NovelToon NovelToon
Not Love, But Marriage

Not Love, But Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Persahabatan / Dokter
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nōirsyn

"Mereka mengira pertemuan itu adalah akhir, padahal baru saja takdir membuka lembar pertamanya.”

‎Ameena Nayara Atmaja—seorang dokter muda, cantik, pintar, dan penuh dedikasi. Tapi di balik wajah tenangnya, ada luka tersendiri dengan keluarganya. Yara memilih hidup mandiri, Ia tinggal sendiri di apartemen pribadinya.

‎Hidupnya berubah ketika ia bertemu Abiyasa Devandra Alaric, seorang CEO muda karismatik. Yasa berusia 33 tahun, bukan seperti CEO pada umumnya yang cuek, datar dan hanya fokus pekerjaannya, hidup Yasa justru sangat santai, terkadang dia bercanda dan bermain dengan kedua temannya, Yasa adalah anak yang tengil dan ramah.

‎Mereka adalah dua orang asing yang bertemu di sebuah desa karena pekerjaan masing-masing . Awalnya mereka mengira itu hanya pertemuan biasa, pertama dan terakhir. Tapi itu hanya awal dari pertemuan mereka. satu insiden besar, mencoreng nama baik, menciptakan gosip dan tekanan sosial membuat mereka terjebak dalam ikatan suci tanpa cinta

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nōirsyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

aku mencintaimu yara!

‎‎Setelah selesai makan, Yara berdiri, membereskan bungkus makanan dan tisu bekas.

‎“Ayah pulang dulu ya,” ucap Pak Ikhsan pelan.

‎Yara ikut berdiri. “Aku antar sampai lobby.”

‎“Nggak usah, Nak. Ayah turun sendiri aja. Kamu istirahat aja.”

‎Yara menatap ayahnya sebentar, lalu hanya mengangguk. Dia tetap mengantar ayahnya sampai ke depan pintu apartemen. Ada jeda, semacam keraguan di matanya. Tapi mulutnya tak bergerak.

‎Pak Ikhsan tersenyum tipis. “Terima kasih sudah mau dengerin Ayah hari ini.”

‎Yara mengangguk lagi. “Hati-hati di jalan.”

‎Pintu tertutup. Yara berdiri sejenak di sana. Hatinya entah kenapa terasa ringan—dan berat—di saat yang sama. Ia kembali masuk, membereskan meja makan, membuang sisa makanan, lalu merapikan sofa.

‎Ding dong.

‎Bel apartemen berbunyi lagi.

‎Yara mengerutkan kening. Mungkin ayahnya lupa sesuatu?

‎Ia bergegas membuka pintu.

‎Tapi bukan ayahnya yang berdiri di sana.

‎Adrian.

‎Penampilannya acak-acakan. Rambut berantakan, napasnya tak beraturan.

‎“Yara... kamu beneran nikah sama dia?” tanyanya pelan, tapi nadanya dingin, dan sorot matanya tajam.

‎Yara terdiam. “Kak...”

‎“Jawab aku, Yara. Kamu cuma dipaksa kan? Aku tahu kamu pasti dipaksa demi nutupin reputasi keluarga itu.”

‎Yara mundur selangkah. “Enggak, Kak. Aku memang memilih nikah sama dia.”

‎Adrian menggeleng keras. “Kamu bohong! Kalian bahkan nggak saling kenal! Kamu benci dia, Yara! Aku tahu itu!”

‎“Enggak. Aku... aku memang mencintai dia kak” ucap Yara, meski suaranya bergetar.

‎Wajah Adrian menegang. Ia melangkah maju dan mencengkram bahu Yara.

‎“Kenapa, Yara?! Kenapa kamu pilih dia daripada aku?! Kamu nggak lihat aku cinta sama kamu?!”

‎Yara mulai gemetar. “Kak… a-aku mohon, lupain aku. Aku akan segera menikah…”

‎“Lupain kamu? Kamu pikir gampang?! Selama ini aku pendam semua rasa ini, dan kamu—kamu minta aku buat lupain kamu?!”

‎Yara menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Kak, please…”

‎“Aku cuma mau kamu, Yara!”

‎Adrian makin dekat, dia memeluk Yara dengan sangat erat dan Yara mulai menangis ketakutan. Dia mendorong Adrian, tapi Adrian berusaha keras menciumnya

‎Tapi tiba-tiba—

‎BRUGH!

‎Seseorang menarik kerah baju Adrian dan mendorongnya ke dinding.

‎Yasa.

‎Wajahnya dingin, matanya menyala marah. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia langsung menghantam wajah Adrian dengan satu pukulan keras.

‎“Jangan berani-beraninya kau menyentuh calon istriku,” ucap Yasa, nadanya tajam, penuh emosi yang ditahan.

‎“Diam kau!” bentak Adrian. “Dia tidak akan pernah menikah denganmu! Kau yang memaksanya, ‘kan? Sialan!”

‎Yasa menyeringai remeh. “Cih, mau sekuat apa pun kau berusaha, tapi sayangnya kami akan segera menikah.”

‎Seketika, tinju Adrian mendarat telak di rahang Yasa, membuat bibir pria itu berdarah. Yasa mengepal tangan, siap membalas, namun—

‎“Stop!” Yara memeluk Adrian, menghentikan pertarungan dua pria itu.

‎Yasa tercengang, menatap tak percaya. “Kau… memeluknya? Jadi kau membelanya?” serunya penuh amarah, lalu menarik kasar tangan Yara.

‎“Bisakah kalian berhenti?! Atau aku yang akan pergi dari sini!” teriak Yara, matanya basah oleh air mata.

