NovelToon NovelToon
Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Keluarga / Romansa / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:575.8k
Nilai: 4.3
Nama Author: Sadewi Ravita

Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.

Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 Bertemu Lagi

Rania tidak membalas pesan Rangga, ia berpikir nanti saja membalasnya setelah mengajak anaknya keluar. Ia memarkirkan motornya di dekat pasar sore, area di mana banyak odong-odong dan segala jenis permainan serta pedagang kali lima dengan berbagai macam dagangan yang mereka jual.

"Alisa mau beli apa? Itu di sana banyak yang berjualan, ibu tunggu di sini ya takut Bintang mencari,"

Rania menyodorkan uang 50 ribuan kepada putrinya untuk membeli jajanan yang dia mau, sedangkan dia menunggu Bintang yang sedang naik odong-odong.

"Wah beli apa itu Nak, sepertinya enak,"

"Ini cilok untuk Ibu, yang ini telur gulung untuk aku dan Bintang,"

Alisa memberikan cilok kepada ibunya dan telur gulung tanpa saos untuk adiknya, sedangkan dia memilih telur gulung dengan sedikit saos pedas. Jajanan murah meriah tapi rasanya enak dan selera semua kalangan. Walaupun ada yang bilang jajanan itu tidak sehat tapi tidak pernah mengurangi peminatnya.

"Om... om, sini," teriak Bintang.

"Bintang, sama siapa Sayang?"

"Itu, ibu sama kakak,"

Bintang menunjuk ke sebelah kanannya, Ternyata Rania tidak terlihat karena terhalang bapak pemilik odong-odong. Seketika senyum tersungging di sudut bibir pria bermata elang tersebut, wanita yang selalu mengisi ruang di hatinya kini ada di hadapannya.

"Halo, Rania," sapa pria itu.

Mata lentik itu membulat sempurna tatkala melihat si mata elang sedang tersenyum manis ke arahnya, namun ia berusaha tetap tenang agar tidak kentara jika dirinya senang bisa bertemu pria itu lagi.

"Rangga, kok kamu ada di sini?" tanya Rania.

"Mungkin kita berjodoh, makanya selalu bertemu," seloroh Rangga.

"Rangga, aku sudah bersuami dan beranak dua," ucap Rania.

'Tapi sebentar lagi kamu akan segera bercerai' tentu saja Rangga hanya bisa membatin saja.

"Bukankah jodoh hanya Tuhan yang tahu Nia, terkadang kita akan di pertemukan dengan orang yang salah sebelum bertemu yang terbaik,"

Pria itu menatap Rania penuh arti, membuat Rania terbawa perasaan.

'Apa maksud Rangga berkata begitu? Apakah dia masih menyimpan rasa untuk ku?' batin Rania.

"Bu, itu siapa?" tanya Alisa lirih, membuyarkan lamunannya.

"Itu namanya Om Rangga, ini anak pertama ku namanya Alisa,"

Alisa menyalami Rangga dengan sopan.

"Cantik sekali mirip kamu Nia, anak yang baik," puji Rangga sembari mengusap rambut Alisa.

"Sudah hampir magrib, kita pulang duluan ya," pamit Rania.

Ia segera membawa kedua anaknya pulang ke rumah, ia tidak ingin ada fitnah mengingat dirinya belum resmi bercerai. Sebisa mungkin ia harus bisa menjaga harga dirinya agar tidak menjadi gunjingan dalam masyarakat.

☆☆☆

Malam hari.

Alif datang tepat pukul 22.00, karena pintu sudah Rania kunci terpaksa pria itu mengetuk. Rania segera membukakan pintu untuk suaminya. Sebenarnya ia kurang nyaman masih hidup seatap dengan suaminya karena sebentar lagi akan bercerai, namun ia sudah terlanjur berjanji pada pria itu.

Brukkk...

Alif ambruk di hadapan Rania, tepat setelah ia membuka pintu. Pria itu terlihat lemah sekali.

"Mas Alif, Mas kenapa?" tanya Rania kuatir.

Alif tidak menjawab, matanya terbuka sebentar namun kemudian terpejam kembali. Rania segera memapahnya ke sofa, ia membaringkan suaminya di sana. Badan Alif terasa sangat panas, Rania segera mengambil air untuk mengompresnya.

"Aku sayang kamu, aku tidak mau berpisah. Jangan tinggalkan aku, Nia,"

Alif meracau, panasnya mencapai 39,2 derajat celcius. Rania terus mengompresnya dengan sabar.

"Mas, kamu sudah makan belum?" tanya Rania.

"Aku kenapa, Nia?" tanya Alif yang mulai sadar.

"Mas tadi jatuh di depan pintu, sudah makan belum? Kamu harus segera minum obat,"

Alif menggeleng lemah, matanya merah seperti kurang tidur.

"Ya sudah, aku ambilkan makan terus minum obat ya,"

Rania segera ke dapur mengambilkan Alif makan, Alif tampak memejamkan mata. Kepalanya sudah terasa pusing sejak di perjalanan, namun sekuat tenaga ia tahan agar tidak tumbang.

