Eclipse, organisasi dunia bawah yang bergerak di bidang farmasi gelap. Sering kali melakukan uji coba demi mendapatkan obat atau vaksin terbaik versi mereka.
Pada awal tahun 2025, pimpinan Eclipse mulai menggila. Dia menargetkan vaksin yang bisa menolak penuaan dan kematian. Sialnya, vaksin yang ditargetkan justru gagal dan menjadi virus mematikan. Sedikit saja bisa membunuh jutaan manusia dalam sekejap.
Hubungan internal Eclipse pun makin memanas. Sebagian anggota serakah dan berniat menjual virus tersebut. Sebagian lain memilih melumpuhkan dengan alasan kemanusiaan. Waktu mereka hanya lima puluh hari sebelum virus itu berevolusi.
Reyver Brox, salah satu anggota Eclipse yang melawan keserakahan tim. Rela bertaruh nyawa demi keselamatan banyak manusia. Namun, di titik akhir perjuangan, ia justru dikhianati oleh orang yang paling dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Melihat Reyver terluka, Robert tak tinggal diam. Dengan gerakan cepat ia menerjang Carlo dan berusaha melepaskan tembakan untuknya. Namun sial, Carlo lebih dulu bisa membaca gerakan tersebut. Sehingga dengan lincah dia menghindar dan menangkis serangan yang dilayangkan Robert.
"Kau pikir aku tidak tahu dengan akal licikmu, Robert!" geram Carlo. "Ternyata kaulah pengkhianat yang sebenarnya. Kau pura-pura melakukan semua yang kuperintahkan, tapi sebenarnya kau sedang menyusun rencana untuk balas dendam!"
Robert terkejut, begitu pula dengan Reyver. Keduanya tak menyangka bahwa Carlo sudah mengetahui semuanya. Ini di luar rencana, dan ini sangat berbahaya.
"Aku sudah kehilangan Andress karena pengkhianatan kalian. Sekarang, jangan harap ada ampun dariku!" bentak Carlo sembari melayangkan serangan balik.
Namun, Robert yang sudah terlatih juga tak semudah itu dilumpuhkan. Tangan dan kakinya bergerak lincah menghindari pukulan dan juga tembakan dari Carlo, bahkan sesekali mencuri celah untuk memberikan serangan serupa. Akan tetapi, melumpuhkan Carlo juga tidak semudah itu.
Di saat Carlo dan Robert berduel sengit, Reyver yang terluka pun harus menghadapi serangan dari anak buah Carlo. Lebih dari lima orang mengeroyok Reyver dan berusaha menumbangkannya. Sedangkan sebagian dari mereka melesak masuk guna mencari keberadaan Martha dan keluarganya, apa lagi kalau bukan dihabisi.
Dalam hitungan detik, ruangan yang tadi lengang, kini riuh dengan suara hantaman dan pukulan, juga desing peluru yang meledak hampir setiap detik.
"Kau pikir kau pintar, bisa menggagalkan rencanaku untuk menjual virus itu? Heh, kau bodoh, Robert! Aku sudah mengirim virus itu ke Negara Y, usahamu dan Reyver akan sia-sia," ucap Carlo di sela-sela pergulatan mereka.
Mendengar kepercayaan diri Carlo, Robert tak berniat menjawab. Selain karena keadaan genting dan dia harus fokus agar misi balas dendamnya tidak gagal, dia juga tak ingin memprovokasi Carlo. Kemarahan pria itu akan membuatnya makin menggila. Jika itu terjadi, akan lebih sulit lagi mengalahkannya. Jadi, biarkan saja Carlo tetap percaya bahwa virus yang dibawa ke Negara Y adalah virus yang asli.
Sementara itu, di dalam ruangan lain yang jauh dari tempat kericuhan, jantung Martha berdegup kencang. Dari sana, ia bisa menyaksikan pergulatan antara Reyver, Carlo, Robert, dan orang-orang Eclipse lainnya. Karena tadi, Reyver memang sengaja menaruh monitor CCTV di sana. Maksud hati untuk menunjukkan keberhasilannya dalam melumpuhkan Carlo, tetapi siapa sangka jika semuanya berjalan menyimpang dari rencana.
