Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ana
Anik dengan membawa belanjaannya berjalan menuju resto seperti yang ditunjukkan Langit. Tatapannya mengedar dan berakhir pada tiga orang yang nampak asyik bercengkrama.
"Mama Anik." panggil Ana yang masih terdengar kaku di telinganya.
Dia yang ingin berbalik pun akhirnya harus menghampiri meja mereka.
"Aku sudah selesai." ucap Anik yang sebenarnya enggan untuk duduk bergabung bersama mereka.
"Aku ingin balik sekarang." lanjutnya saat belum mendapatkan reaksi apapun dari Langit.
"Baiklah." jawab Langit dengan beranjak dari duduknya.
"Terima kasih, Lang, sudah menemaniku minum teh." sambut Niki dengan tersenyum manis.
"Kami balik dulu, besok jangan lupa datang lebih awal." pesan Langit membuat Niki tersenyum dan mengacungkan jempolnya.
Mereka bertiga keluar dari resto, tak ada lagi pembicaraan diantar mereka. Tapi ada yang ditahan oleh Anik, yaitu kata perpisahan yang terus saja bergema di dalam otaknya.
Anik masuk ke dalam mobil, dia pun duduk bersama Ana di bangku belakang. Sesekali, Langit menatap keduanya dari kaca spion. Tidak ada lagi kata-kata yang terdengar dari mereka.
"Mama, besok minggu kita pergi liburan bersama teman kerja Papa." celetuk Ana membuat Anik melayangkan tatapannya ke arah Langit.
Sorot mata mereka saling beradu, "Rumah sakit akan mengadakan liburan." ucap Langit pada akhirnya mengatakan itu pada Anik.
"Kita lihat saja nanti ya!" jawab Anik. Dia merasa Langit ingin merahasiakan acara itu darinya.
Mobil meluncur hingga membelok pada sebuah rumah bernuansa putih itu. Ana pun langsung keluar terlebih dahulu.
"Rencananya aku hanya akan mengajak, Ana." ucap Langit membuat Anik hanya tersenyum miris. Tebakannya ternyata benar, Langit memang berniat tidak memberitahukan semua itu.
"Bagiku tidak masalah." jawab Anik yang langsung keluar dari dalam mobil.
Reaksi Anik yang datar justru membuat Langit menatapnya penuh tanya. Hingga akhirnya dia merasa lega, karena dia tidak harus lagi berbasa-basi dan menutupi apapun dari Anik.
"Mama Anik, Ana ingin susu dingin." pinta Ana saat mengikuti Anik yang meletakkan belanjaannya di dapur.
"Baik, Sayang. Tunggu sebentar, ya!" jawab Anik kemudian membuat apa yang di pesan oleh gadis kecilnya itu.
Urusan dapur terjeda sejenak. Anik mengajak Ana untuk naik ke atas, agar dia bisa melakukan Salat Magrib. Ketakutannya pada sosok Langit membuat dia tidak banyak komentar, protes, atau mengungkapkan banyak hal yang mengganjal. Seperti saat ini, saat dia melihat Langit masih asik dengan ponselnya dikala memasuki waktu magrib.
###
Hari ini adalah acara syukuran rumah baru mereka. Semua sudah di siapkan dengan semaksimal mungkin, dress code yang akan mereka kenakan.
Setelah mendandani Ana dengan sangat cantik. Anik pun menorehkan make up tipis-tipis di wajahnya. Wanita itu mulai membiasakan diri untuk berhias agar tidak membuat suaminya malu di depan teman-temannya.
"Mama Anik cantik sekali." puji gadis kecil yang mengenakan baju yang senada dengannya.
"Terima kasih, Ana juga sangat cantik." balas Anik dengan merapikan make up-nya yang habis dia gunakan.
Setelah itu dia pun mengajak Ana untuk turun, tapi saat menuruni tangga suara bel berbunyi. Anik pun langsung membuka pintu utama.
"Aku baru saja mengambil makanan yang dipesan Langit." ucap Nikita saat pintu terbuka. Dia pun langsung meminta orang catering untuk membawa masuk ke dalam.
"Halo Ana, kamu cantik sekali." puji Niki saat mendapati tatapan Ana tertuju padanya.
Tanpa ragu, Niki berjalan masuk ke dalam menyapa Ana. Tak ada saling sapa dari dua wanita dewasa itu meskipun keduanya sempat melemparkan tatapannya.
Anik yang sedang menata peralatan makan pun sempat menajamkan pendengarannya Nikita selalu bertanya tentang sedekat apa hubungannya dengan Langit.
"Jadi Mama Anik sering bobo sama Ana?" tanya Niki pada Ana yang masih bermain dengan mainnya. Wanita itu sangat ingin tahu hubungan Anik dan Langit.
Hingga akhirnya terdengar suara deru mobil milik Langit membuat Ana yang sudah menghafalnya pun berlari menyambut kedatangan pria itu. Bahkan, Nikita pun bergegas mengejar Ana yang berlari menyambut kedatangan Langit yang masih di luar rumah.
