Arunika terjebak di dalam dunia novel yang seharusnya berakhir tragis.
Ia harus menikahi seorang Dewa yang tinggal di antara vampir, memperbaiki alur cerita, dan mencari jalan pulang ke dunia nyata.
Tapi... ketika perasaan mulai tumbuh, mana yang harus ia pilih—dunia nyata atau kisah yang berubah menjadi nyata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Hamil
"ARUNIKAAAA!? KENAPA KAU MENINGGALKAN ISTANA?!" Pangeran pertama datang menghampiri mereka, sama seperti yang lain ia terbang dengan kecepatan tinggi dan sampai di balkon istananya.
"Kakak bukan waktunya marah-marah, biarkan tabib memeriksanya dulu." kata Pangeran kedua pada kakaknya, sejujurnya Arunika takut kalau Pangeran Mark ini marah padanya, karena ia sangat menakutkan kalau marah.
"Lihatlah apa yang terjadi padamu? Ini alasannya aku tak bisa membiarkanmu pergi dulu, kau harus pergi bersama adikku ataupun aku."
Pangeran pertama memberikannya air dalam guci itu lalu meminta Arunika meminumnya perlahan ia merasakan segar pada tubuhnya dan luka itu seketika menghilang.
Pangeran Mark menatap Arunika dengan sorot mata yang campur aduk antara marah dan cemas. "Kenapa kau begitu keras kepala, Arunika?" suaranya terdengar tegas, namun ada kekhawatiran yang tak bisa disembunyikan.
Arunika menunduk, merasa bersalah. "Aku hanya ingin melihat kehidupan di luar, Pangeran. Aku tidak tahu ini akan terjadi," katanya lirih, suaranya dipenuhi penyesalan.
Pangeran Mark menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya sebelum berbicara lagi. "Aku mengerti keinginanmu, tapi keadaan kita tidak biasa, Arunika. Bahayanya terlalu besar. Kamu tidak bisa sembarangan keluar seperti itu tanpa perlindungan."
Pangeran kedua menepuk bahu kakaknya. "Biarkan dia beristirahat sekarang. Tabib sudah di sini, dia akan memastikan semuanya baik-baik saja."
Arunika hanya bisa mengangguk, merasa bersalah atas kekacauan yang ia sebabkan. Pangeran Mark, meskipun cemas dan marah, mengelus lembut rambut Arunika dan berbisik, "Aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi. Kau terlalu berharga bagiku."
"Apa Ada keluhan Tuan Putri?" tanya tabib itu Arunika merasakan dirinya sering lelah, badannya agak pegal dan juga kepalanya sedikit pusing merasa mual setiap pagi, selama seminggu ini.
Arunika terdiam sejenak sebelum menjawab, mencoba meraba-raba keluhan yang dirasakannya. "Aku merasa sering lelah, badanku pegal-pegal, dan kepalaku sering pusing. Belakangan ini aku juga merasa mual setiap pagi, hampir seminggu ini," katanya perlahan, menatap tabib dengan rasa khawatir.
Tabib itu mengangguk dan mulai memeriksa denyut nadinya serta melakukan beberapa pengecekan lain. Pangeran Mark dan adiknya memperhatikan dengan cemas, menunggu hasil dari pemeriksaan itu.
Setelah beberapa saat, tabib mengerutkan kening, lalu berkata, "Tuan Putri, gejala yang Anda rasakan ini bukan sekadar kelelahan biasa. Saya perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut, tapi ada kemungkinan ini berkaitan dengan sesuatu yang lebih dalam."
Pangeran Mark langsung menatap tabib itu dengan serius. "Apa maksudmu? Apakah ada yang salah dengan kesehatannya?"
Tabib menunduk hormat sebelum menjawab, "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan saat ini, tapi saya sarankan Tuan Putri beristirahat dan menjaga asupan makanan. Saya akan meracik beberapa ramuan untuk membantu meringankan gejalanya."
"Tuan Putri Arunika selamat kau akan menjadi Ibu, aku akan menyampaikan kabar ini pada Pangeran pertama,” kata tabib itu dengan wajah yang senang, dengan mendengar kabar itu Arunika bingung apakah wajar ia hamil? Ini bahkan dunia lain?