‎Yasa menatap Adrian dengan dingin. “Sebaiknya kau pergi dari sini, Tuan Adrian. Atau aku akan menghancurkan rumah sakitmu yang tak seberapa itu.”

‎Adrian mendekat, sorot matanya menantang. “Kau pikir aku takut dengan ancaman rendahanmu itu?”

‎“Kak… aku mohon, pergi dari sini…” lirih Yara, suaranya gemetar.

‎“Tapi… Yara, dia—”

‎“Kak, please…” isaknya.

‎Adrian mengepalkan tangan, hatinya perih, tapi akhirnya dia memilih mundur dan meninggalkan apartemen.

‎Setelah pintu tertutup, Yasa menoleh cepat. “Kenapa kau memeluknya, hah?!” bentaknya.

‎“Kau pikir aku akan membiarkan kalian saling adu tinju di sini?!” Yara membalas tak kalah marah.

‎“Memangnya harus memeluknya?!”

‎“Aku tidak akan membiarkan kau memukulnya!”

‎“Kenapa kau membelanya?! Dia hampir melecehkanmu!”

‎“Dia cuma sedang emosi! Kau nggak tahu apa-apa tentangnya! Dia selalu ada saat aku ada di titik terendah hidupku!”

‎“Kenapa kau selalu keras kepala?!” bentak Yasa makin emosi.

‎“Kenapa kau selalu membentakku?! Aku bukan babu atau pesuruhmu yang bisa seenaknya kau bentak dan kau perintah! Kau anggap aku apa, hah?!” jerit Yara, memukul-mukul dada Yasa sambil menangis.

‎Yasa menarik tangannya perlahan dan memeluk Yara erat. Yara berusaha mendorongnya, tapi Yasa tak mengendurkan pelukan.

‎“Maafkan aku, Yara…” bisiknya lembut, mengelus kepala Yara.

‎“Nggak! Aku tidak mau memaafkanmu! Aku tidak mau menikah denganmu! Aku tidak akan pernah menikah dengan pria yang selalu membentakku!” isaknya.

‎Mata Yasa melotot. “Tidak. Tidak bisa! Kau tetap harus menikah denganku atau aku akan menghamilimu di sini.”

‎Yara menggigit dadanya sekuat tenaga, membuat Yasa melepas pelukannya sambil meringis.

‎“AW! Apa yang kau lakukan?!”

‎“Kenapa bicaramu selalu asal-asalan?!” geram Yara.

‎Yasa malah tertawa kecil. “Oke, baiklah. Maafkan aku.” Ia mencoba menghapus air mata Yara, tapi Yara menepis tangannya.

‎“Buat apa kau ke sini? Dan… bagaimana kau tahu sandi apartemenku?”

‎“Aku ke sini karena kau tidak menjawab teleponku. Dan soal sandi apartemen… aku iseng coba tanggal lahirmu. Eh, ternyata berhasil. Sayangnya… aku melihat pemandangan yang tidak mengenakkan.”

‎“Kau... tahu nggak kalau itu nggak sopan? Gimana kalau aku lagi tidur? Atau baru selesai mandi, hah?!”

‎“Wow… itu lebih bagus,” godanya.

‎“Kau!” Yara hampir melempar sesuatu, emosinya sudah sampai ubun-ubun.

‎Yasa tertawa kecil. “Lagian, kenapa sandi apartemenmu segampang itu? Gimana kalau yang masuk maling?”

‎“Cih, maling mana yang tahu tanggal lahirku?” desis Yara.

‎“Dan laki-laki bajingan tadi?”

‎“Dia nggak se-mesum kau!”

‎“Oh ayolah, Yara! Dia pria dewasa dan dia mencintaimu! Jangan bilang dia nggak pernah mikir yang aneh-aneh tentangmu!”

‎“Dia nggak sebrengsek dirimu!”

‎“Kau cuma nggak tahu apa yang dipikirkan pria!”

‎“Terserah!”

‎“Darimana kau tahu tanggal lahirku?” tanya Yara kesal.

‎“Apa yang nggak aku tahu tentangmu?” Yasa mendekat. “Mudah saja mencari biodatamu. Nama orang tuamu, alamat, riwayat pendidikan…”

‎Yara terdiam. Apa dia tahu aku hampir dilecehkan saat kuliah? batinnya.

‎“Kenapa kau diam?”

‎Yara menggeleng. “Buat apa kau kemari?”

‎“Kenapa kau nggak jawab teleponku?”

‎“Kenapa kau malah balik bertanya?!”

‎“Aku mau mengajakmu fitting baju pernikahan kita.”

‎“Aku lagi nggak enak badan,” tolak Yara cepat.

‎Mendengar kata pernikahan saja membuatnya mual

‎“Jangan banyak alasan. Kita akan menikah dua hari lagi.”

‎“Apa?! Kenapa cepat sekali?!”

‎“Lebih cepat, lebih baik. Biar kau nggak sempat kabur.”

‎“Ck. Tunggu, aku siap-siap dulu.”

‎“Jangan lama-lama, sayang!” teriak Yasa sambil terkekeh.

‎“JANGAN panggil aku sayang!!”

‎“Oke, sweetheart~”

‎Yara menghentakkan kakinya dan berjalan masuk kamar dengan wajah geram

*

*

*

To be continued

1
gathem Toro
sebenarnya Yasa itu dah cinta sama Yara cuma gengsi aja
Takagi Saya
Hats off untuk authornya, karya original dan kreatif!
Kaylin
Gak kepikiran sama sekali kalau cerita ini bakal sekeren ini!
Fujoshita UnUHastaloshuesos
Gak bisa move on! 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!