"Assalamualaikum...." Di susul suara banyak orang yang hampir bersamaan membuat Langit dan Nikita langsung mempersilahkan teman-teman mereka.
Anik yang sempat melirik mereka merasa dirinya bukan siapa-siapa. Ana berada dalam gendongan Langit bersama dengan Nikita, mereka menyambut tamu yang datang layaknya keluar kecil yang bahagia.
Mata indah itu sempat berkaca-kaca merasa ada yang nyeri di sudut hatinya. Tapi pikirannya juga kembali sadar. Dari awal dia memang bukan siapa-siapa, hanya seorang pengasuh.
"Lang, mana istrimu?" tanya salah seorang dokter yang nampak seusia dengan Langit.
"Niki malah seperti tuan rumah saja!" sahut salah satu dokter wanita yang berkerudung.
"Kebetulan aku mampir lebih dulu, Ren." terdengar sahutan Niki masih mencoba menutupi hubungannya dengan Langit. Padahal semua sudah menaruh curiga pada hubungan keduanya.
"Oh aku kira ..." celetuk lainnya yang terdengar menggantung karena tersamarkan oleh tawa riang mereka.
Seketika mereka terdiam saat Anik keluar mengeluarkan sajian yang memang sudah disiapkan. Beberapa mata sengaja memperhatikan kecantikan istri Langit dan membandingkannya dengan Nikita.
"Istrimu cantik juga, Lang." puji Dypta seorang dokter anak yang cukup dekat dengan langit. Bukan sebuah basa-basi atau manipulasi tapi pria itu memang bisa melihat kecantikan dari istri temanya itu.
"Hus... pamali mengagumi isteri orang!" sahut Renata membuat gelak tawa diantar mereka. Langit hanya terdiam saat ada yang melontar pujian pada istrinya.
"Serius, coba deh lihat dia mirip Arumi Bachsin." lanjut Dypta mencoba meyakinkan jika penilaiannya itu jujur.
Langit melirik Anik yang masih menunduk. Entah kenapa seperti tidak setuju jika temannya menganggap istrinya cantik.
"Selera Lo yang terlalu buruk! Dia terlalu biasa apalagi hanya lulusan SMK, kan , Lang?" sela Nikita yang tidak terima orang memuji dan mengagumi Anik.
Senda gurau mereka yang terdengar menyakitkan untuk Anik. Meskipun terlihat tak peduli dan masih menyelesaikan pekerjaannya. Tapi dia sangat jelas mendengar semuanya.
"Ana sepertinya sudah sangat mengantuk." ucap Langit dengan memberikan Ana pada Anik.
Langit pun melanjutkan mengeluarkan hidangan menggantikan kegiatan Anik, sedangkan Anik membawa Ana masuk ke dalam kamar.
"Ayo Ana gosok gigi dulu dan ganti baju dengan piyama." ajak Anik dengan membantu Ana untuk persiapan tidur.
"Sekarang berdoa, ya! Kali ini nggak usah di dongengin ya!" ucap Anik sambil menyelimuti tubuh Ana.
"Kenapa nggak dibacakan dongeng?" Protes Ana.
"Agar Ana terbiasa." jawab Ana entah kenapa hati Anik menjadi gerimis mengucap semuanya.
" Mungkin semuanya akan berubah, sayang." batin Anik sambil tersenyum menatap Ana.
"Ana, mau nggak jika Ana punya Mama Tante Niki?" lanjut Anik lagi yang terdengar ragu.
"Mama Ana cuma dua. Mama Key dan Mama Anik." jawab Ana dengan menggelengkan kepala. Gadis itu malah menatap Anik dengan sorot mata tajam.
"Bagaimana jika Mama Anik pulang ke kampung sebentar saja, terus Ana sama Tante Niki?" hati-hati Anik mengucapkan kalimat itu.
Seketika Ana menangis dan menghambur ke dalam pelukan Anik. Gadis itu menangis terisak-isak, "Jangan tinggalin Ana!" pinta Ana membuat hati Anik ikut menangis.
"Ana tidak akan nakal lagi. Ana akan menurut, Ana tidak akan menyusahkan." Ana terus saja merengek dalam tangis membuat Anik merasa tidak tega.
Awalnya yang dia pikir jika Ana sudah beradaptasi dengan Nikita, ternyata gadis kecil itu masih saja tidak ingin dia tinggal.
"Mama Anik tidak akan ninggalin Ana. Jadi Ana tidur sekarang, ya!" ajak Anik. Hatinya merasa nyeri mendengar tangis dan permintaan Ana. Ana tidak punya siapa-siapa, jika pun gadis itu bersama Langit tapi kedekatan diantar keduanya belum begitu dalam. Apalagi Langit juga sibuk dengan statusnya yang baru sebagai kepala rumah sakit.
ahh.. minyak telon emang.. 🤣