Tapi yang pasti ia memiliki suami dan mereka juga sudah menikah jadi apa yang ia khawatirkan? Ia harus menenangkan diri sendiri dan juga pikirannya.
"Apakah benar? Apakah aku benar-benar akan menjadi ibu?" Arunika bergumam pada dirinya sendiri, sambil meletakkan tangan di perutnya yang masih rata.
Dengan berita ini, kehidupan di istana akan menjadi lebih rumit dan menantang, namun ia merasa senang dan bersemangat untuk menyambut kehadiran bayi mereka.
"Pangeran Mark," Pria itu mengelus rambut cantik Arunika dan memeluknya erat, ia tau kau suaminya sangat bahagia dengan kabar ini.
"Tapi??? Kenapa?? Cepet banget?" kata Arunika yang kaget dengan kabar itu, ia juga belum menikah, belum melakukan hubungan suami-istri.
...****************...
Arunika masih merasakan kebingungan yang membayangi pikirannya, namun saat Pangeran Mark datang dan mengelus lembut rambutnya, semua ketidakpastian yang ia rasakan mulai menghilang. Ia merasakan kehangatan dalam pelukan suaminya, dan meskipun ini semua terasa begitu mendadak, Arunika tidak bisa menahan senyum kecil yang muncul di wajahnya.
"Arunika, kabar ini adalah berkah terbesar. Kau akan menjadi ibu, dan kita akan membesarkan anak kita bersama," kata Pangeran Mark dengan mata penuh kebahagiaan, menatap wajah Arunika dengan lembut.
Arunika mencoba menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri dari kejutan yang baru saja diterimanya. "Aku... aku hanya merasa sedikit bingung. Ini semua terasa begitu cepat. Aku berada di dunia yang berbeda, dan tiba-tiba aku akan menjadi seorang ibu," gumamnya dengan suara bergetar dalam hati, ingin rasanya ia menangis tapi Pangeran Mark sepertinya sangat bahagia sekali.
Mark memegang kedua tangannya, memberikan dukungan penuh. "Tidak apa-apa untuk merasa bingung, tapi ingatlah, kau tidak sendirian. Kita akan menghadapi semuanya bersama. Apa pun yang terjadi di dunia ini, kau adalah istriku, dan kita memiliki takdir yang sama. Percayalah padaku."
Arunika perlahan mulai merasakan ketenangan. Kehamilan ini mungkin akan membawa banyak tantangan, tetapi juga menjadi alasan untuk menghadirkan lebih banyak cinta di antara mereka. Dengan Pangeran Mark di sisinya, ia merasa siap menghadapi apa pun yang akan datang.
...****************...
"Tapi, kita harus lebih berhati-hati sekarang, Arunika. Kamu tidak hanya berhadapan dengan masalah sendiri, tetapi juga dengan anak kita," ucap Pangeran Mark, matanya terpaku pada perut Arunika yang belum ada tanda-tanda pembengkakan.
"Iya pangeran aku mengerti," jawab Arunika.
"Aku harus menjagamu lebih ketat lagi ya, tapi aku sangat senang dengan kabar ini." kata Pangeran pertama yang memeluk Arunika dengan kasih sayang.
"Arunika bagian utama dari perjuangan ibuku selain mencari gadis berdarah manis, adalah keturunan kita, kamu ingat aku pernah bilang kalau Dewa yang ia asuh ini akan menghancurkan kerajaannya. Namun ada arti lain dari kehancuran itu," Pangeran Mark terlihat khawatir. Arunika menatap wajah Pangeran pertama dan mengusap pucuk kepalanya.
Arunika merasa kekhawatiran menyelimuti dirinya ketika mendengar kata-kata Pangeran Mark. Ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kehamilan ini—sesuatu yang telah diramalkan sejak lama. Ia mengusap kepala suaminya dengan lembut, mencoba memberikan ketenangan di tengah kekacauan yang tersembunyi di balik kata-kata Pangeran pertama.
"Arunika,"
Pangeran Mark melanjutkan, "Dewa yang diasuh oleh ibuku adalah sosok yang kuat dan penuh teka-teki. Ramalan menyebutkan bahwa keturunannya akan menjadi kunci untuk menghancurkan kerajaan ini. Tapi yang mungkin belum kau ketahui, kehancuran yang dimaksud tidak selalu berarti akhir yang buruk. Kehancuran bisa menjadi awal dari perubahan besar."
