itu berati aku yakin, sampean tahu semuanya!" Ratih mendelik, nyalinya tidak sedikitpun takut mengahadapi sang kepala desa.
Pak lurah langsung gelagapan mendengar ucapan Rati. Nampaknya ia terjebak dengan ucapanya sendiri.
"Jangan asal bicara! tutup mulutmu!" kali ini nada pak lurah sudah sedikit di turunkan, namun tetap penuh dengan ancaman tatapan matanya.
"Seharusnya sebelum pak lurah datang memarahi saya, alangkah baiknya. Bapak suruh keponakan bapak intropeksi berlebih dulu!" Ratih masih telihat marah.
"Dia yang sudah membunuh anak saya!" Ratih merapatkan giginya. Pak lurah hendak kembali bicara namun langsung ia sehak.
"Tidak perlu berkilah pak! saya sudah tahu semua tentang kejahatan keponakan bapak itu! jadi apapun hal sekarang yang menimpa dengan Sinta dan juga warga desa ini, anggap saja itu semua adalah karma!" Ratih menatap pak lurah sinis.
Pak lurah makin malu, wajah pria tua itu langsung merah padam, ia begitu takut dengan kejahatan sang keponakan, yang mana ternyata Ratih sudah mengetahui semuanya.
"Diam kau Ratih! lihat saja aku akan mengusirmu dari desa ini!" Ancaman pak lurah, ia langsung keluar dari dalam rumah Ratih.
Ratih terduduk di bangku, Bude Sukma mengusap pundak Ratih. "Kamu yang sabar Tih, memang terkadang orang yang punya jabatan akan berkuasa sesukanya, kamu yang tenang, Mba percaya sama kamu, kalau kamu ngak menyantet Sinta." Bude Sukma terseyum, menangkan Ratih.
"Tenaga saja Mba, malam ini aku akan menunjukan aksi ku pada lurah tidak berguna itu!" Gumam Ratih semakin menjadi, malam ini, ia akan kembali merencanakan pembalasan karean kata-kata pak lurah benar-benar melukai hatinya.
"Aku ngak papa kok Mba, makasih, nggih Mba, sudah selalu ada buat aku." Ratih terseyum haru, kearah Bude Sukma.
Diam-diam, Ratih sebenarnya juga dendan dengan warga Pengasinan, karean mereka semua memandang Ratih rendah, bahkan suka bicara sesuka hati, mentang-mentang lidah tak bertulang.
Malam itu adalah malam satu Suro dimana para warga biasanya akan pawai mengunakan obar berkeliling kampung, namun kali ini tidak. Karena warga tidak ada yang berani keluar malam sejak kejadian kemarin harimau besar masuk desa, sekarang saja Jalani dan pak Kasman dikabarkan sakit, karena Shok melihat tubuh pak Mujab dimangsa Harimau.
Ratih berjalan tampa mengendap dan tidak bersembunyi, karena seluruh rumah warga pintunya tertutup rapat, tidak ada yang berani nongkrong di warung kopi.
Rupa-rupanya, berita Harimau ini lebih menakutkan ketimbang teror roh Sati yang tempo hari katanya gentayangan jadi kunti, tapi sekarang berita itu nampaknya mereda dengan sendirinya. Mungkin saja karena Ratih sudah membalas dendan akan kepada orang yang membunuhnya, sehinga roh itu tidak kembali bergentayangan 'fikir Ratih'
Saat tiba didepan rumah pak lurah, rumah itu nampak sepi, karena biasanya sebulan sekali bu lurah akan pergi ke kampungnya di desa kidul.
Mungkin saja pak lurah sedang sendiri di dalam rumah, mengerjakan tugas negara, atau sedang menggarap wanita lain, sebab mengambil kesempatan saat bu lurah, sedang tidak ada dirumah.
Ratih mulai masuk kedalam rumah yang pintunya tidak terkunci itu, nafasnya mulai berat saat kakinya menginjakkan lantai di dalam rumah pak lurah, "Benar bukan dugaanku! ini kesempatan ku, untuk membuktikan kalau desa Pengasinan ini pemimpinnya sangat bejad!" Ratih terseyum puas kala menangkap suara desahan wanita muda dikamar tamu.
Ratih sudah menduga bahwa pria tua itu, sebenarnya masih suka bermain wanita.
"Coba ubah posisimu, aku mau dibawah." Pak lurah, langsung menarik wanita muda itu keatas tubuhnya, tampa malu dua manusia laknat itu merintih, menikmati pacuan yang sedang wanita muda itu perankan.
Pak lurah asik memainkan kedua bola wanita itu yang membual, dengan mata sayu mengandung hasrat ia lngsung melumat habis dada besar itu.
"Ahhhh... Bapak ternyata nakal!" Ia merintih mengecup telinga tua pak lurah.
Ratih yang mendengar itu hampir muntah, karena ia sangat jijik dengan kelakuan keduanya, Ratih memang bukan wanita baik-baik dan sama memiliki masalalu kelam, akan tetapi saat melihat hal yang begitu hina, rasa-rasanya ia ingin menumpasnya langsung, "Ternyata mereka berdua adalah orang-orang yang munafik!" Gumam Ratih, ia sangat benci dengan semua warga desa Pengasinan yang selalu mengolok dirinya, bahkan menuduhnya sebagi pelacur, padahal selama 14 tahun Ratih sama sekali tidak memilki hasrat karena trauma dengan janji Tuan Zacky kala itu.
"Siap-siap lah, malaikat maut akan menjemput kalian ke alam baka." Ratih langsung merapalkan mantra, agar yang berada di dalam terkena sirep tidak ada perlawanan atau teriakan yang akan menimbulkan warga datang.
Benar saja tidak ada satu jam mereka berdua langsung kelelahan, seolah ngantuk dimata mereka tidak bisa di kendalikan.
Sesat kedunya sudah tidur, Ratih langsung masuk kedalam kamar itu, senyumnya mengembang kala mendapati paku bumi di tangannya.
"Rupanya paku ini tidak cocok untuk desa Pengasinan, tapi cocoknya untuk kepala warga desa yang kurang ajar!" Ratih terseyum bengis, senyumnya seperti iblis begitu menakutkan.
Tanpa lama, Ratih langsung menusukan paku itu kedalam ubun-ubun pak lurah, pak lurah mendelik, mendongak keatas, ia melihat Ratih tubuhnya sudah kejang-kejang, Ratih terseyum puas menatap wajah Pak lurah yang hendak meregang nyawa. "Matilah kau lurah biadab!" Ratih terseyum puas.
Setelah itu, Ratih juga tidak segan-segan, langsung menarik paku dari ubun-ubun pak lurah, kemudian menancapkan paku itu pada ubun-ubun wanita malang yang berbaring tampa busana di sebelah pak lurah. "Sekarang giliranmu!" Ratih kembali terseyum puas.
Seolah aksi yang sedang ia lakukan begitu membuatnya puas! setelah keduanya tewas Ratih langsung pergi dari rumah pak lurah, kembali menyimpan paku bumi itu.
"Sebentar lagi giliranmu Sinta... dan kau tidak punya pelindung, karena paman mu ini sudah mati." Ratih tertawa sumbang dalam hati, karena dendam ia benar-benar lupa segalanya bahkan ia begitu keji membunuh orang-orang yang sudah melecehkan anaknya.
Sejak saat bersekutu dengan Iblis, manusia jadi tidak punya hati nurani. Terutama Ratih, ia melakukan balas dendam itu, sebelum jiwanya di ambil iblis Alas Siro, untuk menjadi imbalannya.
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