Menjalin bahtera rumah tangga selama delapan tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi seorang Marisa dan juga Galvin.
Namun pernikahan yang dilandaskan perjodohan itu tak membuat hati Galvin luluh dan memandang sosok sang istri yang selalu sabar menunggu.
Adanya buah hati pun tak membuat hubungan mereka menghangat layaknya keluarga kecil yang lain.
Hingga suatu hari keputusan Marisa membuat Galvin gusar tak karuan.
Instagraam: @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi?
Setelah mengantarkan Devano ke sekolah Marisa kembali melanjutkan perjalanannya menuju cafe, ada yang harus ia urus sebelum berangkat ke Jogja.
Sesampainya di cafe Marisa langsung menemui Karin dan memberitahu pada perempuan itu jika Marisa akan ke Jogja karena sebuah keperluan, maka Marisa mempercayai karin untuk mengawasi perkembangan cafe selama Marisa tidak ada.
Dengan senang hati Karin pun mengiyakan dan meminta apa-apa saja yang harus ia kerjakan selagi Marisa pergi.
Semua tugas Marisa ia serahkan pada pegawainya tersebut, meskipun hanya satu minggu tetapi bagi Marisa ini adalah hari terlama ia berada di luar kota sendirian tanpa ditemani sanak keluarga.
Marisa juga harus mengurusi tiket penerbangan malam ini, lebih cepat ia pergi maka akan lebih baik. Saat Marisa pulang ia berharap Galvin sudah menandatangi surat perceraian.
"Maaf Karin aku harus merepotkan mu kali ini"
"Tidak apa-apa Nyonya, saya justru senang jika anda mengandalkan saya. Semoga urusan Nyonya cepat selesai ya"
"Iya Karin, Terima kasih.... Kalau begitu aku akan pulang lagi untuk mempersiapkan semuanya"
"Baik Nyonya, semoga selamat sampai tujuan"
Marisa mengangguk sebagai tanggapan dan pergi dari cafenya untuk pulang.
***
Saat tiba di rumah, Marisa langsung mengemasi barang-barang yang akan ia bawa, hanya baju-baju dan beberapa kebutuhan lain yang Marisa masukkan ke dalam koper.
Untuk keperluan lain Marisa rasa ia bisa membelinya di sana, lagipula ini hanya menenangkan diri semata bukan untuk pindah rumah, jadi keperluan yang dibutuhkan hanya sedikit saja.
Disaat Marisa tengah sibuk memilih-milih barang yang akan ia bawa tiba-tiba otaknya teringat akan surat cerai yang Marisa beri pada Galvin tadi malam.
Marisa berpikir apakah Galvin sudah menandatangani surat itu? Jika sudah maka ia tidak perlu pergi ke Yogyakarta dan memilih melanjutkan tahap perceraian.
Dengan cepat Marisa keluar dari kamar dan memasuki ruang kerja Galvin, tetapi baru saja Marisa membuka pintu matanya terbelalak sempurna kala melihat ruangan tersebut hancur berantakan.
Semua barang berserakan dimana-mana, beberapa kertas pun berjatuhan di lantai hingga Marisa sendiri pasti akan dibuat kesulitan mencari surat itu.
Dengan wajah terkejut Marisa berjalan mendekati ruangan yang sudah seperti kapal pecah.
"Ya Tuhan...... Apa yang telah terjadi??? Kenapa bisa seperti ini...?!!" Ucap Marisa, sembari menutup mulut dengan kedua tangannya.
Marisa mencoba memisahkan kertas kerja Galvin dari barang lain yang sudah pecah dan harus di buang.
Sebenarnya apa yang terjadi? Apa Galvin yang melakukan semua ini?? Apa pria itu mengamuk setelah Marisa keluar dari ruang kerjanya???
Tapi kenapa mesti marah dan menghancurkan barang-barang berharga?? Apa Galvin marah karena masalah perceraian?
Jika Galvin marah artinya Galvin tak mau bercerai dengannya, bukan??
Berjuta pertanyaan muncul di benak Marisa.
Namun Marisa tak mau ambil pusing, ia harus segera menemukan kertasnya.
Sembari mencari kertas, Marisa juga membereskan semua barang-barang dan merapikannya ke tempat semula.
Marisa melakukan semua itu sendiri, karena jika ia meminta bantuan pada para pelayan pasti mereka akan bertanya-tanya dan berpikiran yang tidak tidak.