Arunika terdiam, merenungkan kata-kata suaminya. "Jadi, kau berpikir... anak kita memiliki peran dalam ramalan itu?"
Pangeran Mark mengangguk, dengan tatapan serius. "Ya. Mungkin bukan kehancuran dalam arti yang kita pahami. Mungkin kehancuran itu berarti runtuhnya tatanan lama dan awal dari sesuatu yang baru. Itulah sebabnya kita harus berhati-hati dan bersiap untuk segala kemungkinan."
Arunika merasakan campuran perasaan di dalam dirinya. Di satu sisi, ia bahagia dengan kabar kehamilannya. Di sisi lain, ada rasa tanggung jawab besar yang tiba-tiba melingkupinya. Anak yang akan mereka lahirkan bukan hanya akan membawa cinta dalam keluarga mereka, tetapi mungkin juga membawa perubahan besar di dunia ini.
"Kita akan menghadapi ini bersama, Mark," ucap Arunika dengan keyakinan baru. "Apa pun yang terjadi, kita akan melindungi anak kita dan memastikan masa depan yang baik untuknya."
...****************...
"Pangeran kita harus menjaganya sama-sama aku merasakan sumbernya ada pada diriku ini, aku tidak mau melukaimu ataupun anak ini. Karena anak ini menjadi tanda kehancuran itu bukan? Sepertinya akan banyak yang akan mengincar dia."
"Bukan tuan Putri, maksudnya kehancuran itu hanya untuk orang yang jahat, ia akan menghancurkan orang orang yang jahat bukan kerajaan kita. Ini akan tetap menjadi kerajaan besar, namun tanpa banyak masalah lagi, kau tau kan kerajaan ini ketika malam hari akan gelap, ketika pagi akan terang namun matahari tidak akan sampai ke dalam area kerajaan ini namun itu akan berkabut. Itu artinya banyak yang menghalangi cahaya matahari."
"Baiklah pangeran, kita harus istirahat kamu pasti sangat lelah."
"Tentu saja tuan Putri, kau juga harus banyak makan. Pelayan siapkan makanan khusus untuk istriku dan calon anakku."
"Tapi kita biasanya minum air sucikan?"
"Iya aku tau, sekarang kau sedang mengandung Aru..."
"Pangeran kapan kita akan mengumumkan."
"Tuan Putri kita akan merahasiakan ini dulu, karena banyak yang mengincar kita. Kau ingat aroma darah manis dari tubuhmu itu lebih menyengat dan ada janin itu membuat siapapun akan datang."
...****************...
Setelah satu bulan berlalu, terdengar kabar menggembirakan bahwa Putri Arunika tengah mengandung pewaris takhta Kerajaan Sandyakala. Namun, kabar itu tidak diumumkan secara terbuka. Hanya disampaikan secara rahasia oleh penasehat Kerajaan Swastamita kepada Raja Renjana—kakak kandung Arunika yang kini memimpin kerajaan asal mereka.
Raja Renjana begitu terharu. Sebagai kakak, ia merasa bertanggung jawab atas adiknya, dan kehamilan Arunika adalah cahaya baru bagi masa depan dua kerajaan yang kini bersatu dalam ikatan darah. Dengan penuh semangat, ia memutuskan untuk segera berangkat menuju Kerajaan Sandyakala untuk memberikan restu dan menjaga sang adik secara langsung.
Perjalanan menuju perbatasan kerajaan, iring-iringan kerajaan Swastamita disergap secara tiba-tiba oleh pasukan gelap—penyihir hitam dan kawanan Serigala Hitam yang berasal dari celah dunia kegelapan. Terjadi pertempuran sengit. Banyak pengawal tumbang, dan Raja Renjana sendiri ditangkap oleh kekuatan sihir hitam yang membelenggu tubuhnya.
Hari-hari berikutnya penuh kegelapan. Namun dengan tekad kuat dan sisa kekuatan sihir cahaya dalam tubuhnya, Raja Renjana berhasil melarikan diri dari cengkeraman para penyihir. Ia sampai di gerbang kerajaan Sandyakala dalam keadaan terluka parah, pakaiannya compang-camping, tubuhnya penuh luka dan darah mengering.
