Setelah sekian lama Nathan berusaha menghindari Nadira—gadis yang melukai hatinya. Namun, pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dalam sebuah hubungan kerjasama yang terjalin antara Nathan dan Rendra yang merupakan atasan Nadira di Alfa Group.
Sebuah kecelakaan yang dialami Davin dan Aluna dan menyebabkan mereka koma, membuat Nathan akhirnya menikahi Nadira demi untuk melindungi gadis itu dari bahaya yang mengancam keluarga Alexander.
Siapakah sebenarnya yang mengintai nyawa seluruh keluarga Alexander? Mampukah Nona Muda Alexander meluluhkan hati Nathan? Atau justru ada cinta lain yang hadir di antara mereka?
Simak kisahnya di sini.
Jangan lupa follow akun sosmed Othor
Fb : Rita Anggraeni (Tatha)
IG : @tathabeo
Terima kasih dan selamat membaca gaes
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Mobil yang dikendarai Mang Ujang berhenti di depan pintu utama. Cacha dan Nadira segera turun dan masuk ke rumah. Ketika baru saja sampai di ruang tamu, mereka melihat Nathan sudah duduk menunggunya. Wajah Nathan terlihat begitu datar membuat senyum di bibir Nadira memudar seketika.
"Cha, aku ke kamar dulu. Nanti kita ketemu pas makan malam." Cacha menanggapi dengan anggukan kepala. Nadira segera pergi dari ruang tamu untuk menghindari Nathan yang sedari tadi menatapnya dengan tajam.
"Berhenti, Nona Muda!" teriak Nathan menghentikan kaki Nadira yang baru berjalan beberapa langkah.
Nadira berdiri mematung tanpa berbalik. Dia menjadi sangat gugup saat mendengar bunyi langkah kaki Nathan yang semakin mendekat. Dia yakin kalau Nathan pasti sangat marah padanya karena dia pulang ke apartemen. Bahkan gadis itu lupa kalau sudah memiliki rumah hasil maskawin.
Tanpa membuka suara, Nathan menarik tangan Nadira dengan lembut menuju ke kamar mereka. Meninggalkan Cacha yang hanya diam menatap mereka berdua.
Ketika sudah sampai di kamar, Nathan segera mengunci pintu itu dan menyuruh Nadira duduk di atas tempat tidur.
"Apa Kak Nathan mau meminta hak suami sekarang?" tanya Nadira lirih. Dia menunduk saat Nathan menatapnya dengan sangat lekat, tapi sangat tajam.
"Apakah Anda sudah siap, Nona?" tanya balik Nathan. Nadira sedikit mendongak dan dia bisa melihat bibir Nathan yang sedang tersenyum miring.
"Siap atau tidak, bukankah aku sebagai istri harus siap? Itu sudah kewajibanku." Nadira kembali menunduk.
Sebenarnya dia merasa belum siap jika harus melakukan hubungan itu, menilik bagaimana hubungannya dengan Nathan yang belum juga membaik. Namun, jika Nathan sudah meminta maka dia tidak akan pernah menolaknya.
"Persiapkan diri Anda, Nona Muda. Aku ambil sesuatu dulu," bisik Nathan tepat di telinga Nadira yang membuat tubuh gadis itu meremang seketika. Dia merasakan gelayar-gelayar aneh yang datang menyergap.
Kedua bola mata Nadira menatap gerak-gerik Nathan yang berjalan menjauhinya. Entah mengapa hatinya mendadak begitu sakit. Dia yakin kalau saat ini suaminya sedang mengambil alat pengaman karena lelaki itu tidak ingin dirinya hamil.
"Bahkan Kak Nathan tidak mau memiliki anak denganku," gumam Nadira.
Membayangkan saja membuat kedua mata Nadira menjadi basah. Dia segera mengusap airmatanya saat melihat Nathan berjalan mendekat dengan membawa kotak obat di tangan. Kedua alis Nadira terlihat saling bertautan.
"Kak Nathan mau ngapain?" tanya Nadira gugup. Nathan tidak menjawab sama sekali. Dia duduk di samping Nadira, menarik tangan gadis itu dengan pelan. Kemudian, mengeluarkan salep antibiotik dan perban dari dalam kotak itu.
Nadira hanya diam menatap apa yang sedang dilakukan Nathan saat ini. Ketika Nathan membersihkan luka itu, Nadira merintih kesakitan dan seketika Nathan menghentikan gerakan tangannya.
"Apa saya terlalu kencang, Nona?" tanya Nathan cemas.
"Tidak. Hanya saja rasanya sangat perih," sahut Nadira.
Nathan tidak membuka suara, tetapi dia kembali membersihkan luka itu sambil meniupnya agar istrinya tidak terlalu merasakan perih. Ketika sudah selesai dan menutup luka itu dengan perban. Nathan beranjak bangun untuk mengembalikan kotak obat itu.
"Kak Nathan," panggil Nadira menghentikan langkah Nathan. "Terima kasih," imbuhnya.
"Lain kali lebih berhati-hatilah, Nona Muda." Nathan berbalik, mengurungkan niatnya untuk pergi dan menaruh kotak obat itu di atas nakas dekat tempat tidur. "Bolehkah saya bertanya satu hal, Nona?"
Nadira menoleh ke arah Nathan yang sedang menatap lekat ke arahnya. Mereka berdua sama-sama terdiam karena tatapan yang begitu menghanyutkan. Nadira mengangguk lemah sebagai jawaban.
"Apa Anda benar-benar sakit? Karena saya melihat Anda sangat pucat ketika keluar dari toilet tadi siang." Nathan semakin menatap lekat.
"I-iya," sahut Nadira terbata.
"Anda yakin?" tanya Nathan menyelidik. Nadira terdiam sesaat, tapi kemudian dia mengangguk cepat.
"Aku terlalu banyak makan sambal kemarin." Nadira memalingkan wajahnya. Dia takut akan ketahuan berbohong jika menatap suaminya.
"Saya harap Anda benar-benar tidak berbohong, Nona Muda. Kalau begitu istirahatlah. Jam makan malam masih sekitar satu jam lagi." Nathan berjalan mendekati pintu lalu membuka kunci dan pergi dari kamar. Nadira hanya menatap kepergian suaminya dengan tatapan nanar.
sm anak kambing saya...caca marica hay..hay