Tetapi anehnya, hingga Marisa selesai ia tak mendapati surat tersebut.
Entah Galvin menyimpannya dimana atau lelaki itu membawa suratnya ke kantor.
Mau tak mau Marisa kembali ke dalam kamar dan menyiapkan keperluannya lagi, dilihat jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Sedangkan penerbangan akan dilakukan sore hari, Marisa harus buru-buru menyelesaikan barang bawaan.
Pukul setengah tiga Marisa akhirnya selesai berkemas, ia sudah membawa koper dan juga tasnya. Kini ia hanya tinggal berangkat menuju bandara.
Di lantai satu Marisa mengumpulkan semua pelayan dan memberi tahu jika ia akan pergi selama seminggu.
"Aku sudah titipkan Devano pada Ibu mertua, jika ada yang menanyai ku katakan saja aku ada urusan di luar kota. Aku titip rumah pada kalian, dan..... Jangan lupa mengingatkan suamiku untuk makan sesuai jadwal" Perintah Marisa pada pembantunya.
"Siap Nyonya, anda jaga diri di sana baik-baik. Jangan lupa makan, saya tau urusan Anda pasti sangat penting karena sebelumnya anda tidak pernah meninggalkan rumah" Ujar salah satu pembantu.
Namun Marisa hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan mereka, ia lalu pamit dan bergegas pergi.
"Aku pergi dulu, jika ada apa-apa hubungi saja aku"
"Baik, Nyonya"
Marisa pun pergi di antar sang supir menuju bandara.
***
Pukul sembilan malam Galvin baru saja pulang dari kantor, masalah di perusahaan begitu banyak dan memakan waktu lama.
Ia pun harus segera membereskan masalah kerja sama dengan perusahaan Australia, sebelum perusahaan itu benar-benar ingin membatalkan kesepakatan bersama.
Saat pulang keadaan Galvin sudah sangat kacau, dasi yang selalu mengikat lehernya kini sudah tak terlihat entah kemana. Lelaki itu pun sudah tak memperdulikan penampilannya, yang penting masalah perusahaan sudah aman terkendali.
Galvin masuk ke dalam rumah yang nampak sepi, pukul sembilan Marisa dan Devano biasanya memang sudah tertidur di kamar.
Sebelum Galvin menaiki anak tangga ia memutuskan untuk melihat Devano dikamar bocah kecil itu, karena Galvin pikir Devano sudah pulang dan tak menginap lagi di rumah Ibunya.
Tapi saat ia membuka pintu Galvin tak menemukan sosok kecil yang ia cari, alisnya mengkerut bingung.
Kenapa Devano tidak ada? Apakah Devano menginap lagi di rumah Ibunya? Pikir Galvin.
Galvin lantas menutup kembali pintu kamar dan masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Lagi-lagi alisnya mengkerut kala Marisa tak ada di kamar, Galvin mulai panik tak karuan.
Pikiran-pikiran aneh muncul di otaknya, takut jika Marisa kabur dengan membawa Devano.
Galvin langsung berlari ke lantai bawah dan memanggil para pembantu.
Mendengar Galvin yang berteriak mereka semua berhamburan ke ruang tengah menemui sang majikan.
"Ada apa, Tuan??"
"Kemana Marisa? Dia tidak ada di kamarnya. Begitupun dengan Devano!" Ujar Galvin dengan nafas memburu.
Semua pembantu saling pandang dibuatnya, merasa heran pada Galvin.
"Memang Tuan tidak tau jika Nyonya pergi ke Jogja???" Tanya Yanti.
"Apa...?!!! Jogja???" Ucap Galvin terkejut.
"Iya Tuan, Nyonya bilang ada urusan di jogja selama seminggu. Tuan Devano sudah dititipkan pada Ibu Anda, apa.... Nyonya tidak memberitahu, Tuan??"
Seketika Galvin terdiam saat mendengar kata-kata yang disampaikan oleh salah satu pembantunya.
Jadi Marisa pergi?? Untuk apa dia ke luar kota?? Apa jangan-jangan Marisa mencoba kabur darinya?!!
Galvin tak bisa berpikir jernih, Ia mengusap wajahnya kasar. Tanpa berkata apapun Galvin keluar rumah dan pergi ke kediaman Arini untuk menemui Devano dan mencari tahu informasi tentang Marisa. Pasti Ibunya mengetahui informasi terkait sang istri.