Beruntung, Pangeran Kedua tengah berada di pelataran timur istana saat itu. Ia segera mengenali sosok lelaki agung yang terhuyung di kejauhan.
"Itu... itu Raja Renjana! Cepat, panggil tabib! Bawa dia ke ruang pengobatan!"
Dengan sigap para prajurit membawa Raja Renjana masuk ke dalam istana. Tubuhnya mulai menggigil, namun matanya tetap menyala, menandakan bahwa ia belum menyerah.
Dan ketika berita itu sampai ke telinga Arunika, yang tengah merasakan perubahan dalam tubuhnya karena kehidupan baru yang tumbuh di dalam rahimnya, jantungnya seolah berhenti berdetak. Kakaknya... satu-satunya keluarga yang masih ia miliki dari Swastamita... kini terbaring luka karena ingin melindunginya.
...****************...
Arunika tak kuasa membendung air matanya saat melihat tubuh kakaknya terbaring lemah di ranjang pengobatan. Luka-luka yang menghiasi tubuh Raja Renjana membuat hatinya remuk. Ia segera mendekat dan memeluk sang kakak dengan erat, seolah ingin memindahkan semua rasa sakit itu ke dalam dirinya.
"Kakak." bisiknya dengan suara gemetar, "Mengapa kau harus terluka demi aku? Ini semua salahku."
Dengan sisa tenaga, Raja Renjana mengangkat tangannya dan membelai kepala Arunika penuh kasih. Senyum lembut merekah di wajahnya yang pucat.
"Arunika tenanglah, kakak tidak apa-apa. Jaga kesehatanmu jangan terlalu banyak bersedih," ucapnya lirih, namun penuh keteguhan. "Di dalam tubuhmu tumbuh harapan baru untuk kedua kerajaan. Kau harus kuat… lebih kuat dari siapapun, karena aku percaya padamu."
Tangisan Arunika pecah dalam diam. Dalam pelukan kakaknya, ia merasakan cinta yang begitu dalam, cinta seorang kakak yang telah mengorbankan segalanya demi dirinya. Ia mengangguk pelan, mencoba menenangkan hatinya.
"Aku janji, Kak aku akan menjaga anak ini, dan aku akan jadi lebih kuat demi semuanya."
"Arunika, kembalilah. Aku harus bicara pada Yang Mulia," ucap Raja Renjana lembut namun tegas.
Arunika hanya mengangguk. Tanpa kata, ia melangkah meninggalkan ruangan itu, membiarkan kakaknya berbicara dengan para bangsawan. Tapi langkahnya terasa berat, seperti hatinya tertinggal di tempat tadi.
Kembali ke dalam kamar yang kini sunyi, Arunika duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya sendiri. Pandangannya kosong menatap dinding batu istana, sementara pikirannya melayang jauh ke masa saat ia masih hidup sebagai manusia biasa. Saat dunia nyata tak diwarnai pertarungan atau sihir, saat ia bisa tertawa bersama sahabatnya, Mark.
Ia merindukan dunia itu. Merindukan Mark. Walaupun sosok Pangeran Pertama begitu mirip, ia tahu perasaan dalam tubuh sang putri ini bukan miliknya sepenuhnya. Ada kekuatan yang mengalir, kekuatan yang asing, yang membuat jiwanya tak pernah benar-benar tenang.
"Aku bukan hanya Arunika..." gumamnya lirih.
"Tapi siapa aku sebenarnya?"
Ia memejamkan mata, berharap mimpi membawanya pulang ke tempat ia berasal. Namun, seperti malam-malam sebelumnya, ia tetap di sini dalam dunia yang terasa asing, namun perlahan menuntut hatinya untuk menetap.
...****************...
Dicerita aslinya Putri Arunika mengandung pewaris kerajaan Sandyakala dan mengalami keguguran. Dan kini ia juga mengubah alurnya sejauh ini, ia harus menjaga kandungannya, karena yang mereka inginkan hanyalah keturunannya. Arunika pikir mereka menginginkan bayinya saja. Ternyata tidak seperti yang ia pikirkan. Masih banyak hal misterius yang akan mengincarnya.
Ceritanya juga keren, semangat terus ya. 😉