Dalam keadaan lemah, tekad Martha untuk menyelamatkan diri sangat tinggi. Menyadari bahwa orang-orang Eclipse mulai mencarinya—dan pasti bisa menemukan keberadaannya, nyali Martha kian menciut. Dia masih ingin hidup. Kemewahan dan kekuasaan dari Eclipse terlalu sayang untuk ditinggalkan.
Berbekal tekad dan ambisi untuk mempertahankan apa yang telah ia miliki, Martha berusaha keras untuk turun dari ranjang. Bukan dengan bangkit, melainkan sekadar beringsut dan menggulingkan badan dengan pelan. Itu pula sangat berat karena kondisi yang sangat lemas.
"Aku harus bisa. Aku tidak mau mati sekarang," batin Martha.
Alih-alih kasihan dengan Reyver dan Robert yang sudah terpojok, yang ada dalam pikiran Martha hanyalah keselamatan diri, juga kekuasaan yang sudah menunggu di Eclipse. Bahkan, dalam keadaan genting itu Martha masih mengharapkan kemenangan Carlo. Sungguh, kemewahan dunia telah membuatnya buta. Tak bisa lagi melihat ketulusan Reyver, yang tertangkap mata hanyalah harta dan kekuasaan.
'Jika sekarang aku bisa selamat, pasti masih ada sempat untuk mendapatkan kembali kepercayaan Tuan Carlo.'
Begitulah yang ada dalam pikiran Martha.
Lantas dengan upaya kerasnya, Martha pun berhasil mencapai tepi ranjang. Dan lagi-lagi berkat ambisi, ia berani menjatuhkan diri ke lantai.
Sesaat, Martha meringis sakit. Benturan dingin marmer yang menyambut siku dan kepalanya, menyisakan sedikit lebam yang cukup ngilu. Namun, sekarang bukan saat yang tepat untuk mempermasalahkan itu, keselamatan yang lebih segalanya.
"Sedikit lagi ... aku pasti bisa." Martha membatin sembari beringsut memasuki kolong ranjang. Ia akan bersembunyi di sana sampai Carlo berhasil menghabisi Reyver dan Robert.
Bersamaan dengan tubuh Martha yang mulai terseret masuk, pintu ruangan didobrak kasar dari luar. Dua orang pria kekar berjalan masuk dan memindai setiap penjuru ruangan, mencari keberadaan Martha yang mereka yakini di sana. Terlebih saat melihat monitor CCTV yang masih menyala, keyakinan pun mereka makin kuat.
"Keluar! Kau tidak akan bisa bersembunyi lagi!" bentak salah seorang dari mereka.
Atas perintah Carlo, mereka akan menghabisi Martha saat itu juga. Meskipun Martha sudah memberikan informasi lokasi, yang mana bisa dijadikan bukti bahwa Martha bukan pengkhianat, tetapi Carlo tak mau lagi mengambil resiko. Jika Robert saja bisa berkhianat, maka akan lebih mudah bagi Martha untuk melakukannya. Carlo tak mau kecolongan lagi. Itu sebabnya Martha juga harus mati.
"Keluar!"
Bentakan kembali menggema, serasa menghantam dada Martha hingga jantungnya sulit berdetak. Terlebih saat langkah kaki itu makin mendekati ranjang, jangankan bersuara, mengembuskan napas saja Martha tak berani.
"Tuan Carlo ... tarik perintah Anda pada mereka. Sampai kapanpun saya tetap setia pada Anda, Tuan," batin Martha di tengah ketakutannya. Sangat berharap suara hati itu mampu menggerakkan pikiran Carlo.
"Keluar sebelum aku murka, Martha!"
Mendengar bentakan yang lebih keras, Martha hanya bisa diam dan menahan napas. Namun nahas, keberadaannya tetap diketahui. Pria tersebut membungkuk dan melihat jelas dirinya.
"Kau—"
Ucapan pria itu terhenti, tatapannya pun langsung beralih, setelah dikejutkan dengan bunyi tembakan dari arah pintu. Ada seseorang yang datang!
Ya, sedikit keberuntungan masih berpihak pada Martha.
Bersambung..