Anggap Aku Ada, Suamiku
Di tengah keheningan malam seorang wanita cantik nampak membuka kelopak matanya di sela-sela tidur yang tak begitu terasa nyaman.
Surai rambut hitamnya ikut bergelantungan saat ia bangkit dari ranjang empuk tersebut.
Pandangannya kian tertuju ke samping saat melihat ranjang di sebelah nya masih kosong tak terisi.
Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tetapi sang suami masih belum datang juga.
Marisa menghembuskan nafas berat, lagi-lagi kedinginan malam menerpa dirinya.
Sudah delapan tahun ia selalu seperti ini, terikat dengan yang tak pasti.
Tubuh berkulit putih itu tak pernah lagi merasakan sentuhan dan pelukan dari orang terkasih.
Bahkan di saat mereka sudah mempunyai buah hati lelaki itu masih saja mengacuhkan dirinya.
Apa yang salah dari wanita tak berdosa ini? Kesedihan tak pernah surut melanda Marisa.
Ia tahu dirinya memang tak penting bagi sang suami, namun salahkan jika dirinya berharap lebih??
Persahabatan orang tua membuat Marisa tak bisa berbuat apa-apa, wasiat dari mendiang mertuanya selalu membayang bayangi Marisa tatkala dirinya berpikir untuk berpisah.
Sang Putra Devano pun menjadi salah satu alasan penting dirinya terus bertahan.
Perlahan telapak kaki Marisa menyentuh dinginnya keramik lantai, ia bangkit dan berjalan keluar kamar.
Tanpa alas kaki Marisa berjalan menuruni anak tangga hingga ia berhenti tepat di sebuah pintu, yang tak lain adalah kamar Devano.
Jari lentik Marisa mulai memutar handel pintu dan masuk ke dalam ruangan ber cat biru tersebut.
Dilihatnya sang anak yang tengah tidur dengan sangat pulas, membuat Marisa tersenyum dibuatnya.
Marisa duduk di tepi ranjang sambil mengelus rambut Devano, rasa sayang pada lelaki kecil ini membuat Marisa beberapa kali menurunkan ego serta harapannya.
Tak dipungkiri jika suatu saat dirinya memilih untuk berpisah maka Devano juga akan menjadi salah satu hal yang mereka rebutkan.
Ia takut tak bisa bertemu lagi dengan sang buah hati, bagaimana pun Devano adalah harta yang paling berharga dalam hidup Marisa.
"Mamah mencintaimu, nak" Lirih Marisa diiringi dengan sebuah kecupan.
Dengan hati-hati Marisa membaringkan tubuhnya di samping Devano sembari memeluk anak lelakinya.
Malam ini Marisa tidak ingin tidur sendirian, setidaknya tidur bersama sang anak membuat Marisa sedikit melupakan kesedihan.
***
Pukul dua dini hari dimana orang-orang sudah terlelap ke alam mimpi, Galvin justru baru pulang dengan pakaian kerja yang masih melekat rapi di tubuhnya.
Tak ada kantung mata layaknya seseorang yang lembur pada umumnya.
Lelaki itu seolah sudah terbiasa menyelesaikan pekerjaan hingga pagi menjelang, badannya pun masih terlihat segar meski sedikit lesu.
Saat ia membuka pintu kamar Galvin tak mendapati keberadaan Marisa.
Kedua alis pria tersebut mengerut saat merasakan sesuatu yang aneh.
Ia pun masuk dan berjalan ke arah kamar mandi, namun Galvin tetap tak menemukan sesosok yang selalu tertidur kala dirinya pulang.
Galvin lalu kembali keluar dari kamar dan terhenti di kamar Devano.
Sebelum ia membuka pintu tersebut, Galvin sejenak memandang benda itu dan menebak apakah Marisa ada didalam sana atau tidak.
Namun instingnya semakin kuat dan membenarkan jika Marisa ada di kamar sang Putra.
Sepelan mungkin Galvin membuka pintu tersebut, dan saat pintu sudah terbuka netra matanya langsung tertuju pada seorang wanita yang tengah memeluk Devano dengan nyaman.
Galvin memandang kedua manusia itu dengan wajah datar seperti biasa.
Tak ingin mengganggu kenyamanan mereka Galvin pun menutup pintu dan kembali ke dalam kamar.
Setelah membersihkan diri Galvin tak langsung tertidur di ranjang yang seharusnya sudah dari tadi ia tempati.
Pria berpostur tubuh besar itu justru duduk di kursi yang berada di balkon kamar tanpa merasa kedinginan sedikitpun.
Ia mengeluarkan sebatang rokok dari balik saku celana dan menyalakan nya.
Dihisappnya rokok tersebut dengan pandangan kosong ke arah depan.