Rania menyuapinya dengan sabar, ia tidak tega melihat suaminya seperti ini. Sebagai manusia ia masih mempunyai rasa empati, jangankan saat Alif sudah berubah baik begini, bahkan jika dia sakit saat ia jahat pun dia akan tetap merawatnya.

"Sudah Nia, aku kenyang," ucap Alif.

"Ya sudah, sekarang obatnya di minum ya,"

Alif segera meminum obat yang Rania berikan, setelah itu ia kembali berbaring. Memikirkan tentang perceraian dan kelelahan bekerja membuat fisiknya melemah, apalagi setelah kecelakaan yang menimpanya tempo hari membuat kepalanya terkadang tiba-tiba merasa pusing.

"Ya sudah aku tinggal dulu ya, jika butuh apa-apa panggil saja, aku di kamar bersama anak-anak," ucap Rania.

"Iya, terima kasih ya Nia," balas Alif.

Rania hanya mengangguk lalu meninggalkan Alif sendirian tidur di sofa, sementara dia langsung masuk kamar. Kali ini dia tidak menutup rapat pintu kamar agar bisa tahu jika Alif membutuhkan bantuannya.

☆☆☆

Keesokan harinya.

Seperti biasa Rania melakukan aktivitas rutinnya sebagai ibu rumah tangga, memasak, mencuci dan lain-lain. Ia memeriksa Alif lagi, memastikan jika suaminya sudah membaik. Ternyata badannya sudah tidak panas lagi, ia pun melanjutkan pekerjaannya.

"Nia, aku ingin bicara," panggil Alif.

"Mas sudah bangun ya, mau bicara apa?"

Rania ikut duduk di depan suaminya.

"Apa benar kamu sudah tidak mencintai ku lagi? Apa benar keputusan mu sudah final untuk bercerai?"

Lagi-lagi masalah itu yang Alif tanyakan, malas rasanya Rania untuk menjawab.

"Apa yang sudah aku katakan Tidak akan aku tarik kembali Mas, tolong jangan selalu bertanya apa yang sudah kamu tahu jawabannya. Aku tidak ingin ada pertengkaran lagi di antara kita," jawab Rania dengan tegas.

"Kamu bohong Nia, jujur saja jika kamu masih mencintai ku. Aku Bisa merasakan kepedulian mu pada ku, aku bahkan bisa melihat kekuatiran di sorot mata mu saat aku sakit semalam," balas Alif.

"Aku memang peduli pada mu, tapi bukan sebagai suami melainkan karena aku masih punya nurani sebagai manusia. Bahkan jika bukan kamu yang jatuh tepat di hadapan ku semalam, aku juga pasti akan menolongnya," ucap Rania.

"Tolong jangan menyalah artikan sikap ku, jika kamu selalu seperti ini lebih baik kamu tinggal di rumah orang tua mu mulai sekarang," imbuhnya.

Rania segera berlalu, meninggalkan Alif yang masih terbawa perasaan dengan perhatian wanita itu. Rania memang gadis yang baik dan berjiwa sosial tinggi, bahkan ia tidak ragu untuk memberi orang yang membutuhkan walau kala itu dirinya juga kekurangan. Apalagi jika yang membutuhkan pertolongan adalah ayah dari kedua anaknya, sudah pasti dia membantunya dengan suka rela.

"Baiklah Nia, aku akan segera pergi dari sini jika itu bisa membuat mu bahagia,"

Alif berkata dengan penuh kesedihan, ia berusaha bangkit dengan sisa-sisa tenaganya. Namun...

Brukkk...

Alif kembali ambruk dan membentur meja.

1
Deli Waryenti
sidang perceraian adalah kasus perdata Thor, jadi gak ada jaksa. mohon survey dulu sebelum menulis
Deli Waryenti
surat dari Pengadilan agama
Deli Waryenti
tuh kan, makanya Rania kamu jangan lemah
Deli Waryenti
Rania oon...jangan lupa juga tanyain sama Alif masalah uang kontrakan rumah
Deli Waryenti
Rania plin plan
Deli Waryenti
alif lebay
Deli Waryenti
by the way Thor
Deli Waryenti
ternyata oh ternyata
Deli Waryenti
astaga...alif norak
Deli Waryenti
sukurin lu alif
Deli Waryenti
bapaknya alif anggota isti ya
Deli Waryenti
harusnya alif paham siapa ibunya
Deli Waryenti
ceritanya bagus dan bahasanya rapi, tapi kok sepi ya
Deli Waryenti
Luar biasa
Deli Waryenti
kok ada mertua begini
Deli Waryenti
buang saja mertuamu ke laut, Rania
Deli Waryenti
😭😭😭
Deli Waryenti
setujuuuu
Deli Waryenti
kerja apa sih si alif
Deli Waryenti
gak punya uang tapi masih merokok
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!