Hembusan angin malam yang menerpa tak membuat Galvin ingin beranjak sedikitpun.
Hanya asap rokok yang menemani kesunyian seorang Galvin Emerson.
Beginilah setiap hari yang ia lakukan, menjadi seorang CEO dari sebuah perusahaan otomotif membuat fokusnya selalu tertuju pada perkembangan kantor.
Amanat dari mendiang Ayahnya untuk meneruskan perusahaan itu membuat Galvin seakan tergila-gila untuk membuat perusahaan keluarga melesat hingga ke cabang internasional.
Bahkan tanpa Galvin sadari perbuatannya malah merugikan dua orang manusia yang selalu menunggu kehadirannya.
Jika ditanya soal asmara Galvin tak pernah mau ambil pusing, dari awal ia memang sudah tau akan dijodohkan oleh Marisa, anak sahabat Ayahnya.
Hingga disaat sakit, sang Ayah mempunyai keinginan memiliki seorang cucu, hingga hadirlah Devano dan beberapa minggu setelah lahirnya Devano sang Ayah pun meninggal dunia.
Semenjak itu Galvin tak pernah lagi menoleh pada Marisa, berbicara apalagi menyentuh pun sudah tak pernah Galvin lakukan.
Fokusnya hanya pada perusahaan dan Devano, itu pun hanya sekedar membiayai dan melihat perkembangan sang buah hati tanpa melakukan pengorbanan lebih.
Sampai delapan tahun kemudian kedua pasangan suami istri tersebut sibuk dengan aktivitas nya masing-masing, tanpa memikirkan hubungan mereka ke depannya.
Marisa yang sudah merasa lelah hanya bisa pasrah dan mengikuti alur yang ada, berharap ada secelah kebahagiaan untuk dirinya tanpa melibatkan anak dan sang suami.
Namun meski begitu, Marisa tak pernah melupakan tanggungjawab nya sebagai seorang istri maupun Ibu dalam keluarga kecilnya.
Galvin sendiri masih bingung dengan apa yang harus ia lakukan, setahunya hidup manusia hanya untuk mengejar cita-cita, menikah, dan memiliki anak untuk masa depan.
Selebihnya Galvin tak pernah memikirkan hal lain.
Hembusan asap rokok semakin menutupi arah pandang Galvin, hingga tanpa terasa batang rokok itu semakin habis dan memendek.
Galvin pun membuang putung rokok tersebut ke dalam asbak lalu masuk ke dalam kamar.
Di rebahkan nya tubuh besar itu di atas kasur empuk berukuran king size.
Tapi mata itu tak kunjung terpejam, Galvin merasakan sesuatu yang tak biasa saat ia membaringkan tubuhnya di ranjang.
Mungkinkah ketiadaan Marisa sudah membuat Galvin tanpa sadar terikat dengan sosok wanita itu.
Kepala Galvin menoleh ke samping, ranjang kosong di sisinya membuat hembusan angin kian menerpa dari kedua sudut kanan dan kiri.
Selama ini Galvin masih tidak tau bagaimana perasaannya terhadap Marisa, pertama kali berhubungan intiim pun Galvin melakukannya karna ingin mewujudkan keinginan orang tua untuk memberinya seorang cucu, itupun Galvin lakukan hanya sekali seumur hidupnya.
Bagusnya Marisa langsung hamil sehingga membuat Galvin berpikir tidak perlu lagi melakukan hubungan seperti itu, padahal hal seperti itu sangat penting dalam sebuah hubungan rumah tangga.
Jika ditanya soal perhatian dari dulu Galvin memang tidak pernah memberi perhatian nya, entah karna canggung atau memang ia tak peduli.
Tetapi ia selalu memenuhi kebutuhan lahir untuk istri dan anaknya.
Entah mau dibawa hubungan mereka ini, tetapi untuk urusan rumah tangga sudah sangat sering Galvin lupakan. Apalagi pada Marisa, Galvin rasa Marisa juga merasakan hal yang sama.
Buktinya, Marisa tidak pernah protes akan kehidupan mereka yang datar datar saja.
•
•
•
•
Hai Para Pencinta Novel 😃 👋
Kaget Gak Nih Mamie Bikin Novel Baru???
Selamat Membaca Karya Mamie Lagi Ya😆
Semoga Kalian Suka dan Setia Menunggu Update Novel Ini😊
Tetap Pantengin Terus Ya, Sobat 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Juarsih Amin
novelnya bikin emosional
2024-06-28
0
Borahe 🍉🧡
pernah kubaca novel ini tp lupa jln ceritanya
2024-01-16
0
Elisanoor
8 thn ladang Markisa Tandus tak di beri Air apalagi pupuk 😆
2023-10-21
1